KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karna berkat dan bimbingannyamakalah yang berjudul “PERANAN
DAN KEDUDUKAN PEMBANGUNAN DESA DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT” ini dapat diselesaikan.
Makalah ini selain bertujuan untuk melaksanakan tugas yang
diberikan dosen, juga bertujuan untuk memperkaya pengetahuan kita dalam
memahami peranan dan kedudukan pembangunan desa dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Akhir kata tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, memberikan
informasi dan inspirasi serta kepada siapa saja yang berkenan memberi perhatian
khusus pada makalah ini, semoga apa yang ditulis berguna bagi kita semua.
Pematangsiantar, 17 Oktober
2016
Widia Ratnasari Samosir
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
HARAPAN
Banyaknya
komentar masyarakat tentang keberhasilan dan ketidakberhasilan instansi
pemerintah dalam menjalankan amanah yang diberikan kepadanya menunjukkan
harapan dan kepedulian publik yang harus direspon. Namun, antara harapan
masyarakat terhadap kinerja instansi pemerintah dengan apa yang dilakukan oleh
para pengelola dan pejabat pemerintahan sering berbeda. Artinya, terjadi
kesenjangan harapan (expectation gap) yang bisa menimbulkan
ketidakharmonisan antara instansi pemerintah dengan para direct users
dari masyarakat .
Expectation
gap
merupakan kesenjangan yang terjadi karena adanya perbedaan antara harapan
masyarakat dengan apa yang sebenarnya menjadi pedoman mutu manajemen suatu
organisasi yang menyediakan layanan publik. Hal ini sebagai akibat dari belum
adanya sistem pengukuran kinerja formal yang dapat menginformasikan tingkat
keberhasilan suatu instansi pemerintah.
Para
pengelola pemerintahan sering mempunyai anggapan bahwa ukuran keberhasilan
suatu instansi pemerintah ditekankan pada kemampuan instansi tersebut dalam
menyerap anggaran.Jadi, suatu instansi dinyatakan berhasil jika dapat menyerap
100% anggaran pemerintah walaupun hasil maupun dampak yang dicapai dari pelaksanaan
program tersebut masih berada jauh di bawah standar. Keberhasilan ini hanya
ditekankan pada aspek input tanpa melihat tingkat output maupun dampaknya.
Sementara masyarakat mengharapkan keberhasilan instansi pemerintah adalah
tindakan nyata yang bisa meningkatkan kesejahteraan mereka.
Pada
era reformasi saat ini, fenomena pengukuran keberhasilan yang hanya menekankan
pada input seperti di atas banyak mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak.
Oleh karena itu dipertimbangkan untuk memperbaiki indikator keberhasilan suatu
instansi pemerintah agar lebih mencerminkan kinerja sesuangguhnya.Dalam modul
Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dijelaskan bahwa
tingkat keberhasilan suatu instansi pemerintah harus memperhatikan seluruh aktivitas.
Tingkat keberhasilan harus diukur tidak
semata-mata kepada input dari program instansi tetapi lebih ditekankan kepada
output, proses, manfaat, dan dampak dari program instansi tersebut bagi
kesejahteraan masyarakat. Melalui suatu pengukuran kinerja, keberhasilan suatu
instansi pemerintah akan lebih dilihat dari kemampuan instansi tersebut
berdasarkan sumber daya yang dikelolanya untuk mencapai hasil sesuai dengan
rencana yang telah dituangkan dalam perencanaan strategis.
Peran Indikator Kinerja
Dalam
rangka mengukur tingkat keberhasilan suatu instansi pemerintah sangat
dibutuhkan adanya indikator yang jelas oleh stakeholders.Indikator
kinerja adalah ukuran kuantitaif dan / atau kualitatif yang menggambarkan
tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena
itu indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur
serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik
dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan
selesai dan berfungsi. Dengan demikian, tanpa adanya indikator kinerja, sulit
bagi kita untuk menilai tingkat keberhasilan dan ketidakberhasilan
kebijaksanaan maupun program suatu instansi pemerintah.
Dengan indikator kinerja, suatu organisasi
mempunyai wahana yang jelas bagaimana dia akan dikatakan berhasil atau tidak
berhasil di masa yang akan datang.
Indikator kinerja suatu organisasi
hendaknya dapat dipahami secara sama baik oleh manajemen maupun stakeholders.
Dengan
indikator yang sama dan persepsi yang sama maka penilaian keberhasilan
diharapkan menggunakan kriteria yang sama sehingga lebih obyektif. Indikator
kinerja instansi pemerintah semestinya tidak hanya dipahami pejabat atau
aparatur instansi pemerintah, namun juga penting bagi pihak lain seperti
legislatif, investor, kreditur, institusi internasional, pengamat, dan juga
masyarakat umum. Jadi dengan adanya indikator yang jelas diharapkan akan
menciptakan konsensus berbagai pihak baik internal maupun eksternal untuk menghindari
kesalahan interpretasi selama pelaksanaan program dan dalam menilai
keberhasilan suatu instansi pemerintah.
Berbagai Kategori Pengukuran Kinerja
Dari
berbagai aspek dan perspektif dalam pengukuran kinerja sebagaimana dipaparkan
di atas, maka dapat dirinci berbagai kategori sebagai tolok ukur penilaian
kinerja organisasi sektor publik.Kategori-kategori ini dapat diterapkan pada
setiap jenis organisasi sektor publik dengan modifikasi sesuai dengan
karakteristik dan keunikan organisasi yang bersangkutan.
1. Ukuran-ukuran finansial
a. Ukuran Biaya
1. Kemampuan untuk mencapai pengurangan
biaya yang telah dianggarkan (budgeted cost reductions)
2.
Kemampuan untuk merealisasikan pengeluaran atau biaya sebagaimana dianggarkan
dalam satu periode secara efisien.
3.
Kemampuan untuk merealisasikan pengeluaran atau biaya sebagaimana direncanakan
dalam anggaran fleksibel satu periode secara efisien (misalnya biaya-biaya yang
bisa dikeluarkan dalam batas toleransi tertentu untuk setiap unit produk atau
layanan yang dihasilkan dan disediakan).
b. Ukuran Pendapatan
Kemampuan untuk mencapai penjualan (penyediaan layanan) atau target pertumbuhan
penjualan (penyediaan layanan) sebagaimana dianggarkan dengan efektif.
Kemampuan untuk mencapai peningkatan atau perluasan market share (pangsa pasar)
dengan efektif.
c. Ukuran Tingkat Pengembalian dan
Surplus
Kemampuan untuk mencapai marjin kontribusi sebagaimana ditargetkan.
Kemampuan untuk mencapai tingkat surplus atau income tertentu sebagai
ditargetkan.
Kemampuan untuk mencapai arus kas tertentu sebagaimana ditargetkan.
Kemampuan untuk mencapai tingkat surplus setelah mempertimbangkan investasi
total atau beban biaya modal (misalnya dengan menghitung residual income-nya)
Kemampuan untuk mencapai return on asset (ROA), return on investment
(ROI), dan return on equity (ROE).
Peningkatan harga pasar saham organisasi jika organisasi yang bersangkutan go
public melalui pasar modal.
2. Ukuran Produktivitas
Jumlah output yang bisa dihasilkan untuk setiap pegawai atau setiap jam kerja
efektif.
Jumlah output yang bisa dihasilkan untuk setiap unit bahan mentah (input).
Tingkat pengurangan atau penurunan produk rusak atau cacat.
Jumlah waktu yang dibutuhkan organisasi secara keseluruhan untuk menghasilkan
setiap unit produk atau layanan.
Proporsi nilai tambah (value-added) dari total jam kerja efektif.
Proporsi waktu menganggur (idle time) dari total jam kerja efektif.
3. Ukuran Kualitas
Persentase produk tidak sempurna (defective products) misalnya produk
rusak, cacat, kembali, dan / atau layanan yang tidak memenuhi standar pelayanan
minimum (SPM).
Jumlah biaya yang digunakan untuk mengganti (warranty costs) atau
membayar kembali (reimbursements) atas produk atau pelayanan yang tidak
memadai.
Jumlah biaya-biaya kualitas yang dikeluarkan dalam penerapan sistem manajemen
mutu terpadu (total quality management system).
Penilaian pelanggan (masyarakat sebagai direct users) atas kualitas
layanan atau produk.
4. Ukuran Pelayanan
Kepuasan pelanggan (masyarakat sebagai direct users) atas kualitas
layanan atau produk yang disediakan.
Penilaian pihak ketiga (misalnya LSM, YLKI, atau auditor independen) atas
tingkat kepuasan pelanggan.
Prosentase produk atau layanan yang disediakan secara tepat waktu.
Jumlah keluhan atau komplain pelanggan (masyarakat sebagai direct users)
setiap periode tertentu misalnya hari, minggu atau bulan.
Kemampuan untuk memenuhi produk atau layanan yang dibutuhkan pelanggan
(masyarakat).
5. Ukuran Inovasi
Jumlah produk atau jenis layanan baru yang berhasil disediakan setiap periode.
Prosentase penyediaan produk atau layanan yang digunakan untuk pengembangan
pasar baru.
Waktu yang diperlukan untuk mengenalkan produk/layanan baru kepada masyarakat.
Pembandingan dengan organisasi sejenis lain yang memiliki kinerja terbaik (benchmarking).
6. Ukuran Personalia
Tingkat perputaran pegawai (turnover)
Jumlah pegawai yang membolos (absen) setiap bulan.
Tingkat kepuasan pegawai
Jumlah pelatihan dan pengembangan pegawai
Ukuran-ukuran kinerja tersebut tidak
mutlak sama antara organisasi sektor publik. Penggunaan ukuran-ukuran kinerja
tersebut sangat tergantung pada karakteristik organisasi dan jenis pendekatan
pengukuran kinerja yang digunakan.
B.
KENYATAAN
PEMERINTAH
TIDAK BEKERJA KERAS UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Tema
besar yang diusung oleh Pemerintah untuk APBN 2010 adalah “Pemulihan
Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”. Seperti
halnya tahun-tahun sebelumnya, tema ini menyenangkan, memberi harapan, dan
bahkan memberi kesan seolah persoalan ekonomi dan tingkat kesejahteraan
masyarakat akan selesai pada tahun dicanangkannya tema tersebut. Dan seperti
pada tahun-tahun sebelumnya yang selalu ada jarak lebar antara tema dan
realitas yang dibangun, maka muncul pertanyaan apakah hal yang sama juga akan
terjadi pada tahun 2010:
Bahwa tema tidak sebangun dengan
politik anggaran yang diselenggarakan negara, dari tingkat perencanaan,
alokasi, hingga implementasi di lapangan. Keraguan tersebut setidaknya bisa
dikemukakan dalam beberapa konfirmasi berikut ini:
- Rancangan anggaran yang disampaikan oleh pemerintah tidak menjamin sama sekali akan terjadi pergerakan ekonomi riil yang dilaksanakan masyarakat. Belanja, subsidi, dan stimulus fiskal tidak memberikan dorongan bagi tumbuhnya perekonomian riil masyarakat. Sebagai penikmat terbesar ketiga kebijakan tersebut adalah orang kaya dan atau pihak asing.
- Tekanan pertumbuhan ekonomi masih hanya difokuskan pada tingkat konsumsi dan sebagian besar disokong oleh fiskal antara lain melalui mekanisme belanja gaji. Kebijakan ekonomi tidak mendorong bagi kuatnya daya beli masyarakat, sehingga pertumbuhan yang disampaikan oleh pemerintah tidak benar-benar terjadi atau semu belaka.
- Pemerintah tidak memperhatikan sektor profesi yang sebagian besar digeluti oleh mayoritas masyarakat Indonesia, terutama dalam pertanian dan kelautan (nelayan). Pemerintah juga tidak mendukung bagi tumbuhnya industri kecil yang sehat yang merekrut banyak pegawai. Sebagian besar kebijakan negara adalah memfasilitasi tumbuhnya industri besar yang sebagian besar saham dimiliki pihak asing dan hanya merekrut sedikit pegawai, sambil mematikan usaha kecil dan menengah yang merekrut jauh lebih banyak karyawan.
- Pemerintah masih hanya melayani jajaran pegawai pemerintahan, sambil tidak fokus memperhatikan pelayanan kepada masyarakat. Kebijakan kenaikan gaji pegawai negeri 5% yang notabene merupakan kelanjutan dari kenaikan gaji 15% pada tahun sebelumnya, dan itu dilakukan kepada semua pegawai, sebenarnya bukan merupakan usulan yang strategis. Kenaikan ini tidak memperhatikan rasa keadilan masyarakat. Di tengah buruknya kinerja pelayanan dan perhatian pada tumbuhnya perekonomian dan pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, justru para pegawai negeri mendapat tambahan penghasilan. Argumen penataan birokrasi melalui kenaikan gaji merupakan simplifikasi dari problem birokrasi yang demikian akut. Selain itu, kenaikan ini memicu inflasi yang berdampak buruk pada sebanyak-banyaknya anggota masyarakat.
- Pemerintah tidak cukup serius menghitung kapasitas fiskal dan memberikan pagu besar kepada bidang strategis yang mendukung pertumbuhan ekonomi riil dan kenaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Namun, yang terjadi justru kapasitas fiskal yang rendah, yang ditandai oleh defisit besar, semakin dihamburkan oleh kebijakan kenaikan gaji pegawai negeri. Selain itu, bidang-bidang pertahanan yang selama ini selalu mendapat disklaimer dari BPK mendapat kenaikan yang sangat besar. Sementara itu, pelayanan dasar dan tunjangan sosial kepada masyarakat, baik secara langsung dalam bentuk tunai maupun pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan cenderung menurun.
- Pemerintah juga masih mengandalkan utang sebagai tumpuan pembiayaan atas defisit yang disebabkan inefisiensi dan penghamburan gaji. Tahun 2010 utang dalam negeri diperbesar dan mengurangi utang luar negeri. Namun, meskipun mengurangi rasio utang terhadap PBD, tapi tidak ada kaitan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Membesarkan utang dalam negeri juga berarti pula menambah beban yang disebabkan bunga utang yang lebih tinggi.
Keraguan
tersebut setidaknya bisa dikemukakan dalam beberapa konfirmasi berikut ini:
- Rancangan anggaran yang disampaikan oleh pemerintah tidak menjamin sama sekali akan terjadi pergerakan ekonomi riil yang dilaksanakan masyarakat. Belanja, subsidi, dan stimulus fiskal tidak memberikan dorongan bagi tumbuhnya perekonomian riil masyarakat. Sebagai penikmat terbesar ketiga kebijakan tersebut adalah orang kaya dan atau pihak asing.
- Tekanan pertumbuhan ekonomi masih hanya difokuskan pada tingkat konsumsi dan sebagian besar disokong oleh fiskal antara lain melalui mekanisme belanja gaji. Kebijakan ekonomi tidak mendorong bagi kuatnya daya beli masyarakat, sehingga pertumbuhan yang disampaikan oleh pemerintah tidak benar-benar terjadi atau semu belaka.
- Pemerintah tidak memperhatikan sektor profesi yang sebagian besar digeluti oleh mayoritas masyarakat Indonesia, terutama dalam pertanian dan kelautan (nelayan). Pemerintah juga tidak mendukung bagi tumbuhnya industri kecil yang sehat yang merekrut banyak pegawai. Sebagian besar kebijakan negara adalah memfasilitasi tumbuhnya industri besar yang sebagian besar saham dimiliki pihak asing dan hanya merekrut sedikit pegawai, sambil mematikan usaha kecil dan menengah yang merekrut jauh lebih banyak karyawan.
- Pemerintah masih hanya melayani jajaran pegawai pemerintahan, sambil tidak fokus memperhatikan pelayanan kepada masyarakat. Kebijakan kenaikan gaji pegawai negeri 5% yang notabene merupakan kelanjutan dari kenaikan gaji 15% pada tahun sebelumnya, dan itu dilakukan kepada semua pegawai, sebenarnya bukan merupakan usulan yang strategis. Kenaikan ini tidak memperhatikan rasa keadilan masyarakat. Di tengah buruknya kinerja pelayanan dan perhatian pada tumbuhnya perekonomian dan pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, justru para pegawai negeri mendapat tambahan penghasilan. Argumen penataan birokrasi melalui kenaikan gaji merupakan simplifikasi dari problem birokrasi yang demikian akut. Selain itu, kenaikan ini memicu inflasi yang berdampak buruk pada sebanyak-banyaknya anggota masyarakat.
- Pemerintah tidak cukup serius menghitung kapasitas fiskal dan memberikan pagu besar kepada bidang strategis yang mendukung pertumbuhan ekonomi riil dan kenaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Namun, yang terjadi justru kapasitas fiskal yang rendah, yang ditandai oleh defisit besar, semakin dihamburkan oleh kebijakan kenaikan gaji pegawai negeri. Selain itu, bidang-bidang pertahanan yang selama ini selalu mendapat disklaimer dari BPK mendapat kenaikan yang sangat besar. Sementara itu, pelayanan dasar dan tunjangan sosial kepada masyarakat, baik secara langsung dalam bentuk tunai maupun pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan cenderung menurun.
- Pemerintah juga masih mengandalkan utang sebagai tumpuan pembiayaan atas defisit yang disebabkan inefisiensi dan penghamburan gaji. Tahun 2010 utang dalam negeri diperbesar dan mengurangi utang luar negeri. Namun, meskipun mengurangi rasio utang terhadap PBD, tapi tidak ada kaitan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Membesarkan utang dalam negeri juga berarti pula menambah beban yang disebabkan bunga utang yang lebih tinggi.
PEMERINTAHAN DESA ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN
Desa yang merupakan kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus masyarakat setempat dan diwadahi oleh Pemerintah Desa dan
Badan Permusyawaratan Desa, mempunyai tanggungjawab yang sangat berat, karena
maju dan berkembangnya masyarakat desa tidak terlepas dari peran Pemerintah
Desa.
Pemerintah Desa, yang terdiri
dari Kepala Desa dan perangkat Desa yang merupakan unsur peneyelenggara
pemerintahan Desa merupakan garda terdepan yang langsung berhadapan dengan
masyarakat terutama dalam melaksanakan tugas pelayanan kepada masyarakat yang
meliputi urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Dalam melaksanakan tugasnya
Kepala Desa, mempunyai kewenangan, sebagai berikut :
·
Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa, berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama BPD;
·
Mengajukan rancangan Peraturan Desa;
·
Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan BPD;
·
Menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan Desa mengenai APB Desa untuk
dibahas dan ditetapkan bersama BPD;
·
Membina perekonomian desa;
·
Mengorganisasikan pembangunan desa secara partisipatif;
·
Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan.
Disamping itu pula, Kepala Desa mempunyai kewajiban,
antara lain sebagai berikut :
·
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
·
Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
·
Melaksanakan kehidupan demokrasi;
·
Melaksanakan prinsif tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari KKN;
·
Menaati dan menegakan seluruh peraturan perundang-undangan;
·
Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;
·
Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa;
·
Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa;
·
Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa;
·
Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa;
·
Membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat
istiadat;
·
Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa;
·
Mengembangkan potensi sumberdaya alam dan melestarikan lingkungan hidup.
Dari uraian di atas,
mencerminkan betapa berat beban tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang harus
dipikul oleh Kepala Desa. Lalu muncul pertanyaan, sejauh mana tugas, kewenangan
dan kewajiban Kepala Desa telah dilaksanakan ? tentu saja jawabannya bukan
sejauh mata memandang.
Dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, masyarakat berharap pelayanan yang diberikan adalah
yang terbaik dan optimal dari pemerintah desa serta dituntut untuk dapat
melaksanakan tugas, kewenangan dan kewajiban secara maksimal.
Namun di sisi lain, tugas dan
tanggungjawab pemerintah desa harus pula diseimbangkan dengan hak pemerintah
desa agar peran dan fungsi pemerintah desa dapat berjalan dengan baik.
Bagaimana mungkin pemerintah desa dapat berperan dengan maksimal untuk
memberdayakan masyarakatnya, kalau mereka sendiri sudah tidak berdaya.
Faktor keberdayaan pemerintahan
desa, salah satunya dapat dicerminkan dari sisi keuangan desanya,
dengan sumber pendapatan sebagai berikut :
ð Pendapatan Asli Desa;
ð Bagi hasil pajak dan retribusi daerah Kabupaten/Kota
paling sedikit 10% diperuntukan bagi desa;
ð Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah
yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk desa paling sedikit 10% setelah
dikurangi belanja pegawai yang pembagiannya untuk Desa secara proporsional yang
merupakan alokasi dana desa (30% untuk biaya operasional pemerintah desa dan
BPD, serta 70% untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat);
ð Bantuan keuangan dari Pemerintah, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
ð Hiba dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
(PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa)
Selanjutnya, sesuai dengan
pasal 27 PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa, Kepala Desa dan perangkat Desa
diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan atau tunjangan lainnya sesuai
dengan kemampuan keuangan desa. Penghasilan tetap dan atau tunjangan lainnya
yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa ditetapkan setiap tahun dalam APB
Desa dengan besaran paling sedikit sama dengan upah minimum regional.
Apabila 5 sumber pendapatan
tersebut di atas telah diterapkan secara konsisten, maka harapan penghasilan
tetap dan atau tunjangan Kepala Desa per bulan minimal sama dengan Sekdes PNS
dan perangkat desa minimal sama dengan UMR bukanlah suatu yang sulit. Disamping
itu pula percepatan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa yang diimpikan
akan lebih mudah dicapai.
Ada beberapa keunggulan jika
sistem keuangan desa ini telah diimplementasikan dengan baik, antara lain :
ü Pembangunan inprastruktur skala kecil dan
kegiatan pemberdayaan masyarakat lainnya dapat diserahkan kepada desa (APB
Desa);
ü Penyediaan dana bergulir untuk usaha mikro di
desa dapat diserahkan kepada desa (APB Desa);
ü Biaya Pilkades dapat dibebankan kepada APB Desa;
ü Penghasilan dan atau tunjangan tetap Kepala Desa
dan perangkat Desa dibebankan kepada APB Desa ;
ü Biaya-biaya penyelenggaraan pemerintahan desa
lainnya dibebankan kepada APB Desa.
Selama ini, sebagai contoh
pembangunan/perbaikan jalan desa, irigasi desa, sarana pendidikan, dan kegiatan
lainnya yang ada di desa dengan anggaran di bawah Rp 20 juta dianggarkan
melalui SKPD tingkat Kabupaten, padahal sesungguhnya tidak pelu dianggarkan di
SKPD cukup diakomodir di dalam APB Desa.
Penerapan sistem Keuangan Desa
sebagaimana diatur dalam PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa di atas, bukanlah
sesuatu yang memberatkan, tetapi justeru meringankan beban pemerintah Daerah
karena pada prinsifnya hanya pergeseran pos anggaran dari SKPD ke APB Desa
dalam wujud penyerahan kewenangan dari Kabupaten kepada Desa yang disertai
dengan sumber pembiayaan/anggaran.
Dengan demikian, seandainya Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota konsisten terhadap aturan yang ada, maka pemberdayaan
pemerintahan desa bukanlah suatu yang mimpi dan imbasnya tentu saja terwujudnya pemberdayaan masyarakat dan terwujudnya akselerasi
pembangunan masyarakat perdesaan.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. TEORI
PEMBANGUNAN DESA
Pengertian
Pembangunan Masyarakat Desa
Desa yang dijadikan obyek
pembangunan, merupakan unit pemerintahan terkecil yang ada dalam sistem
pemerintahan Indonesia. Posisi desa yang berada pada garis terdepan pelayanan
kepada masyarakat akan sangat menentukan penampilan sistem pemerintahan yang
ada di atasnya. Suksesnya pemerintah desa dalam menjalankan program-program
pembangunan di desa merupakan sukses pula bagi pemerintah kecamatan, kabupaten,
propinsi bahkan pemerintah pusat, karena pembangunan desa merupakan bagian
integral pembangunan nasional.
Sebelum membahas tentang konsep
pembangunan masyarakat desa, maka ada baiknya terlebih dahulu dibahas tentang
konsep pembangunan. Karena konsep pembangunan masyarakat desa merupakan salah
satu bentuk pembangunan yang berorientasi pada masyarakat yang bermukim di
desa. Berawal dari sifat manusia yang selalu menginginkan sesuatu yang lebih
baik. Hal tersebut sudah merupakan dimensi biologis dan psikologis manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia. Kebutuhan hidup itu tentu saja
harus diusahakan oleh manusia itu sendiri, dengan menggunakan cara dan upaya
tertentu.
Semakin lama manusia hidup di dunia,
semakin banyak pula tuntutan akan pemenuhan kebutuhan tersebut. Tuntutan akan
pemenuhan kebutuhan ini tidak selamanya dapat diperoleh dengan mudah dari alam
semesta ini. Semakin banyak manusia yang membutuhkannya semakin terbatas pula
sumber pemenuhan kebutuhan tersebut.
Keterbatasan sumber-sumber inilah
yang menyebabkan manusia mulai berpikir, bagaimana cara untuk mendapatkan
kebutuhan itu. Proses berpikir dan cara untuk memenuhi kebutuhan itulah yang
akan menjadi bagian dari kebudayaan suatu masyarakat, termasuk proses
perkembangan teknologi dan perkembangan masyarakatnya. Perkembangan masyarakat
ini pada dasarnya adalah proses perubahan, dimana pembangunan itu sendiri
adalah proses perubahan yang dilakukan secara sengaja untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yang bersangkutan.
Pembangunan
masyarakat tidak saja bermaksud membina hubungan dan kehidupan setiap orang
untuk hidup bermasyarakat, melainkan juga untuk membangun masyarakat karena
setiap satuan masyarakat memiliki community power. Menurut Nelson W.
Polsby dalam The International Encyclopedia of the Social Sciences
(1972) sebagaimana dikutip Ndraha (1987:40) bahwa suatu masyarakat bisa
kehilangan kekuatannya jika masyarakat itu mengalami community
disorganization, karena itu untuk mengatasinya, maka community
development atau pembangunan masyarakat dilancarkan.
Pengertian
perubahan sosial yang direncanakan dan diarahkan adalah suatu usaha yang
direncanakan untuk memodifikasi sikap dan tingkah laku individu atau kelompok
yang dijadikan sasaran perubahan, yang dilakukan oleh agen perubahan dengan
cara memperkenalkan ide-ide baru atau mengadakan inovasi ke dalam sistem sosial
untuk mencapai tujuan seperti yang direncanakan oleh para agen tersebut atau
organisasinya (pemerintah, LSM, dan kelompok-kelompok dalam masyarakat).
Birokrasi merupakan agen perubahan sosial. Birokrasi meliputi birokrasi publik
(yang beraktivitas dalam struktur pemerintahan) dan birokrasi privat (yang
beraktivitas dalam kehidupan organisasi swasta).
Pelaksanaan
pembangunan pada negara-negara yang sedang berkembang dengan strategi ekonomi,
ternyata tidak menjamin distribusi pendapatan nasional dan harapan ”trickle
down effect”, bahkan tidak menguntungkan sekelompok masyarakat miskin
(Supriatna, 2003:15). Strategi pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi sering
mengabaikan masalah pemerataan, karena hasil pembangunan terkonsentrasi pada
sekelompok komunitas, sehingga masalah pembangunan pada negara berkembang
semakin kompleks yang ditandai dengan pengangguran, urbanisasi, marginalisasi
kemiskinan.
Pada akhir dasa
warsa 1950-an istilah ’pembangunan’ sering dianggap sebagai ’obat’ terhadap
berbagai macam masalah yang muncul dalam masyarakat. Era awal dari
pembahasan mengenai teori pembangunan adalah dikemukakannya ’Teori
Pertumbuhan’. Menurut Clark (1991:20) bahwa ”pemikiran mengenai teori
pertumbuhan berasal dari pandangan kaum ekonom ortodoks yang melihat
’pembangunan’ sebagai pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya diasumsikan akan
meningkatkan standar kehidupan”.
Sekitar tahun
1980-an, strategi pembangunan mulai bergeser menjadi pertumbuhan dan pemerataan
pembangunan (growth and equity of strategy development). Strategi inipun
masih mengalami masalah lainnya, yaitu adanya ketergantungan negara berkembang
kepada negara maju berupa investasi, bantuan luar negeri dan pinjaman. Kemudian
sejak memasuki abad ke-21 muncul strategi baru, yaitu diterapkannya konsep
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang didukung dengan
konsep pembangunan manusia (human development).
Dengan mengutip
Denis Gaulet, Suwandi (1997:5) menjelaskan bahwa dalam usaha menuju kehidupan
yang baik, sedikitnya ada tiga pokok (core values) sebagai konsep pokok
dalam memahami pembangunan yaitu : kemandirian hidup (life sustenance),
harga diri (self esteem), kemerdekaan (freedom). Melihat konsepsi
yang diberikan oleh Suwandi tersebut, jelas bahwa proses pembangunan dititik
beratkan pada bagaimana individu-individu yang menjadi obyek pembangunan harus
mampu mengembangkan sikap mental kemandirian, guna mendukung proses pembangunan
yang dijalankan.
Sehubungan
dengan kegiatan pembangunan tersebut, maka pembangunan itu sendiri mempunyai
pengertian sebagai berikut :
1).
Siagian
(1992:1) : Suatu usaha atau rangkaian dari perubahan yang berencana yang
dilaksanakan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah dalam rangka
pembinaan bangsa.
2).
Tjokroamidjojo
(1992:13) : Proses pengendalian usaha (administrasi) negara/pemerintah untuk
merealisasikan pertumbuhan yang direncanakan kearah suatu keadaan yang dianggap
lebih baik demi kemajuan di dalam berbagai aspek kehidupan bangsa.
3).
Supriatna
(2003:29) : Sebagai sistem mencakup komponen a) masukan terdiri dari nilai,
sumber daya manusia dan alam, budaya, kelembagaan masyarakat; b) proses,
kemampuan organisasi dan manajemen pemerintahan dalam melaksanakan program
pembangunan; c) keluaran, berupa perubahan kualitas perilaku manusia yang
berakses pada kognisi, afeksi dan keterampilan yang berkaitan dengan taraf
hidupnya.
Dari beberapa
pengertian atau definisi tentang pembangunan itu, dapat disimpulkan bahwa
pembangunan mengandung pengertian :
1).
Pembangunan
sebagai suatu perubahan dalam arti mewujudkan suatu kondisi kehidupan
masyarakat yang lebih baik.
2).
Pembangunan
sebagai suatu proses usaha/kegiatan perubahan yang secara sadar dilakukan.
Artinya pembangunan itu didasarkan pada suatu rencana yang disusun secara baik
untuk satu kurun waktu tertentu.
3).
Pembangunan
sebagai pertumbuhan yaitu kemampuan suatu bangsa untuk terus berkembang baik
secara kuantitatif maupun kualitatif.
4).
Pembangunan
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Pembangunan
seringkali diidentikkan dengan perubahan. Masyarakat lebih sering mengartikan
pembangunan sebagai adanya pertambahan bangunan (fisik) seperti gedung sekolah,
puskesmas, pasar, dan jalan raya. Hal-hal diluar itu tidak dianggap sebagai
pembangunan. Dengan demikian, jika membicarakan pembangunan, maka kata kuncinya
adalah perubahan(baik yang berlangsung secara lamban atau evolusi maupun secara
cepat atau revolusi) yang pada akhirnya mengarah pada perbaikan taraf hidup
masyarakat baik secara kualitas maupun kuantitas dalam menggunakan
sumber-sumber yang ada.
Pembangunan
pada hakikatnya adalah proses perubahan yang diharapkan menghasilkan perbaikan
hidup masyarakat baik secara kualitas maupun kuantitas, maka setiap perubahan
tersebut akan sangat ditentukan oleh berbagai faktor. Salah satu diantaranya
adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusa merupakan faktor penting dalam
setiap proses perubahan atau pembangunan. Sumber daya manusia merupakan modal
dasar pembangunan yang utama. Sumber daya manusia yang mana? Sumber daya
manusia yang menjadi modal dasar pembangunan adalah manusia yang terampil dan
terdidik. Manusia yang terdidik, terlatih, dan terampil akan mampu menangani
masalah. Sebaliknya manusia yang tidak terdidik, terlatih, dan terampil justru
akan memberatkan negara karena mereka tidak bisa menjadi bagian dari orang yang
menyelesaikan masalah pembangunan tapi malah menjadi beban. Mereka menjadi
orang yang harus dibantu oleh orang lain dan negara.
Pada tanggal 18 Desember 2013 Sidang
Paripurna DPR RI mengesahkan Undang-undang tentang Desa. Inilah kado terindah
buat para pihak yang sedang memperjuangkan kesejahteraan masyarakat desa dan
sekaligus memberikan payung hukum yang kuat terhadap eksistensi desa yang
selama ini hanya menjadi objek penderita dari proses pembangunan yang
sentralistik. Harapan perubahan itu sebetulnya sempat terbuka di era reformasi
ini dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah yang direvisi menjadi Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah. Tapi tampaknya undang-undang tersebut belum mampu mengembalikan pada
eksistensi sejati desa sebagai level pemerintahan terendah yang memiliki hak
mengatur rumah tangganya sendiri dengan tanpa meninggalkan adat istiadat.
Kelahiran undang-undang desa menjadi
pintu masuk perubahan terhadap sengkarutnya pembangunan daerah yang telah
menjadikan desa sebagai objek penderita semata. Selama ini Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 dinilai telah menempatkan kedudukan desa ambivalen dan tidak
jelas. Undang-undang ini mempertegas “otonomi asli” sebagai prinsip
pemerintahan desa. “Otonomi asli” berarti identik dengan kesatuan masyarakat
hukum adat, tetapi dari kewenangan yang diberikan menunjukkan desa sebagai unit
administratif atau satuan pemerintahan, sehingga dapat dikatakan bahwa format
otonomi desa menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah berbentuk
campuran. Sebetulnya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, khususnya Bab XI yang
mengatur mengenai Desa, telah menyempurnakan aturan tentang Desa yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Namun dalam pelaksanaannya masih
muncul beberapa permasalahan. Pertama, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 belum
secara jelas mengatur tata kewenangan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
Desa. Berdasarkan prinsip desentralisasi dan otonomi luas yang dianut oleh
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah hanya menjalankan lima
kewenangan, dan di luar lima kewenangan itu menjadi kewenangan daerah.
Dengan demikian, konsepsi dasar yang dianut
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, otonomi berhenti di kabupaten/kota.
Kosekuensinya, pengaturan lebih jauh tentang Desa dilakukan oleh
kabupaten/kota, dimana kewenangan Desa adalah kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan kepada Desa. Semangat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang
memposisikan Desa di bawah Kabupaten tidak koheren dan konkruen dengan napas
lain dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang justru mengakui dan
menghormati kewenangan asli yang berasal dari hak asal‑usul. Pengakuan pada
kewenangan asal-usul ini menunjukkan bahwa Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
menganut prinsip pengakuan (rekognisi). Konsekuensi dari pengakuan atas
"otonomi asli" adalah Desa memiliki hak mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat (self
governing community), dan bukan merupakan kewenangan yang diserahkan
pemerintahan atasan pada Desa. Adanya dua prinsip/asas dalam pengaturan tentang
menimbulkan ambivalensi dalam menempatkan kedudukan dan kewenangan Desa.
Ketidakjelasan kedudukan dan
kewenangan Desa menyebabkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 belum kuat
mengarah pada pencapaian cita-cita Desa yang mandiri, demokratis, dan
sejahtera. Ada banyak pandangan yang mengatakan bahwa sekarang otonomi asli itu
sudah hilang karena semua urusan pemerintahan sudah menjadi milik negara; tidak
ada satu pun urusan pemerintahan yang luput dari pengaturan negara.
Bagi banyak kalangan yang sudah
melampui (beyond) cara pandang otonomi asli menyampaikan dan menuntut pemberian
(desentralisasi) otonomi kepada Desa dari negara, yakni pembagian kewenangan
dan keuangan yang lebih besar. Pada zaman penjajahan misalnya, dalam
Revenue-Instruction Pasal 14 jelas ditegaskan bahwa Kepala Desa mempunyai
kewajiban yang berkenaan dengan pendapatan Desa secara luas.
Bahkan dalam Pasal 74 ditegaskan bahwa
tanggung jawab mengenai Pajak Desa adalah di tangan Kepala Desa serta berbagai
kewenangan lain, misalnya dalam bidang penegakan hukum. Dari sisi
kesejahteraan, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 memang telah membawa visi
kesejahteraan melalui desain kelembagaan otonomi daerah. Tetapi visi
kesejahteraan belum tertuang secara jelas dalam pengaturan mengenai Desa.
Kedua, desain kelembagaan pemerintahan desa belum sempurna sebagai visi dan
kebijakan untuk membangun kemandirian, demokrasi, dan kesehteraan desa. Isu
keragaman misalnya, selalu mengundang pertanyaan tentang format dan desain
kelembagaannya. Meskipun Undang-undangNomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 mengedepankan keragaman, tetapi banyak kalangan menilai
bahwa desain yang diambil tetap desa baku (default village), sehingga kurang
memberi ruang bagi optional village yang sesuai dengan keragaman lokal.
Format bakunya adalah desa
administratif (the local state government) yang tentu bukan desa adat yang
mempunyai otonomi asli (self governing community) dan bukan juga desa otonom
(local self government) seperti daerah otonom. Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tidak menempatkan desa pada posisi yang otonom, dan tidak membolehkan
terbentuknya desa adat sendirian tanpa kehadiran desa administratif. Baik
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 maupun Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
menempatkan desa sebagai bagian (subsistem) pemerintahan kabupaten/kota. Posisi
desa administratif itu membawa konsekuensi atas keterbatasan kewenangan desa,
terutama pada proses perencanaan dan keuangan. Kewenangan asal-usul (asli)
menjadi sulit diterjemahkan dan diidentifikasi karena keberagamannya.
Kewenangan dalam bidang-bidang pemerintahan yang diserahkan oleh/dari kabupaten
lebih banyak bersifat kewenangan sisa yang tidak dapat dilaksanakan oleh
kabupaten/kota dan mengandung banyak beban karena tidak disertai dengan
pendanaan yang semestinya. Dalam hal perencanaan pembangunan, desa hanya
menjadi bagian dari perencanaan daerah yang secara normatif-metodologis
ditempuh secara partisipatif dan berangkat dari bawah (bottom up).
Setiap tahun desa diwajibkan untuk
menyelenggarakan Musrenbangdes untuk mengusulkan rencana kepada kabupaten.
Praktik empiriknya, proses itu tidak menjadikan perencanaan yang partisipatif
karena perencanaan desa yang tertuang dalam Musrenbang hanya menjadi dokumen
kelengkapan pada proses Musrenbang Kabupaten/Kota. Ketiga, desain Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang desa terlalu umum sehingga pasal-pasal tentang desa
baru bisa dijalankan setelah lahir Peraturan Pemerintah dan Perda.
Kecenderungan ini membuat implementasi kewenangan ke desa sangat tergantung
pada kecepatan dan kapasitas Pemerintah dan pemerintah daerah dalam membuat
pengaturan lebih lanjut tentang desa. Saat ini kita sudah punya undang-undang
baru yang mengatur tentang desa.Di dalam undang-undang tentang Desa kita akan
mendapati beberapa ketentuan yang barang tentu nanti masih harus dijabarkan dalam
peranturan di bawahnya dan harapannya selaras dengan peraturan perundangan
terkait. Beberapa ketentuan yang ada dalam undang-undang desa diantaranya:
Pengertian Desa. Desa atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan hak asal-usul, adat
istiadat dan sosial budaya masyarakat setempat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia;
·
Pengertian Kawasan Perdesaan.
Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi; ·Kewenangan Desa. Desa mempunyai kewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-usul, adat istiadat
dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat dan melaksanakan bagian-bagian dari
suatu urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh pemerintahan kabupaten/kota.
Kewenangan desa mencakup : a. kewenangan yang
sudah ada berdasarkan hak asal usul, adat istiadat dan nilai-nilai sosial
budaya masyarakat; b. kewenangan lokal berskala desa yang diakui
kabupaten/kota; c. kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota
yang dilimpahkan pelaksanaannya kepada desa; dan d. kewenangan lainnya yang
ditetapkan dengan peraturan perundangundangan. Kewenangan pemerintah pusat,
provinsi dan kabupaten/kota yang dilimpahkan pelaksanaannya kepada desa adalah
pelimpahan kewenangan kepada desa sebagai lembaga dan kepada kepala desa
sebagai penyelenggara pemerintah desa.Dalam melaksanakan kewenangan disertai dengan
pembiayaan dan pertanggungjawaban pelaksanaan. ·Hak Desa.
Desa mempunyai hak: a.mengatur dan
menguruskepentingan masyarakat berdasarkan hak asalusul, adat istiadat dan
nilai-nilai sosial budaya masyarakat; b. memilih kepala desa, menetapkan BPD
dan perangkat desa lainnya; c. mengelola kelembagaan desa; dan d. mendapatkan
sumber-sumber pendapatan desa. ·Kewajiban Desa. Desa mempunyai kewajiban:
a.
melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional serta
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mengembangkan pemberdayaan masyarakat; dan
e. meningkatkan pelayanan dasar masyarakat. ·
Pendapatan Desa. Pendapatan desa
bersumber dari :
a. pendapatan asli desa terdiri dari hasil
usaha desa, hasil kekayaan desa, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan
lain-lain pendapatan asli desa yang sah;
b. bagian dari hasil pajak daerah dan
retribusi daerah kabupaten/kota;
c. bagian
dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
kabupaten/kota;
d. bantuan dari pemerintah pusat, bantuan
keuangan dari pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota; dan
e. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang
tidak mengikat. ·Belanja Desa. Belanja desa digunakan untuk membiayai kegiatan
pemerintah desa dan pemberdayaan masyarakat. ·Kekayaan Desa. Kekayaan desa
adalah berupa tanah kas desa, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu,
bangunan desa, pelelangan ikan yang dikelola oleh desa, pelelangan hasil
pertanian yang dikelola oleh desa, hutan milik desa, mata air milik desa,
pemandian umum. ·Badan Usaha Milik Desa.
Desa dapat mendirikan Badan Usaha
Milik Desa (BUM Desa) dengan bentuk usaha desa. Pendirian BUM Desa ditetapkan
dengan peraturan desa dan disesuaikan dengan kapasitas dan kebutuhan masyarakat
desa. Desa hanya dapat mendirikan 1 (satu) BUM Desa dengan beberapa unit usaha.
BUM Desa dapat didirikan oleh 2 (dua) desa atau lebih yang ditetapkan dengan
peraturan bersama dan berkedudukan di salah satu desa berdasarkan kesepakatan.
Modal
BUM Desa dapat berasal dari : a. pemerintah desa; b. tabungan masyarakat; dan
c. bantuan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
·Pembangunan Desa. Pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai
kewenangannya mengacu pada sistem perencanaan pembangunan kabupaten/kota.
Perencanaan
pembangunan desa disusun secara berjangka meliputi:
a.Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJM Desa) untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
b.Rencana pembangunan tahunan desa,
selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) merupakan
penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. c.RPJM dan
RKP-Desa ditetapkan dengan peraturan desa.
d.Peraturan
desa tentang RPJM dan RKP-Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di
desa.
e.Program-program
sektor yang masuk ke desa wajib disinkronisasikan dan diintegrasikan dengan
perencanaan pembangunan desa.
f.Perencanaan
pembangunan desa dilakukan secara berjenjang dimulai dari tingkat dusun.
g.Dalam
menyusun perencanaan pembangunan desa , pemerintah desa wajib melibatkan
lembaga kemasyarakatan desa dan tokoh masyarakat. ·
Pembangunan
Kawasan Perdesaan. Pembangunan kawasan perdesaan merupakan perpaduan pembangunan
antar desa dalam satu kawasan.
a.Dalam
rangka Pembangunan Kawasan Perdesaan, Pemerintah menetapkan pedoman dan
petunjuk teknis pembangunan kawasan perdesaan.
b.Gubernur melakukan pembinaan dan sosialisasi
kepada kabupaten/kota di wilayahnya. c.Bupati/walikota melakukan pendataan dan
identifikasi terhadap desa-desa yang dapat ditetapkan sebagai suatu kawasan
pembangunan perdesaan.
d.Bupati/walikota
menyusun program yang dibutuhkan dalam rangka pembangunan perdesaan.
e.Kawasan pembangunan perdesaan ditetapkan
dengan peraturan bupati/walikota. f.Pembangunan kawasan perdesaan mencakup
pembangunan sumber daya manusia, sumber daya alam, dan infrastruktur.
g.Pembangunan kawasan perdesaan masing-masing
dilaksanakan oleh pemerintah desa. h.Pembangunan desa dan pembangunan kawasan
perdesaan dilaksanakan dalam upaya mempercepat proses pemberdayaan masyarakat
dan tingkat perkembangan desa melalui metode dan pendekatan pembangunan
partisipatif. i.Pelaksanaan pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan
yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dan pihak ketiga wajib mengikut
sertakan masyarakat desa yang bersangkutan yang diwakili oleh pemerintah desa
dan Badan Permusyawaratan Desa.
Demikian
beberapa ketentuan dalam Undang-undang tentang Desa. Jika diperhatikan
tampaknya undang-undang ini memberi angin segar terhadap pembangunan desa di
masa yang akan datang. Kementerian/Lembaga wajib berkoordinasi dengan
Pemerintahan Desa. Program/kegiatan sektoral yang masuk ke desa wajib
disinkronisasikan dan diintegrasikan dengan perencanaan pembangunan desa.
Pemerintahan Desa tidak lagi menjadi obyek penderita.
B. Pentingnya Pembangunan
Pedesaan
Indonesia
baru dapat disebut makmur kalau desa ikut makmur.Ketahanan nasional baru dapat
disebut tangguh apabila seluruh segi-segi strategis kehidupan negara seperti
sector ekonomi, komunikasi, transportasi laut, udara, darat, pabrik-pabrik
besar dan lain-lain terkendali oleh pemerintah.Tetapi, hampir semua sektor ekonomi
berada ditangan orang asing. Dilihat dari segi ketahanan nasional sector
ekonomi yang seharusnya didomiasi orang Indonesia asli secara merata di
seluruh Indonesia.
Dalam
pola ketahanan nasional di masa depan, faktor desa perlu dibahas dan
diperhatikan lebih serius serta dikonsepkan secara mendasar dan dikembangkan
secara maksimal. Karena tidaklah berlebihan kalau disebut “pembangunan
Indonesia tidak ada artinya tanpa membangun desa, ketahanan nasional berakar di
desa, hari depan Indonesia terletak dan tergantung dari berhasilnya kita
membangun desa”.
Pembangunan memang identic dengan
hal-hal yang bersifat fisik.Peningkatan
kesejahteraan masyarakat desa dapat dilakukan melalui pembangunan yang berbasis
kemasyarakatan.Salah satu upaya yang dilakukan melalui Program Pengembangan
Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat (PKPBM).
Dengan program
tersebur diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian di desa
secara optimal. Karena cukup banyak potensi desa yang belum maksimal
dikembangkan dalam mensejahterakan masyarakat.PKPBM dilaksanakan melalui
kemitraan multipihak pemangku kepentingan dengan pembentukan forum PKPBM
antardesa dimana tugas forum merumuskan dan membahas hal-hal strategis dalam
penyusunan rencana pembangunan desa.Tahap perencanaan PKPBM harus memperhatikan
beberapa hal, termasuk permasalahan tata ruang, profil maupun potensi unggulan
desa.
Memang
perlu disadari lebih lanjut dan dikaji lebih mendalam, bahwa sejak dahulu kala
sampai sekarang desa merupakan dan tetap berfungsi sebagai tulang punggung
kehidupan social politik Indonesia.Maka dari itu, sangatlah penting pembanguna
desa dalam kondisi sekarang ini.
. Strategi Organisasional
Pembangunan Masyarakat Desa
Dalam
pembangunan pedesaan terdapat berbagai macam strategi yang mendorong untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Strategi organisasional yang ada sangat mirip
dan saing bersilangan satu sama lain. Ada empat strategi oganisasional
yang akan menjelaskan masalah pembangunan pedesaan, antaralain :
Strategi
Pembangunan Gotong Royong
Strategi
pembangunan gotong royong melihat masyarakat sebagai suatu system social yang
terdiri atas bagian-bagian yang terintegrasi secara normatif. Strategi
pembangunan gotong royong merupakan strategi perubahan kemasyarakatan yang
berlandaskan partisipasi luas seluruh lapisan masyarakat di dalam proses pengambilan
keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan masyarakat. Oleh karena itu, tidak
mengherankan apabila strategi ini percaya bahwa perubahan- perubahan
kemasyarakatan dapat dicapai secara optimal melalui partisipasi dari segenap
lapisan masyarakat.
Strategi
Pembangunan Teknikal-Provesional
Strategi
ini menganggap bahwa berbagai kendala structural dan institusional telah
menyebabkan terjadinya penyesuaian- penyesuaian yang disfungsional terhadap
perubahan lingkungan internal dan eksternal.Strategi ini juga memberikan
peranan yang lebih kritikal pada agen-agen pembaharuan di dalam progam-progam
pembangunan setra menyediakan pelayanan yang diperlukan untuk merealisasikan
progam-progam pembangunan.Semua diselenggarakan dengan melibatkan partisipasi
masyarakat, tergantung pada pertimbangan agen pembangunan di dalam konteks
organisasional di mana Dia bekerja.
Srategi
Konflik
Strategi
konflik menyatakan bahwa masyarakat sebagai suatu system yang memelihara dan
menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan yang terus berubah melalui alokasi dan
penggunaan kekuasaan yang tidak merata di antara kelompok-kelompok di dalam
masyarakat. Strategi konflik menganjurkan kristalisasi masalah-masalah
kemasyarakatan dan organisasi lapisan penduduk miskin yang kurang beruntung
untuk melakukan aksi melawan status quo dengan semboyan “mari kita
bersatu untuk mengganyang kaum penindas”.Sehingga, orang mengetahui musuh
merekadan mengorganisasi aksi masa untuk menekan sarana-sarana tertentu
(Rothman, 1974:30).
Strategi
Pembelotan Kultural
Strategi
pembelotan kultural menyadari bahwa kebanyakan anggota masyarakat kotemporer
telah gagal di dalam mewujudkan potensi-potensi kemanusiaan mereka. Strategi
pembelotan kultural memberikan tekanan yang sangat besar terhadap pentingnya
perubahan pada tingkat subyektif individual mulai dari perubahan diri dan
nilai-nilai pribadi menuju pembentukan gaya hidup baru yang lebih bersifat
manusiawi. Strategi pembelotan kultural menganjurkan suatu masyarakat yang
kurang bersifat urbanized kurang dikuasai oleh dorongan-dorongan
masyarakat industrial yang menekankan produktivitas, lebih ditandai oleh
operasi yang bersekala kecil dan bersifat local serta dijiwai oleh
hubungan-hubungan social yang bersifat pribadi dan partisipatif.
C. Peranan
Prasarana Dalam Pembangunan Pedesaan
Strategi pembangunan ekonomi yang berorientasi pada
pertumbuhan seringkali dikritik karena ketergantungannya yang luar biasa pada
investasi prasarana. Investasi tersebut memungkinkan perluasan elit perkotaan
menikmati gaya hidup dunia maju. Tetapi, strategi pembangunan ini tidak banyak
mengurangi kesenjangan yang tumbuh antara si kaya dan si miskin di
negara-negara berkembang.
Investasi
prasarana sebagai sebuah komponen yang penting dalam paket investasi yang
diusulkan.Empat kategori prinsip investasi prasarana pada awal proyek
pembangunan pedesaan adalah irigasi, pengadaan air, listrik desa dan
jalan.Investasi jalan desa selalu mendapat prioritas utama.Karena jalan desa
memainkan peranan yang penting dalam akumulasi dan distribusi barang.Sehingga,
menciptakan volume lalu-lintas yang cukup besar untuk mendukung investasi utama
pada jalan raya, pelabuhan dan sebagainya. Prasarana jalan selalu
diprioritaskan karena memungkinkan terjadinya mobilitas perseorangan dan
perbaikan mutu kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, agar lebih mudah
perbaikan jalan harus disertai oleh perkembangan pelayanan angkutan, baik
angkutan pemerintah maupun swasta.Partisipasi masyarakat dalam proyek
peerencanaan prasarana dapat memenuhi kebutuhan pembangunan lainnya.
C. RENCANA
PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMD)
Perencanaan
pembangunan desa disusun dalam periode 5 (lima) tahun. Perencanaan pembangunan
5 (lima) tahun tersebut merupakan RPJM-Desa yang memuat arah kebijakan keuangan
desa, strategi pembangunan desa, dan program kerja desa, dan ditetapkan
dengan peraturan desa. kemudian dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pembangunan
Desa (RKP Desa) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
RKP-Desa
memuat:
a.
kerangka ekonomi desa,
b.
prioritas pembangunan desa,
c.
rencana kerja, dan
d.
pendanaan, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun yang
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu pada RPJM-Desa.
Rencana
pembangunan desa didasarkan pada:
a.
pemberdayaan, yaitu upaya
untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
b.
partisipatif, yaitu
keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses
pembangunan;
c.
berpihak pada masyarakat, yaitu
seluruh proses pembangunan di pedesaan secara serius memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi masyarakat khususnya masyarakat miskin;
d.
terbuka, yaitu setiap
proses tahapan perencanaan pembangunan dapat dilihat dan diketahui secara
langsung oleh seluruh masyarakat desa;
e.
akuntabel, yaitu setiap
proses dan tahapan-tahapan kegiatan pembangunan dapat
dipertanggungjawabkan dengan benar, bailc pada pemerintah di desa maupun pada
masyarakat;
f.
selektif, yaitu sernua
masalah terseleksi dengan baik untuk mencapai hasil yang optimal;
g.
efisien dan efektif, yaitu
pelaksanaan perencanaan kegiatan sesuai dengan potensi sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia yang tersedia;
h.
keberlanjutan, yaitu
setiap proses dan tahapan kegiatan perencanaan harus berjalan secara
berkelanjutan;
i.
cermat, yaitu data yang
diperoleh cukup obyektif, teliti, dapat dipercaya, dan menampung aspirasi
masyarakat;
j.
proses berulang, yaitu
pengkajian terhadap suatu masalah/hal dilakukan secara berulang sehingga
mendapatkan hasil yang terbaik; dan penggalian informasi, yaitu di dalam
menemukan masalah dilakukan penggalian informasi melalui alat kajian keadaan
desa dengan sumber informasi utama dari peserta musyawarah perencanaan.
RPJM-Desa bertujuan untuk:
a.
mewujudkan perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
keadaan setempat;
b.
menciptakan rasa memiliki dan tanggungjawab masyarakat terhadap program pembangunan
di desa;
c.
memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan di desa; dan
menumbuhkembangkan dan mendorong peran serta masyarakat dalam
pembangunan di desa.
RKP-Desa bertujuan untuk:
a.
menyiapkan Daftar Usulan Rencana Kegiatan Pembangunan Desa (DURKP-Desa)
tahunan yang sifatnya barn, Rehab maupun lanjutan kegiatan pembangunan untuk
dilaporkan kepada Bupati/Walikota melalui camat sebagai bahan dasar RKP Daerah
Kabupaten;
b.
menyiapkan DU-RKP-Desa tahunan untuk dianggarkan dalam APB Desa, APBD
Kabupaten/ Kota, APBD Provinsi, APBN, pihak ketiga maupun swadaya
masyarakat.cana kerja pemerintah daerah.
B. RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN DI
DESA (RKPDESA)
Penyusunan
RKP-Desa dilakukan melalui kegiatan-kegiatan:
a. Persiapan
1) Pembentukan Tim Penyusun RKP-Desa
yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa;
2) Tim penyusun RKP-Desa terdiri dari:
a) Kepala Desa selaku pengendali
kegiatan,
b)
Sekretaris Desa selaku penanggungjawab kegiatan,
c) Lembaga Pemberdayaan Kemasyarakatan
Desa selaku penanggungjawab pelaksana kegiatan,
d) Tokoh masyarakat, tokoh agama selaku
nara sumber,
e) Pengurus TP-PKK Desa, KPM selaku
anggota,
f)Pemandu selaku pendamping dalam proses
penyusunan RKP Desa.
b.Pelaksanaan
Kegiatan pelaksanaan mengacu kepada
RPJM-Desa dengan memilih prioritas kegiatan setiap tahun anggaran yang telah
disepakati oleh seluruh unsur masyarakat, yang berupa:
1) Pemeringkatan usulan kegiatan
pembangunan berdasarkan RPJM Desa;
2) Indikasi program pembangunan Desa
dari RPJM-Desa;
3) Rencana Kerja Pembangunan Desa
sebagai bahan APB-Desa;
4) Daftar Usulan Rencana Kerja
Pembangunan Desa; dan Berita Acara Musrenbang Desa.
c.
Pemasyarakatan
Kegiatan pemasyarakatan RKP-Desa
dilakukan pada berbagai kegiatan organisasi dan kelompok masyarakat.
C. PELAPORAN
Kepala Desa melaporkan RPJM-Desa dan
RKP-Desa secara berjenjang dan disampaikan paling lambat 1(satu) bulan
sejak ditetapkan.
D. PENDANAAN
Perencanaan pembangunan desa bersumber
dari dana:
a. APBN;
b. APBD
Provmsi;
c. APBD Kabupaten/Kota;
;
d. APB-Desa; dan
e. Sumber lain yang sah dan tidak
mengikat.
Alur kegiatan
penyusunan RPJM-Desa dan RKP-Desa DAN RKP-DESA
2.
TEORI
PEMERINTAHAN DESA
A. PENGERTIAN PEMERINTAHAN DESA
Pemerintah Desa
menurut Dra. Sumber Saparin dalam bukunya “Tata Pemerintahan dan Administrasi
Pemerintahan Desa”, menyatakan bahwa:
“Pemerintah Desa ialah merupakan simbol formal daripada kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa diselengarakan di bawah pimpinan seorang kepala desa beserta para pembantunya (Prangkat Desa), mewakili masyarakat desa guna hubungan ke luar maupun ke dalam masyarakat yang bersangkutan”.
Pemerintah Desa mempunyai tugas membina kehidupan masyarakat desa, membina perekonomian desa, memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa, mendamaikan perselisihan masyarakat di desa, mengajukan rancangan peraturan desa dan menetapkannya sebagai peraturan desa bersama dengan BPD.Sedangkan pengertian Pemerintah Desa menurut Peraturan Daerah tentang Pedoman Organisasi Pemerintah Desa, yang menyatakan bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa.
Menurut Peraturan Daerah Nomor 7 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa, pasal 1 nomor 7 yang dimaksud dengan Kepala Desa adalah pimpinan dari Pemerintahan Desa. sedangkan menurut pasal 1 nomor 8 yang dimaksud dengan Perangkat Desa adalah unsur staf yang melaksanakan teknis pelayanan dan atau membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Pengertian desa Pemerintah dalam hal ini merupakan suatu lembaga-lembaga yang melakukan kegiatan memerintah kepada bawahannya atau seluruh masyarakat yang didasarkan atas peraturan yang berlaku.Pengertian pemerintah dapat dibagi dalam dua pengertian, yaitu dalam arti luas adalah pemerintahan yang merupakan gabungan antara lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif, sedangkan pemerintah dalam arti sempit adalah pemerintahan yang hanya mencakup lembaga eksekutif saja.
Dari rumusan tersebut, maka pemerintah dapat diartikan sebagai Badan atau Lembaga yang mempunyai kekuasaan mengatur dan memerintah suatu Negara. Soetarjo Kartohadikusumo di dalam buku yang berjudul “Desa”, mengemukakan bahwa dari segi perbendaharaan sejarah kata atau etimologi, kata Desa berasal dari bahasa sansekerta yaitu berasal dari kata Deshi yang artinya “Tanah Kelahiran” atau “Tanah Tumpah Darah”. Selanjutnya dari kata Deshi itu terbentuk kata Desa.
“Pemerintah Desa ialah merupakan simbol formal daripada kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa diselengarakan di bawah pimpinan seorang kepala desa beserta para pembantunya (Prangkat Desa), mewakili masyarakat desa guna hubungan ke luar maupun ke dalam masyarakat yang bersangkutan”.
Pemerintah Desa mempunyai tugas membina kehidupan masyarakat desa, membina perekonomian desa, memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa, mendamaikan perselisihan masyarakat di desa, mengajukan rancangan peraturan desa dan menetapkannya sebagai peraturan desa bersama dengan BPD.Sedangkan pengertian Pemerintah Desa menurut Peraturan Daerah tentang Pedoman Organisasi Pemerintah Desa, yang menyatakan bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa.
Menurut Peraturan Daerah Nomor 7 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa, pasal 1 nomor 7 yang dimaksud dengan Kepala Desa adalah pimpinan dari Pemerintahan Desa. sedangkan menurut pasal 1 nomor 8 yang dimaksud dengan Perangkat Desa adalah unsur staf yang melaksanakan teknis pelayanan dan atau membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Pengertian desa Pemerintah dalam hal ini merupakan suatu lembaga-lembaga yang melakukan kegiatan memerintah kepada bawahannya atau seluruh masyarakat yang didasarkan atas peraturan yang berlaku.Pengertian pemerintah dapat dibagi dalam dua pengertian, yaitu dalam arti luas adalah pemerintahan yang merupakan gabungan antara lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif, sedangkan pemerintah dalam arti sempit adalah pemerintahan yang hanya mencakup lembaga eksekutif saja.
Dari rumusan tersebut, maka pemerintah dapat diartikan sebagai Badan atau Lembaga yang mempunyai kekuasaan mengatur dan memerintah suatu Negara. Soetarjo Kartohadikusumo di dalam buku yang berjudul “Desa”, mengemukakan bahwa dari segi perbendaharaan sejarah kata atau etimologi, kata Desa berasal dari bahasa sansekerta yaitu berasal dari kata Deshi yang artinya “Tanah Kelahiran” atau “Tanah Tumpah Darah”. Selanjutnya dari kata Deshi itu terbentuk kata Desa.
(
Kartohadikusumo, 1988 : 16 )
Desa adalah sebagai tempat tinggal kelompok atau sebagai masyarakat hukum dan wilayah daerah kesatuan administratif, wujud sebagai kediaman beserta tanah pertanian, daerah perikanan, tanah sawah, tanah pangonan, hutan blukar, dapat juga wilayah yang berlokasi ditepi lautan/danau/sungai/irigasi/ pegunugan, yang keseluruhannya merupakan wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Hak Ulayat Masyarakat Desa.( Kartohadikusumo, 1988 : 16 )
Desa menurut Prof. Drs. HAW. Widjaja dalam bukunya “Otonomi Desa” menyatakan bahwa:“Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa, landasan pemikiran dalam mengenai Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat”.
Desa adalah sebagai tempat tinggal kelompok atau sebagai masyarakat hukum dan wilayah daerah kesatuan administratif, wujud sebagai kediaman beserta tanah pertanian, daerah perikanan, tanah sawah, tanah pangonan, hutan blukar, dapat juga wilayah yang berlokasi ditepi lautan/danau/sungai/irigasi/ pegunugan, yang keseluruhannya merupakan wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Hak Ulayat Masyarakat Desa.( Kartohadikusumo, 1988 : 16 )
Desa menurut Prof. Drs. HAW. Widjaja dalam bukunya “Otonomi Desa” menyatakan bahwa:“Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa, landasan pemikiran dalam mengenai Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat”.
(Widjaja,2003:3).
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang pokok-pokok penyelengaraan Pemerintah Daerah, menyatakan bahwa :“Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai suatu kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. (Penjelasan Umum Undang-undang No. 5 Tahun 1974).
Hak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri ini bukanlah hak otonomi sebagaimana dimaksud Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah.Pada hakekatnya Pemerintahan Desa tumbuh dalam masyarakat yang diperoleh secara tradisionil dan bersumber dari hukum adat.Jadi Desa adalah daerah otonomi asli berdasarkan hukum adat yang berkembang dari rakyat sendiri menurut perkembangan sejarah yang dibebani oleh instansi atasannya dengan tugas-tugas pembantuan.
Pada masa ini Pengertian Desa yang resmi adalah pengertian yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 22 tentang Pemerintahan Desa yang didalamnya mengandung Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa (BPD), menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Desa adalah :”Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten”.
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan bahwa Desa tidak lagi merupakan wilayah administratif, bahkan tidak lagi menjadi bawahan atau unsur pelaksanaan daerah, tetapi menjadi daerah yang istimewa dan bersifat mandiri yang berada dalam wilayah Kabupaten sehingga setiap warga Desa berhak berbicara atas kepentingan sendiri sesuai kondisi sosial budaya yang hidup dilingkungan masyarakatnya.
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang pokok-pokok penyelengaraan Pemerintah Daerah, menyatakan bahwa :“Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai suatu kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. (Penjelasan Umum Undang-undang No. 5 Tahun 1974).
Hak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri ini bukanlah hak otonomi sebagaimana dimaksud Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah.Pada hakekatnya Pemerintahan Desa tumbuh dalam masyarakat yang diperoleh secara tradisionil dan bersumber dari hukum adat.Jadi Desa adalah daerah otonomi asli berdasarkan hukum adat yang berkembang dari rakyat sendiri menurut perkembangan sejarah yang dibebani oleh instansi atasannya dengan tugas-tugas pembantuan.
Pada masa ini Pengertian Desa yang resmi adalah pengertian yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 22 tentang Pemerintahan Desa yang didalamnya mengandung Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa (BPD), menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Desa adalah :”Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten”.
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan bahwa Desa tidak lagi merupakan wilayah administratif, bahkan tidak lagi menjadi bawahan atau unsur pelaksanaan daerah, tetapi menjadi daerah yang istimewa dan bersifat mandiri yang berada dalam wilayah Kabupaten sehingga setiap warga Desa berhak berbicara atas kepentingan sendiri sesuai kondisi sosial budaya yang hidup dilingkungan masyarakatnya.
A. Lembaga Pemerintahan
Desa dan Kecamatan
1. Pemerintahan Desa
a. Pengertian pemerintahan
Syarat terbentuknya suatu negara
adalah:
Ø
Adanya rakyat
Ø
Adanya wilayah
Ø
Adanya pemerintahan yang berdaulat
Ø
Adanya pengakuan dari negara lain
Negara merupakan suatu organisasi
manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan. Pemerintahan adalah sistem untuk menjalankan
kewenangan dan kekuasaandalam mengatur
kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian –
bagiannya.
Pernahkah
kamu mengunjungi suatu desa?Tahukah kamu yang dimaksud dengan desa?Di manakah
letak dan bagaimana suasana desa? Jika kita mendengar kata desa, yang muncul
adalah sebuah tempat yang hijau dan letaknya jauh dari kota. Namun, sebenarnya
desa tidak hanya terletak di kaki gunung, di dekat pantai, bahkan di pinggiran
sebuah kota pun ada desa. Masyarakat di wilayah
perdesaan memegang erat sistem persaudaraan antarindividu. Dengan demikian,
hampir semua orang yang ada di desa tersebut saling mengenal satu sama lainnya.
Kehidupan sehari - hari mereka masih tradisional. Pada umumnya, masyarakat desa
bermata pencarian sebagai petani, nelayan, buruh tani, berladang, dan beternak.Penyebutan
desa di Indonesia berbeda-beda pada setiap daerahnya.Ada yang me nyebutnya
"Nagari", seperti di Sumatra Barat, "Gampong" di Nanggroe
Aceh Darussalam, "Lembang" di Sulawesi Selatan, "Kampung"
di Kalimantan Selatan dan Papua, dan "Negeri" di Maluku.Namun, ciri
khas suatu desa tidak hilang.Siapakah yang menjalankan pemerintahan di
desa?Desa merupakan bagian dari sebuah kecamatan.
2. Tugas dan
tanggung jawab pemerintah
Tugas pemerintah
seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
Ø Melindungi segenap bangsa indonesia dan
seluruh tumpah darah indonesia
Ø Memajukan kesejahteraan umum
Ø Mencerdaskan kehidupan bangsa
Ø Ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
Tanggung jawab
pemerintah terhadap masyarakat adalah:
Ø Menjaga keamanan dan ketertiban
Ø Meningkatkan taraf hidup rakyat
Ø Pemerataan pembangunan
Ø Menyediakan sarana perumahan, kesehatan,
pendidikan, transportasi dan lain-lain
Ø Membangun dan memelihara lingkungan hidup
yang sehat
Ø Menyediakan bahan pangan, sandang, dan sarana
hiburan yang terjangkau oleh masyarakat
Ø Memelihara anak terlantar dan membantu fakir
miskin.
B.
PEMERINTAH DAERAH
1. Susunan Pemerintahan Daerah
Pemerintahan
daerah adalah pemerintahan yang mewakili pemerintahan pusat di suatu daerah
dalam suatu wilayah satu negara.Hal tersebut sesuai dengan pasal 18 dan pasal
18B UUD 1945. Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut
beberapa asas yaitu:
Ø Asas Desentralisasi
Ø Asas Sentralisasi
Ø Asas Dekonsentrasi
Ø Asas Tugas Pembantuan
2.
Pemilihan kepala daerah
Pilkada dilaksanakan dengan mendatangi
tempat pemungutan suara pada waktu dan tempat yang telah ditentukan, lalu
memilih gambar pasangan kepala daerah dan wakilnya yang menjadi pilihannya.
Syarat – syarat warga negara yang dapat memilih:
Ø WNI
Ø Telah berumur minimal 17 tahun atau sudah
kawin
Ø Tidak sedang di cabut hak pilihnya
Ø Tidak sakit ingatan
1. SISTEM PEMERINTAHAN DESA
Desa merupakan
kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga.Desa memilikibatas-batas
wilayah tertentu dan memiliki kekuasaan hukum, serta dikepalai oleh seorang
kepala desa.
Sistem
pemerintahan desa terdiri dari pemerintah desa dan badan permusyawarahan
desa.Pemerintahan adalah kepala desa dan perangkat desa.
1. Tujuan
dan tanggung jawab kepala desa sebagai berikut:






2.
Urusan pemerintah yang menjadi kewenangan desa mencakup :
1) Urusan
pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa
2) Urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturan
kepada desa.
3) Tugas
pembantuan dari pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan atau Pemerintah
kabupaten/kota.
3.
Pelaksanaan pembangunan kawasan pedesaan harus memperhatikan:
1.
Kepentingan desa.
2.
Kewenangan desa.
3.
Kelancaran pelaksanaan investasi.
4.
Kelestarian lingkungan hidup.
ü Tugas
RT:
1)
Membantu menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat yang menjadi
tanggung jawab pemerintah.
2)
Memelihara kerukunan hidup warga.
3)
Menyusun rencana dan melaksanakan pembangunan dengan. mengembangkan aspirasi
dan swadaya murni masyarakat.
ü Tugas
RW:
1)
Menggerakkan swadaya masyarakat, gotong royong dan aspirasi masyarakat.
2)
Membantu pelaksanaan tugas pokok dalam bidang pembangunan di kelurahan/desa.
3)
Pelaksanaan dalam menjebatani hubungan antar rukun tetangga dengan pemerintah.
§ GAMBAR PENDUDUK DESA
Setiap
desa dipimpin oleh seorang kepala desa.Kepala desa dipilih langsung oleh
masyarakat di desa tersebut. Syarat dan tata cara pemilihannya diatur oleh
peraturan daerah yang berpedoman pada peraturan pemerintah. Kepala desa
bukanlah seorang pegawai negeri sipil.Masa jabatan kepala desa adalah enam
tahun.Ia dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
Sesudah itu, ia tidak boleh lagi mengikuti pemilihan calon kepala desa. Seorang
Kepala desa dilantik oleh bupati/ wali kota, paling lambat tiga puluh hari
setelah dinyatakan terpilih. Kepala desa mendapatkan gaji (upah) bukan dari
pemerintah, tetapi dari hasil pengolahan tanah yang diserahkan untuk diolah.Di
daerah Jawa dikenal dengan tanah "bengkok" atau tanah
"carik".Setelah masa jabatannya habis, tanah itu harus dikembalikan
kepada pemerintah.Dengan demikian, kepala desa tidak mendapatkan uang pensiun
seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Kepala desa mempunyai tugas dan tanggung
jawab, di antaranya:
1.
Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa;
2. Membina
perekonomian desa;
3. Membina
kehidupan masyarakat desa;
4.
Memelihara ketenteraman dan ketertibanmasyarakat desa;
5.
Mendamaikan perselisihan yang terjadi padamasyarakat di desa;
6.
Mewakili desanya baik di dalam dan di luarpengadilan dan dapat menunjuk kuasa
hukumnya.
Menurut Undang Undang No. 32 Tahun 2004
dijelaskan, dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dibentuk Badan
Permusyawaratan Desa (BPD).Badan ini berfungsi melindungi berbagai adat
istiadat dan menetapkan peraturan desa bersama kepala desa.Selain itu, BPD
berfungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa serta melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.Anggota BPD ialah wakil
penduduk desa bersangkutan. Mereka ditetapkan dengan cara musyawarah untuk
mencapai mufakat. Di desa dibentuk juga beberapa lembaga kemasya
rakatan.Lembaga kemasyarakatan ditetapkan oleh peraturan desa.Pembentukannya
berpedoman pada peraturan perundang - undangan.Tugas lembaga tersebut adalah
membantu pemerintah desa dan memberdayakan masyarakat desa.Misalnya, Lembaga
Keamanan Masyarakat Desa (LKMD), Pertahanan Sipil (Hansip), PKK, dan Karang
Taruna.Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) merupakan wadah partisipasi
masyarakat dalam pembangunan desa yang memadukan kegiatan pemerintahan desa
yang dilakukan secara gotong royong.
Pengurus LKMD umumnya tokoh masyarakat
setempat.Pembentukan LKMD disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa berdasarkan
musyawarah anggota masyarakat.Fungsi LKMD adalah membantu pemerintah desa dalam
merencanakan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan desa. Selain itu, LKMD
memberikan masukan kepada BPD dalam proses perencanaan pembangunan desa.
Misalnya, untuk mencegah banjir LKMD dapat mengusulkan pembangunan tanggul atau
dam kepada pemerintahan desa.Pada pemerintahan desa terdapat organisasi
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).Anggota PKK terdiri atas ibu - ibu
rumah tangga di suatu desa.Ketua PKK biasanya dijabat oleh istri kepala desa
atau 2.
2. Pemerintahan Kelurahan
Setelah kamu memahami desa, kita akan
mempelajari kelurahan. Apa yang kamu ketahui tentang kelurahan? Di manakah
letak kelurahan?Pemerintahan kelurahan berbeda dengan pemerintahan desa.Kelurahan
biasanya terdapat di daerah perkotaan. Perbedaan desa dan kelurahan dapat
terlihat dari pemimpin dan cara pemilihannya. Kepala kelurahan sering disebut
Lurah.Lurah diangkat dan dipilih oleh pemerintah.Lurah adalah seorang Pegawai
Negeri Sipil (PNS) yang mampu dan cakap dalam menjalankan tugas.Lurah diangkat
oleh bupati/walikota atas usul kepala kecamatan dari pegawai negeri sipil yang
berprestasi.Syaratnya, dia harus mampu dan menguasai pengetahuan tentang
pemerintahan.
Selain itu, memenuhi persyaratan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.Orang yang menjabat sebagai lurah mempunyai
beberapa tugas yang harus dilaksanakan. Tugas lurah bukan hanya memimpin
masyarakat di wilayahnya, tetapi masih banyak lagi tugas yang lain. Nah, apa
saja tugas - tugas seorang lurah? Ayo, kita pelajari bersama-sama.
Lurah
mempunyai tugas, di antaranya:
1.
Melaksanakan kegiatan pemerintahan kelurahan;
2.
Memberdayakan masyarakat;
3.
Melayani masyarakat;
4.
Menyelenggarakan sistem keamanan agar masyarakat tenteram dan tertib;
5.
Memelihara prasarana dan fasilitas pelayanan umum di masyarakat;
Dalam melaksanakan tugasnya, lurah
bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui camat.Lurah dibantu oleh
beberapa perangkat kelurahan yang bertanggung jawab kepada lurah.Kelurahan
merupakan gabungan dari beberapa Rukun Warga (RW).
PKK ber tujuan memberdayakan keluarga,
meningkatkan kesejahteraan, dan kemandirian keluarga.Misalnya, PKK mem beri
bantuan sosial, pelatihan keterampilan, pos pelayanan terpadu (Posyandu),
memberikan bantuan beasiswa, atau mengadakan peng obatan gratis. Sesuai Pedoman
Dasar Karang Taruna, pengertian Karang Taruna adalah Organisasi Sosial
wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar
kesadaran dan tanggung
jawab sosial dari, oleh, dan untuk
masyarakat terutama generasi
muda di wilayah desa/kelurahan atau
komunitas adat sederajat
dan terutama bergerak dibidang
usaha kesejahteraan sosial.
Pembinaan Karang Taruna diatur dalam
Permensos 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna. Berikut kutipan isi
pedoman:
Tujuan
Tujuan Karang Taruna adalah :
a. Terwujudnya pertumbuhan dan
perkembangan kesadaran dan tanggung
jawab sosial setiap
generasi muda warga Karang
Taruna dalam mencegah,
menagkal, menanggulangi dan mengantisipasi berbagai
masalah sosial.
b. Terbentuknya
jiwa dan semangat
kejuangan generasi muda warga
Karang Taruna yang
Trampil dan berkepribadian serta
berpengetahuan.
c.
Tumbuhnya potensi dan
kemampuan generasi muda dalam
rangka mengembangkan keberdayaan
warga Karang Taruna.
d. Termotivasinya setiap
generasi muda warga
Karang Taruna untuk mampu
menjalin toleransi dan
menjadi perekat persatuan dalam
keberagaman kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
e. Terjalinnya kerjasama antara generasi muda
warga Karang Taruna dalam rangka
mewujudkan taraf kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
f. Terwujudnya Kesejahteraan
Sosial yang semakin meningkat bagi
generasi muda di
desa/kelurahan atau
komunitas adat sederajat
yang memungkinkan
pelaksanaan fungsi
sosialnya sebagai manusia pembangunan yang
mampu mengatasi masalah kesejahteraan sosial dilingkungannya.
g. Terwujudnya pembangunan kesejahteraan
sosial generasi muda di desa/kelurahan atau
komunitas adat sederajat yang dilaksanakan
secara komprehensif, terpadu
dan terarah serta berkesinambungan oleh
Karang Taruna bersama pemerintah
dan komponen masyarakat lainnya.Tugas
Setiap
Karang Taruna mempunyai
tugas pokok secara bersama-sama dengan Pemerintah dan
komponen masyarakat lainnya untuk menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan
social terutama yang
dihadapi generasi muda,
baik yang bersifat preventif,
rehabilitatif maupun pengembangan potensi generasi muda di lingkungannya.
Setiap Karang Taruna melaksanakan fungsi :
a.
Penyelenggara Usaha Kesejahteraan Sosial.
b.
Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan bagi masyarakat.
c.
Penyelenggara pemberdayaan masyarakat
terutama generasi muda
dilingkunggannya secara komprehensif, terpadu dan terarah serta
berkesinambungan.
d.
Penyelenggara kegiatan pengembangan
jiwa kewirausahaan bagi generasi
muda di lingkungannya.
e.
Penanaman pengertian, memupuk
dan meningkatkan kesadaran
tanggung jawab sosial generasi muda.
f.
Penumbuhan dan pengembangan semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan,
kesetiakawanan sosial dan memperkuat nilai-nilai kearifan dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
g. Pemupukan kreatifitas
generasi muda untuk
dapat mengembangkan tanggung jawab
sosial yang bersifat rekreatif, kreatif,
edukatif, ekonomis produktif
dankegiatan praktis lainnya
dengan mendayagunakan segala
sumber dan potensi kesejahteraan sosial di lingkungannya secara swadaya.
h.
Penyelenggara rujukan, pendampingan,
dan advokasi social bagi
penyandang masalah kesejahteraan sosial.
i.
Penguatan sistem jaringan
komunikasi, kerjasama, informasi
dan kemitraan dengan berbagai sektor lainnya.
j.
Penyelenggara usaha-usaha pencegahan
permasalahan sosial yang aktual.
Karang Taruna merupakan salah satu
organisasi kepemudaan di tingkat desa.Karang Taruna merupakan organisasi pemuda
atau pelajar SMP dan SMA di suatu desa atau kelurahan.Tujuan dari organisasi
ini, yaitu memberikan pembinaan kepada para remaja untuk menjadi individu
mandiri dan memiliki keterampilan.Pembinaan pemuda desa bertujuan agar pemuda
desa, terutama pemuda putus sekolah, dapat memperoleh keahlian di bidang
tertentu.Misalnya, pembinaan dalam bidang elektronika, kesenian, olahraga, atau
lingkungan hidup.
Organisasi Karang Taruna terdapat di
wilayah Rukun Warga (RW), desa, dan kecamatan.Karang Taruna merupakan wadah
bagi generasi muda desa untuk menyalurkan pendapat dan kreativitasnya.Karang
Taruna merupakan lembaga pemberdayaan masyarakat di bawah pembinaan kepala desa
dan camat.Karang Taruna dapat memupuk persatuan dan kesatuan di antara generasi
muda.
Adapun sumber pendapatan desa adalah
sebagai berikut.
Pendapatan
asli desa yang meliputi:
1. Hasil
Usaha Desa;
2. Hasil
Kekayaan Desa;
3. Hasil
Swadaya Dan Partisipasi;
4. Hasil
Gotong Royong.
Bantuan
Pemerintah Kabupaten Meliputi :
1.
Bagian Perolehan Pajak Dan Retribusi Daerah,
2.
Dana Perimbangan Keuangan Pusat Dan Tingkat Daerah.
3.
Bantuan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Provinsi.
4.
Sumbangan Pihak Ketiga, Misalnya Berupa Dana Hibah.
5.
Pinjaman Desa
Sumber pendapatan desa dikelola melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD).Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa ditetapkan oleh kepala desa bersama BPD dengan berpedoman pada APBD yang
ditetapkan Bupati.Dengan demikian, pada dasarnya, kepala desa bertanggung jawab
kepada rakyat desa.Kepala desa harus menyampaikan pokok-pokok
pertanggungjawabannya.Oleh karena itu, wewenangnya tidak boleh disalahgunakan.
Nah, kamu sekarang sudah paham tentang pemerintahan desa, tetapi apa bedanya
dengan pemerintahan kelurahan? Selanjutnya, akan dipelajari tentang
pemerintahan kelurahan.
Sejak
1998, pemerintah pusat mencanangkan Program Pemberdayaan Kecamatan (PPK) dan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri
Perdesaan).PNPM dilaksanakan dalam upaya mengentaskan kemiskin an, perluasan
kesempatan kerja di perdesaan, peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan, dan
kemandirian masyarakat perdesaan.Pemerintahan desa atau kelurahan harus ikut
berperan agar program pemberdayaan masyarakat dapat berjalan dengan
baik.Pemerintahan desa atau kelurahan merupakan unsur pemerintahan yang
berhubungan langsung dengan masyarakat.Perbedaan antara desa dan kelurahan,
dapat kamu lihat dalam tabel berikut.
Setelah kamu memahami perbedaan antara
desa dan kelurahan, kita lanjutkan pembahasan materi pada pemerintahan
kecamatan.
3. Pemerintahan Kecamatan
Kamu
pasti pernah mendengar dan mengenal istilah kecamatan. Tahukah kamu, apa yang
dimaksud dengan kecamatan? Apa tugas seorang camat? Wilayah kecamatan merupakan
gabungan dari beberapa desa dan atau kelurahan.Berbeda dengan kepala desa dan
lurah, kecamatan dipimpin oleh seorang camat.Dalam menjalankan tugasnya camat
dibantu oleh sekretaris camat (sekcam).Adapun seorang camat mempunyai tugas
sebagai berikut.
1.
Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat.
2.
Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum.
3.
Mengoordinasikan penerapan dan pene gakan peraturan perundang - undangan.
4.
Mengoordinasikan penyelenggaraan pemeliharaan prasana dan fasilitas pelayanan.
5.
Mengoordinasikan penyelenggaraan dari semua kegiatan pemerintahan di
tingkat Kecamatan.
6. Membina
penyelenggaraan pemerintahan desa atau kelurahan.
7.
Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya. Juga
yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa dan atau kelurahan.
Camat diangkat oleh bupati/walikota atas
usul sekretaris daerah kabupaten/kota.Seorang camat harus berasal dari pegawai
negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi
persyaratan.Dalam menjalankan tugasnya, camat dibantu perangkat
kecamatan.Perangkat kecamatan bertanggung jawab kepada camat.Camat harus mem
pertanggungjawabkan tugas-tugasnya kepada bupati/walikota melalui sekretaris
daerah kabupaten/kota.Dengan demikian, camat tidak dapat bertindak dan
berperilaku secara sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya.
B.
Susunan Pemerintahan Desa dan Kecamatan
1.
Pemerintahan Desa
Dalam
menjalankan tugasnya, kepala desa dibantu oleh perangkat desa.Perangkat desa
tersebut disesuaikan dengan kebutuhan di desa.Perangkat desa umumnya adalah
sebagai berikut.
a.
Sekretaris Desa
Salah
satu perangkat desa ialah sekretaris desa yang bertugas mengurus administrasi
di desa. Misalnya, membuat surat akta kelahiran atau surat keterangan.
Sekretaris desa merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
b.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Badan Permusyawaratan Desa mempunyai
fungsi untuk menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung, dan
menyalurkan aspirasi (pendapat) masyarakat.Anggota BPD adalah wakil penduduk
desa bersangkutan. Mereka ditetapkan menjadi anggota BPD dengan cara musyawarah
dan mufakat. Masa jabatannya adalah enam tahun yang dapat dipilih lagi untuk
satu kali masa jabatan berikutnya, sama seperti kepala desa. Hal apa saja yang
menjadi urusan perangkat desa? Perangkat desa merupakan badan yang ada di desa
dengan tujuan membantu urusan dalam pemerintahan desa. Urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan desa, antara lain sebagai berikut.
Urusan tingkat pemerintahan yang sudah
ada berdasarkan hak asal-usul desa.Misalnya, mengangkat ketua RW dan RT.
Urusan
tingkat pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota, tetapi urusan
tersebut diserahkan pengaturannya ke desa.Misalnya, membuat Kartu Tanda
Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).
Tugas
pembantuan dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan atau pemerintah
kabupaten/kota.Misalnya, membantu mengumpulkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
dari masyarakat desa.
Urusan
pemerintahan lainnya, yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan ke
desa.Misalnya, pembentukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan LKMD.
Dengan
demikian, pemerintahan desa berperan bagi kehidupan masyarakat di desa.Desa
merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki batas - batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.Untuk
lebih memahaminya, perhatikanlah susunan pemerintahan desa berikut.
Kantor
Kepala Desa Tegal sembadra
2. Pemerintahan Kelurahan
Kelurahan merupakan wilayah gabungan
dari beberapa Rukun Warga (RW).Pemerintahan di tingkat desa dan kelurahan
merupakan unsur pemerintahan yang berhubungan langsung dengan masyarakat.
A.
Lurah
1. Lurah
mempunyai tugas pokok menyelanggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan
pembinaan kemasyarakatan diwilayah kerjanya.
2.
Melaksanakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati yaitu:
1.
Pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan
2.
Pemberdayaan masyarakat
3.
Penyelanggaran ketentraman dan ketertiban umum pelayanan masyarakt
4.
Pemeliaharanprasarana dan fasilitas pelayanan umum
5.
Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai lingkup tugas dan
fungsi.
3.
Melaksanakan pelayanan, perizinan dan pemberian rekomendasi kepada masyarakat
sesuai tugas dan lingkup kewenangannya
4.
Pemeliaharan prasarana dan fasilitas pelayanan umum diwilayah kelurahan.
5.
Melaksanakan identifikasi potensi pendapatan daerah.
B.
Sekretaris Lurah
1. Sekertaris lurah mempunyai tugas
pokok membantu lurah mengkoordinasikan
penyusunan program dan menyelanggarakan tugas program dan
menyelanggarakan tugas seksi secara
terpadudan memberikan pelayanan administrasi kepada seluruh prangkat dan
aparatur kelurahan.
2. Berdasarkan
tugas pokok diatas maka uraian tugas sekretaris
lurah adalah sebagai berikut :
1.
Melaksanakan koordinasi dalam rangka penyusunaan rancangan
2. program
kerja dan kegiatan dilingkungan kelurahan.
3.
Menjabarkan perintah atasan sesuai ketentuan yang berlaku.
4.
Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan teknis penyelanggaran evaluasi dan pelaporan urusan pemerintahan
umum, sosial,ekonomi dan kesejahteran rakyat.
5.
Mengolah administrasi keuangan yang meliputi penyiapan bahan penyusunan rencana
anggaran pendapatan dan belanja pembekuan,verifikasi serta perbendaharaan di
kelurahan.Melaksanakan identifikasi dan inventarisasi serta menyusun standar
pelayanan di kelurahan.
C.
Kasi Pemerintahan
Seksi
pemerintahan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis
penyelanggaran pemerintahan lingkup
kelurahan sesuai ketentuan yang
berlaku.Menyelanggarakan urusan pemerintahan umum termasuk pembinaan
penyelanggara bidang kesatuan bangsa politik dan pemilu, bidang pertahanan
serta bidang administrasi kependudukan dan pencatatan sipil sesuai lingkup
tugas dan kewenangannya. Melaksanakan pengawasan atas tanah-tanah aset
pemerintah kabupaten di wilayah kelurahan.Melaksanakan pelayanan perizinan dan
pemberian rekomendasi Kepada masyarakat berdasarkan bidang tugas dan lingkup
kewenangan kelurahan. Uraian tugas berdasarkan item diatas adalah sebagai
berikut :
1.
Pengajuan kartu tanda penduduk
2.
Pembuatan kartu keluarga
3.
Rekomendasi surat pindah
4.
Rekomendasi surat keterangan catatan kepolisian (SKCK)
5. Serat
keterangan alih waris
D. Kasi
Kessos dan Ekonomi Masyarakat
Seksi
kesejahteran soial ekonomi masyarakat mempunyai tugas melaksanakan pembinaan
dan pengembangan kegiatan perekonomian
yang meliputi perindustrian, perdagangan, pertambangan, kepariwisataan,
perkoperasian, UMKN, dan golongan ekonomi lemah, pertanian, perternakan,
kehutanan, perkebunan, perikanan, perlautan, perhubungan, lingkungan hidup dan
ketenagakerjaan di wilayah kelurahan. Menyusun rencana dan melaksanakan
pemberian bantuan dana bagi pembangunan desa, pembinaan UDKP dan usaha ekonomi
masyarakat.
Melaksanakan usaha sosial dan
kesejahteran rakyat termasuk penyelanggaran pendidikan dan kesehatan sesuai
kewenangan.Melaksanakan pengembangan keolahragaan, kepemudaan, kepramukaan,
kesenian, kebudayaan dan keluarga berencana di wilayah kelurahan.Memfasilitasi
dan melaksanakan pembinaan lembaga adat di wilayah kelurahan. Pembuatan surat
keterangan tidak mampu,dan pembuatan rekomendasi nikah.
E.
Kasi Pemberdayan Masyarakat
Seksi pemberdayaan masyarakat bertugas yaitu :
1.
menyelanggarakan urusan termasuk pembinaan ketahanan sesuai lingkup tugas dan
kewenangannya.
2.
Melaksanakan bimbingan kelembagaan masyarakat dan pembangunan sumber daya
manusia lingkup kelurahan.
3.
Melaksanakan bimbingan teknis motivasi dan upaya-upaya penggalian kegiatan
swadaya gotong-royong masyarakat di wilayah kelurahan .
4.
Menganalisa dan mengolah data dan informasi yang berkaitan dengan pemberdayaan
masyarakat termasuk pembinaan ketahanan masyarakat.
5.
Melaksanakan pengawasan dan pengadilan atas pelaksanaan program dan kegiatan
pemberdayaan masyarakat.
6.
Pembuatan rekomendasi ijin mendirikan bangunan
7.
Pembuatan surat keterangan ijin usaha/pinjaman ke bank
8.
Melaksanakan pembinaan dan bimbingan terhadap peningkatan kesejahteran keluarga
melalui 10 program pokok PKK.
9.
Melaksanakan program kegiatan peningkatan peran wanita menuju keluarga sehat
sejahtera.
Seksi ketentraman dan ketertiban mempunyai tugas
yaitu :
1.
melaksanakan pembinaan urusan ketentraman dan ketertiban sesuai lingkup tugas
dan kewenangannya.
2.
Melaksanakan koordinasi dan pembinaan terhadap petugas pelindung masyarakat di
wilayah kelurahan.
3.
Melaksanakan pembinaan fasilitas terhadap upaya-upaya yang dilaksanakan oleh
masyarakat dalam rangka menciptakan dan memilihara ketentraman dan ketertiban
di wilayah kelurahan.
2. TEORI OTONOMI DAERAH
A. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi berasal dari 2 kata yaitu
, auto berarti sendiri,nomosberarti rumah tangga
atau urusan pemerintahan.Otonomi dengan demikian berarti mengurus rumah tangga
sendiri.Dengan mendampingkan kata ekonomi dengan kata daerah,maka istilah
“mengurus rumah tangga sendiri” mengandung makna memperoleh kekuasaan dari
pusat dan mengatur atau menyelenggarakan rumah tangga pemerintahan daerah
sendiri.
Ada juga berbagai pengertian yang
berdasarkan pada aturan yang di tetapkan oleh Pemerintahan Daerah. Pengertian
yang memliki kaitan dan hubungan dengan otonomi daerah yang terdapat di dalam
Undang-Undang,yaitu sebagai berikut:
-
Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.
-
Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut asas otonomi
seluas-luasya dalam prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang dimaksudkan di
dalam UUD 1945.
-
Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota, perangkat daerah seperti
Lurah,Camat serta Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan daerah tertinggi.
- DPRD
adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD duduk para wakil
rakyat yang menjadi penyalur aspirasi rakyat.Selain itu DPRD adalah suatu unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
-
Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan kewajiban suatu daerah otonom untuk
mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan mengurus berbagai
kepentingan masyarakat yang berada dan menetap di dalam daerah tersebut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
-
Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam batas-batas
wilayah dan wewenang dari pemerintahan daerah di mana prngaturan nya
berdasarkan prakarsa sendiri namum sesuai dengan sistem NKRI.
- Di
dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah Presiden
Republik Indonesia sebagaiman tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Otonomi Daerah
adalah pemberian kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah
secara proporsional dan yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian,
pemanfaatan sumber daya nasional yang berimbang dan berkeadilan serta
perimbangan pusat dan daerah. Kebijakan otonomi daerah tidak hanya menyangkut
ruang lingkup penyelenggaraan pemerintahan saja, namun harus bisa mendorong
berlangsungnya proses otonomi masyarakat di daerah.
Masyarakat otonom adalah masyarakat mandiri, yang dapat secara bebas menentukan sendiri pilihannya berdasarkan kebutuhan yang diperlukan dan dirasakan, seperti memilih kepala daerah, merumuskan kebijakan pembangunan daerah dan keputusan lainnya sesuai dengan kondisi dan kemampuan daerah. Proses pembangunan daerah tidak akan maksimal jika tidak ada partisipasi dari seluruh komponen daerah, khususnya masyarakat.
Selain itu, juga perlu adanya komunikasi dan koordinasi yang baik dengan berbagai pihak terkait di provinsi agar pembangunan bisa lebih terarah dan terorganisir.
Pemerintah daerah harus menyusun program pembangunan sebagai upaya sistematis untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kesejahteraan warga.Untuk itu, berharap setiap pemprov di Indonesia semangat membangun daerah bisa terus dijalankan dan tidak pernah berhenti, karena memberi harapan besar untuk memperluas pembangunan dan menaikkan daya saing daerah, sehingga dapat meningkatkan IPM.
Selain itu, pemerintah daerah harus mampu menyampaikan beberapa pelaksanaan program pro rakyat yang harus diikuti dengan perbaikan birokrasi dan peningkatan mutu penyelenggara pemerintahan.
Perencanaan APBD juga perlu disiapkan secara matang, efisiensi, akuntabilitas, efektivitas, dan kebermanfaatan bagi masyarakat, sehingga tidak timbul permasalahan kedepannya.Salah satu prasyarat untuk menciptakan kemandirian daerah adanya perubahan dalam tata pemerintahan di daerah sehingga fungsi pemerintah daerah sebagai fasilitator masyarakat biasa optimal.
Pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah kabupaten harus meminimalisir fungsi memerintah untuk kemudian secara tegas dan jelas lebih mengedepankan fungsi melayani dan memberikan fasilitas pada usaha-usaha pemberdayaan masyarakat.
Pada hampir daerah kabupaten di Indonesia ada beberapa fenomena kultural-politis, yang harus dicermati karena potensi besar menjadi kendala pelaksanaan otonomi daerah.Untuk itu, pemerintah daerah seharusnya konsisten untuk mengikuti perubahan paradigma pemerintahan dalam melaksanakan setiap kebijakan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
Tekad ini seharusnya terwujud dalam segala bidang dan diupayakan seoptimalkan mungkin agar bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat daerah mau mewujudkan misi otonomisasi yaitu keadilan dan kesejahteraan masyarakat daerah.
Menurut UU Nomor 22 tahun1999, Otonomi daerah diselenggarakan atas dasar prinsip demokratisasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, dengan tetap memperhatikan keanekaragaman dan potensi daerah. Pengaturan dan pengelolaan keuangan daerah harus didasarkan pada perimbangan keuangan pusat dan daerah yang berwujud pada sumber pendapatan daerah dan dana perimbangan.
Ada kecenderungan kuat bahwa di sebagian kalangan Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Propinsi untuk bersikap setengah hati dalam menyerahkan kewenangan kepada Pemerintah Kabupaten. Keengganan ini akan berdampak pada proses pengalihan dan penyerahan kewenangan terutama secara psikologis birokratis, sehingga proses penyerahan kewenangan akan berlarut-larut dan mengulur jadwal pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten.
Sementara itu, bagi masyarakat, yang penting ada perubahan pada kinerja pemerintah sehingga masyarakat akan memperoleh pelayanan yang lebih baik dan murah. Penyelenggaraan pemerintah di daerah merupakan salah satu kunci penting keberhasilan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, karena merekalah ujung tombak dan eksekutor program tersebut.
Pelaksanaan otonomi daerah mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat, meski baru berjalan sekitar sebelas tahun, pelaksanaan otonomi daerah telah membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat di daerah. Sebagai upaya konstruktif untuk pemerataan pembangunan daerah, maka diharapkan pembangunan desa bisa lebih maju dan lebih merata, sehingga tidak kalah dari kota.
Percayalah, Pemerintah Pusat (Jakarta) tidak akan mampu mengurus Indonesia yang sangat luas, karenanya, serahkan sebagian kewenangan kepada kepala daerah untuk membangun dan menciptakan kesejahteraan warga di daerah. Memang benar, otonomi daerah menciptakan raja-raja kecil didaerah yakni Gubernur, Walikota dan Bupati, namun raja yang dipilih secara demokratis untuk ikut menciptakan daerah otonom yang maju, sejahtera dan agamis di masing-masing daerah.
Adanya gejala yang cukup menonjol pada hampir semua pemerintah kabupaten bahwa sikap dan mentalitas aparatur baik eksekutif maupun legislatif masih menyisakan pengaruh kebijakan pemerintah yang sentralistik, sehingga mereka lebih baik menunggu dan kurang berani mengambil inisiatif dan prakarsa untuk melaksanakan fungsi pemerintah.
Kondisi ini tentu saja tidak menguntungkan pelaksanaan otonomi justru ketika saat ini pemerintahan daerah di Kabupaten dituntut kepeloporannya untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan otonomi itu sendiri.Sedangkan, pelaksanaan otonomi daerah dengan azas desentralisasi diharapkan mambawa implikasi luas pada masyarakat daerah ke arah yang lebih baik.
Implementasi Otonomi seharusnya dapat mewujudkan kemandirian daerah, munculnya prakarsa daerah menghargai keanekaragaman dan potensi daerah.Sedangkan implementasi desentralisasi adalah tumbuhnya partisipasi masyarakat, adanya transparansi dan akuntabilitas kebijakan publik, dan penyelenggaraan pemerintah daerah dilaksanakan secara demokratis.
Dengan mengacu pada target implementatif pelaksanaan otonomi daerah seperti tersebut di atas maka, Pemerintah Kabupaten bisa menempuh langkah-langkah alternatif yakni mengubah dan membangun kualitas sikap dan mentalitas aparatur Pemerintah Kabupaten, mengembangkan tradisi pemerintahan demokratis yang partisipatif, transparan dan akuntabel, menggalakkan dan menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat terhadap kebijakan otonomi daerah melalui kegiatan deseminasi dan sosialisasi terpadu di berbagai kalangan masyarakat, menumbuhkan prakarsa masyarakat untuk menuju kemandirian daerah, mengelola dan memelihara keanekaragaman masyarakat daerah dan mendayagunakannya sebagai salah satu modal pembangunan serta menggali, mengelola dan mendayagunakan potensi daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Dilain pihak, kesiapan pemerintah kabupaten untuk segera menyelenggarakan kewenangan pemerintah sering terhambat oleh dirinya sendiri, dimana banyak kabupaten yang kurang memiliki sumber daya, atau kurang memiliki data tentang sumber daya dan potensi daerah.
Masih sedikit kabupaten di Indonesia yang mempunyai sumber data yang lengkap dan aplikatif serta kurang diolah dan disajikan dan bahkan jarang dipakai sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan dalam perumusan kebijakan daerah, sehingga banyak yang tidak relevan dan realistik.
Oleh karena itu, akan manjadi salah satu tolok ukur kualitas pemerintah kabupaten dalam penyelenggaraan pemerintah pada bidang-bidang pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.
Salah satu sisi kebijakan sentralistisme kekuasaan adalah kebijakan penyeragaman (uniformitas) pada semua bidang kehidupan masyarakat.Penyeragaman ini telah melumpuhkan semua sendi keanekaragaman daerah.
Akibatnya banyak potensi yang tertutup dan tidak bisa berkembang dengan baik.Padahal salah satu kunci penting otonomi daerah. Dengan konteks kultur uniformitas ini pelaksanaan otonomi daerah akan menghadapi tantangan yang berat dalam upaya penggalian dan pertumbuhan keanekaragaman dan potensi daerah.
Sentralistik telah merenggut hampir semua kekuasaan pemerintah hanya pada pusat.Daerah tinggal memiliki kewenangan yang sedikit dan sekedar menjadi pelaksana kebijakan pusat.Daerah memiliki ketergantungan yang amat penting dengan pusat.Kebijakan otonomi mencoba membalik semua hal diatas. Tentu saja karena sudah berlangsung sangat lama, maka upaya tersebut akan memerlukan waktu yang cukup panjang, tidak bisa serta merta.
Adalah jenis kewenangan yang penyelenggaraannya disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan masyarakat daerah.Jenis kewenangan ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat daerah atau untuk mempercepat pertumbuhan daerah.Untuk menyelenggarakan kewenangan ini kabupaten harus mengukur kemampuan sumber daya.
Jika kabupaten kurang mampu untuk menyelenggarakan sendirian, maka perlu merintis kerjasama dengan kabupaten lain. Kerjasama antar kabupaten hendaknya lebih diprioritaskan karena dari sisi birokrasi pemerintahan lebih efisien dan akan mendorong kemandirian daerah kabupaten.
Untuk menetapkan kewenangan-kewenangan selain kewenangan wajib dan prioritas, maka pemerintah kabupaten tidak perlu tergesa-gesa. Penetapan penyelenggaraan kewenangan nantinya akan berhubungan dengan perkembangan dan tuntutan perubahan yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian maka penetapan penyelenggaraan kewenangan pemerintah kabupaten akan lebih dinamis dan relevan.
Berdasarkan kebijakan pokok dan penetapan penyelenggaraan kewenangan kabupaten, disusun kedudukan, tugas, susunan dan tata kerja organisasi daerah kabupaten yang merupakan perangkat daerah dalam rangka memantapkan dan melaksanakan program kerja.
Ada permasalahan yang kompleks dalam kaitannya dengan organisasi perangkat daerah terutama implikasi personalia dan pembiayaan serta efektivitas dan efisiensinya.Belum lagi kompleksitas yang diakibatkan terjadi eksodus "orang pusat" ke daerah. Oleh karenanya proses penyusunan organisasi daerah harus benar-benar jernih, transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.
Masyarakat otonom adalah masyarakat mandiri, yang dapat secara bebas menentukan sendiri pilihannya berdasarkan kebutuhan yang diperlukan dan dirasakan, seperti memilih kepala daerah, merumuskan kebijakan pembangunan daerah dan keputusan lainnya sesuai dengan kondisi dan kemampuan daerah. Proses pembangunan daerah tidak akan maksimal jika tidak ada partisipasi dari seluruh komponen daerah, khususnya masyarakat.
Selain itu, juga perlu adanya komunikasi dan koordinasi yang baik dengan berbagai pihak terkait di provinsi agar pembangunan bisa lebih terarah dan terorganisir.
Pemerintah daerah harus menyusun program pembangunan sebagai upaya sistematis untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kesejahteraan warga.Untuk itu, berharap setiap pemprov di Indonesia semangat membangun daerah bisa terus dijalankan dan tidak pernah berhenti, karena memberi harapan besar untuk memperluas pembangunan dan menaikkan daya saing daerah, sehingga dapat meningkatkan IPM.
Selain itu, pemerintah daerah harus mampu menyampaikan beberapa pelaksanaan program pro rakyat yang harus diikuti dengan perbaikan birokrasi dan peningkatan mutu penyelenggara pemerintahan.
Perencanaan APBD juga perlu disiapkan secara matang, efisiensi, akuntabilitas, efektivitas, dan kebermanfaatan bagi masyarakat, sehingga tidak timbul permasalahan kedepannya.Salah satu prasyarat untuk menciptakan kemandirian daerah adanya perubahan dalam tata pemerintahan di daerah sehingga fungsi pemerintah daerah sebagai fasilitator masyarakat biasa optimal.
Pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah kabupaten harus meminimalisir fungsi memerintah untuk kemudian secara tegas dan jelas lebih mengedepankan fungsi melayani dan memberikan fasilitas pada usaha-usaha pemberdayaan masyarakat.
Pada hampir daerah kabupaten di Indonesia ada beberapa fenomena kultural-politis, yang harus dicermati karena potensi besar menjadi kendala pelaksanaan otonomi daerah.Untuk itu, pemerintah daerah seharusnya konsisten untuk mengikuti perubahan paradigma pemerintahan dalam melaksanakan setiap kebijakan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
Tekad ini seharusnya terwujud dalam segala bidang dan diupayakan seoptimalkan mungkin agar bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat daerah mau mewujudkan misi otonomisasi yaitu keadilan dan kesejahteraan masyarakat daerah.
Menurut UU Nomor 22 tahun1999, Otonomi daerah diselenggarakan atas dasar prinsip demokratisasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, dengan tetap memperhatikan keanekaragaman dan potensi daerah. Pengaturan dan pengelolaan keuangan daerah harus didasarkan pada perimbangan keuangan pusat dan daerah yang berwujud pada sumber pendapatan daerah dan dana perimbangan.
Ada kecenderungan kuat bahwa di sebagian kalangan Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Propinsi untuk bersikap setengah hati dalam menyerahkan kewenangan kepada Pemerintah Kabupaten. Keengganan ini akan berdampak pada proses pengalihan dan penyerahan kewenangan terutama secara psikologis birokratis, sehingga proses penyerahan kewenangan akan berlarut-larut dan mengulur jadwal pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten.
Sementara itu, bagi masyarakat, yang penting ada perubahan pada kinerja pemerintah sehingga masyarakat akan memperoleh pelayanan yang lebih baik dan murah. Penyelenggaraan pemerintah di daerah merupakan salah satu kunci penting keberhasilan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, karena merekalah ujung tombak dan eksekutor program tersebut.
Pelaksanaan otonomi daerah mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat, meski baru berjalan sekitar sebelas tahun, pelaksanaan otonomi daerah telah membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat di daerah. Sebagai upaya konstruktif untuk pemerataan pembangunan daerah, maka diharapkan pembangunan desa bisa lebih maju dan lebih merata, sehingga tidak kalah dari kota.
Percayalah, Pemerintah Pusat (Jakarta) tidak akan mampu mengurus Indonesia yang sangat luas, karenanya, serahkan sebagian kewenangan kepada kepala daerah untuk membangun dan menciptakan kesejahteraan warga di daerah. Memang benar, otonomi daerah menciptakan raja-raja kecil didaerah yakni Gubernur, Walikota dan Bupati, namun raja yang dipilih secara demokratis untuk ikut menciptakan daerah otonom yang maju, sejahtera dan agamis di masing-masing daerah.
Adanya gejala yang cukup menonjol pada hampir semua pemerintah kabupaten bahwa sikap dan mentalitas aparatur baik eksekutif maupun legislatif masih menyisakan pengaruh kebijakan pemerintah yang sentralistik, sehingga mereka lebih baik menunggu dan kurang berani mengambil inisiatif dan prakarsa untuk melaksanakan fungsi pemerintah.
Kondisi ini tentu saja tidak menguntungkan pelaksanaan otonomi justru ketika saat ini pemerintahan daerah di Kabupaten dituntut kepeloporannya untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan otonomi itu sendiri.Sedangkan, pelaksanaan otonomi daerah dengan azas desentralisasi diharapkan mambawa implikasi luas pada masyarakat daerah ke arah yang lebih baik.
Implementasi Otonomi seharusnya dapat mewujudkan kemandirian daerah, munculnya prakarsa daerah menghargai keanekaragaman dan potensi daerah.Sedangkan implementasi desentralisasi adalah tumbuhnya partisipasi masyarakat, adanya transparansi dan akuntabilitas kebijakan publik, dan penyelenggaraan pemerintah daerah dilaksanakan secara demokratis.
Dengan mengacu pada target implementatif pelaksanaan otonomi daerah seperti tersebut di atas maka, Pemerintah Kabupaten bisa menempuh langkah-langkah alternatif yakni mengubah dan membangun kualitas sikap dan mentalitas aparatur Pemerintah Kabupaten, mengembangkan tradisi pemerintahan demokratis yang partisipatif, transparan dan akuntabel, menggalakkan dan menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat terhadap kebijakan otonomi daerah melalui kegiatan deseminasi dan sosialisasi terpadu di berbagai kalangan masyarakat, menumbuhkan prakarsa masyarakat untuk menuju kemandirian daerah, mengelola dan memelihara keanekaragaman masyarakat daerah dan mendayagunakannya sebagai salah satu modal pembangunan serta menggali, mengelola dan mendayagunakan potensi daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Dilain pihak, kesiapan pemerintah kabupaten untuk segera menyelenggarakan kewenangan pemerintah sering terhambat oleh dirinya sendiri, dimana banyak kabupaten yang kurang memiliki sumber daya, atau kurang memiliki data tentang sumber daya dan potensi daerah.
Masih sedikit kabupaten di Indonesia yang mempunyai sumber data yang lengkap dan aplikatif serta kurang diolah dan disajikan dan bahkan jarang dipakai sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan dalam perumusan kebijakan daerah, sehingga banyak yang tidak relevan dan realistik.
Oleh karena itu, akan manjadi salah satu tolok ukur kualitas pemerintah kabupaten dalam penyelenggaraan pemerintah pada bidang-bidang pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.
Salah satu sisi kebijakan sentralistisme kekuasaan adalah kebijakan penyeragaman (uniformitas) pada semua bidang kehidupan masyarakat.Penyeragaman ini telah melumpuhkan semua sendi keanekaragaman daerah.
Akibatnya banyak potensi yang tertutup dan tidak bisa berkembang dengan baik.Padahal salah satu kunci penting otonomi daerah. Dengan konteks kultur uniformitas ini pelaksanaan otonomi daerah akan menghadapi tantangan yang berat dalam upaya penggalian dan pertumbuhan keanekaragaman dan potensi daerah.
Sentralistik telah merenggut hampir semua kekuasaan pemerintah hanya pada pusat.Daerah tinggal memiliki kewenangan yang sedikit dan sekedar menjadi pelaksana kebijakan pusat.Daerah memiliki ketergantungan yang amat penting dengan pusat.Kebijakan otonomi mencoba membalik semua hal diatas. Tentu saja karena sudah berlangsung sangat lama, maka upaya tersebut akan memerlukan waktu yang cukup panjang, tidak bisa serta merta.
Adalah jenis kewenangan yang penyelenggaraannya disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan masyarakat daerah.Jenis kewenangan ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat daerah atau untuk mempercepat pertumbuhan daerah.Untuk menyelenggarakan kewenangan ini kabupaten harus mengukur kemampuan sumber daya.
Jika kabupaten kurang mampu untuk menyelenggarakan sendirian, maka perlu merintis kerjasama dengan kabupaten lain. Kerjasama antar kabupaten hendaknya lebih diprioritaskan karena dari sisi birokrasi pemerintahan lebih efisien dan akan mendorong kemandirian daerah kabupaten.
Untuk menetapkan kewenangan-kewenangan selain kewenangan wajib dan prioritas, maka pemerintah kabupaten tidak perlu tergesa-gesa. Penetapan penyelenggaraan kewenangan nantinya akan berhubungan dengan perkembangan dan tuntutan perubahan yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian maka penetapan penyelenggaraan kewenangan pemerintah kabupaten akan lebih dinamis dan relevan.
Berdasarkan kebijakan pokok dan penetapan penyelenggaraan kewenangan kabupaten, disusun kedudukan, tugas, susunan dan tata kerja organisasi daerah kabupaten yang merupakan perangkat daerah dalam rangka memantapkan dan melaksanakan program kerja.
Ada permasalahan yang kompleks dalam kaitannya dengan organisasi perangkat daerah terutama implikasi personalia dan pembiayaan serta efektivitas dan efisiensinya.Belum lagi kompleksitas yang diakibatkan terjadi eksodus "orang pusat" ke daerah. Oleh karenanya proses penyusunan organisasi daerah harus benar-benar jernih, transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.
B. Dasar
Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah
1. Dasar Hukum
Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang
perlu kita bahas.Namun ada dasar-dasar yang bisa menjadi landasan.Ada beberapa
peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18
ayat 1 hingga ayat 7.
2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang
mengatur tentang pemerintahan daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang
mengatur tentang sumber keuangan negara.
Selain berbagai dasar hukum yang
mengatur tentang otonomi daerah,saya juga menulis apa saja yang menjadi tujuan
pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah harus bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di wilayah otonomi
tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh daerah agar
dapat bersain dengan daerah otonom lainnya.
C. Teori Otonomi Daerah Di Indonesia
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang
berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan
demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga sendiri
Dalam Pasal 1, huruf (i), UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah disebutkan pengertian daerah
otonom
sebagai berikut: Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam pasal 1, angka (6), UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah disebutkan pengertian daerah otonom sebagai berikut: Daerah otonom,
selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah dengan UU No. 32
Tahun 2004 merupakan dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.
Pengertian daerah otonom yang diberikan dalam kedua Undang-Undang tersebut juga
serupa, meskipun UU No. 32 Tahun 2004 merupakan pengganti UU No. 22 Tahun 1999.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa :
“Otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. “
Kebijakan
otonomi daerah yang demikian itu merupakan kebijakan Negara yang mendasari penyelenggaraan
organisasi dan manajemen pemerintahan daerah.Artinya, seluruh kebijakan dan
kegiatan pemerintahan serta kebijakan dan kegiatan pembangunan di daerah
dilaksanakan menurut arah kebijakan yang ditetapkan dalam kebijakan Negara
tersebut. Pelaksanaan otonomi daerah itu tentu saja bukan sekedar membincangkan
mekanisme bagaimana menterjemahkan tujuan-tujuan policy kepada prosedur rutin
dan teknik, melainkan lebih jauh daripada itu, melibatkan berbagai faktor mulai
dari faktor sumber daya, hubungan antar unit organisasi, tingkat-tingkat
birokrasi sampai kepada golongan politik tertentu yang mungkin tidak menyetujui
policy yang sudah ditetapkan.
D. Otonomi daerah mengandung
tujuan-tujuan, yaitu:
1. Pembagian
dan pembatasan kekuasaan.
Salah satu persoalan pokok
dalam negara hukum yang demokratik, adalah bagaimana disatu pihak menjamin dan
melindungi hak-hak pribadi rakyat dari kemungkinan terjadinya hal-hal yang
sewenang-wenang.Dengan memberi wewenang kepada daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri, berarti pemerintah pusat membagi kekuasaan yang
dimiliki dan sekaligus membatasi kekuasaanya terhadap urusan-urusan yang
dilimpahkan kepada kepala daerah.
2. Efisiensi
dan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. Adalah terlalu sulit
bahkan tidak mungkin untuk meletakkan dan mengharapkan Pemerintah Pusat dapat
menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya terhadap segala persoalan apabila hal
tersebut bersifat kedaerahan yang beraneka ragam coraknya. Oleh sebab itu untuk
menjamin efisiensi dan efektivitas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya,
kepada daerah perlu diberi wewenang untuk turut serta mengatur dan mengurus
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam lingkungan rumah tangganya,
diharapkan masalah-masalah yang bersifat lokal akan mendapat perhatian dan
pelayanan yang wajar dan baik.
3. Pembangunan-pembangunan
adalah suatu proses mobilisasi faktor-faktor sosial, ekonomi, politik maupun budaya
untuk mencapai dan menciptakan perikehidupan sejahtera.
E. Prinsip-prinsip
pelaksanaan otonomi daerah :
1. Dilaksanakan
dengan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Didasarkan
pada otonomi luas dan bertanggung jawab
3. Pelaksanaan
yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kebupaten dan daerah kota, pada
daerah propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4. Harus
sesuai dengan konstitusi negara (tetap terjamin hubungan yang serasi antara
pusat dan daerah serta antar-daerah)
5. Lebih
meningkatkan kemandirian daerah otonom
6. Lebih
meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi
legislatif, pengawasan maupun anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah
7. Pelaksanaan
asaz dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai
wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang
dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan
dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintahan kepada daerah desa yang disertai
dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan
kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung-jawabkan kepada yang menugaskan.
Pembagian
kekuasaan dalam kerangka otonomi daerah dilakukan berdasar prinsip negara
kesatuan tetapi dengan semangat federalisme. Kekuasaan yang ditangani pusat
hampir sama dengan oleh pemerintah dinegara federal, yaitu hubungan luar
negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan agama, serta berbagai
jenis urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral oleh pemerintah
pusat, seperti kebijakan makro ekonomi, standarisasi nasional.
Tujuan otonomi daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antardaerah.
Tujuan otonomi daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antardaerah.
1. TEORI KESEJAHTERAAN
Kesejahteraan
adalah salah satu aspek yang cukup penting untuk menjaga dan membina terjadinya
stabilitas sosial dan ekonomi.kondisi tersebut juga diperlukan untuk
meminimalkan terjadinya kecemburuan sosial dalam masyarakat.Selanjutnya
percepatan pertumbuhan ekonpomi masyarakat memerlukan kebijakan ekonomi atau
peranan pemerintah dalam mengatur perekonomian sebagai upaya menjaga stabilitas
perekonomian.
1). Teori Kesejahteraan sosial dan
ekonomi
Ekonomi
Italia, Vilveredo Pareto, telah menspesifikasikan suatu kondisi atau syarat
terciptanya alokasi sumberdaya secara efisien atau optimal, yang kemudian
terkenal dengan istilah syarat atau kondisi pareto(Pareto
Condition). Kondisi pareto adalah suatu alokasi
barang sedemikian rupa, sehingga bila dibandingkan dengan alokasi lainnya,
alokasi tersebut takan merugikan pihak manapun dan salah satu pihak pasti
diuntungkan. Atas kondisi pareto juga bisa didefinisikan sebagai suatu situasi
dimana sebagian atau semua pihak individu takan mungkin lagi diuntungkan oleh
pertukaran sukarela.
Berdasarkan
kondisi pareto inilah, kesejahteraan sosial (sosial
welfare) diartikan sebagai kelanjutan pemikiran
yang lebih utama dari konsep-konsep tentang kemakmuran (walfare economics), (Swasono,
2005:2). Boulding dalam Swasono mengatakan bahwa “ pendekatan yang memperkukuh
konsepsi yang telah dikenal sebagai sosial
optimum yaitu paretion
optimum (optimalitas ala Pareto dan Edeworth),
dimana efesiensi ekonomi mencapai sosial optimum bila tidak seorangpun bisa lagi menjadi lebih beruntung.
Teori
kesejahteraan secara umum dapat diklasifikasi menjadi tiga macam, yaitu
classical utilitarian, neoclassical welfare theory dan new contractarian
approach (Albert dan Hahnel dalam Darussalam 2005:77).Pendekatan classical utillatarial menekankan
bahwa kesenangan (pleasur) atau kepuasan (utility) seseoarang dapat diukur dan bertambah.
Berdasarkan
pada beberapa pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan
seseorang dapat terkait dengan tingkat kepuasan (utility) dan kesenangan (pleasure) yang dapat diraih dalam kehidupannya guna mencapai tingkat
kesejahteraannya yang diinginkan.Maka dibutuhkan suatu prilaku yang dapat
memaksimalkan tingkat kepuasa sesuai dengan sumberdaya yang tersedia.
Kesejahteraan
hidup seseorang dalam realitanya, memiliki banyak indicator keberhasilan yang
dapat diukur.Dalam hal ini Thomas dkk.(2005:15) menyampaikan bahwa
kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah dapat di representasikan dari
tingkat hidup masyarakat ditandai oleh terentaskannya kemiskinan, tingkat
kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan
peningkatan produktivitas masyarakat.Kesemuanya itu merupakan cerminan dari
peningkatan tingkat pendapatan masyarakat golongan menengah kebawah.
Todaro secara
lebih spesifik mengemukakan bahwa fungsi kesejahteraan W (walfare) dengan persamaan sebagai
berikut :
W=W(Y,I,P)
Dimana Y adalah
pendapatan perkaital I adalah ketimpangan, dan P adalah kemiskinan
absolute.Ketiga fariabel ini mempunyai signifikan yang berbeda-beda, dan
selayaknya harus dipertimbangkan secara menyeluruh untuk menilai kesejahteraan
di Negara-negara berkembang.
Berkaitan
dengan fungsi persamaan kesejahteraan diatas, diasumsikan bahwa kesejahteraan
sosial berhubungan positif dengan pendapatan perkapital, namun berhubungan
negative dengan kemiskinan.
Kelompok
sosial terbentuk karena manusia-manusia menggunakan pikiran, perasaan, dan
keinginan-keinginannya dalam memberikan reaksi terhadap lingkungannya.Hal ini
terjadi sebab manusia mempunyai dua keinginan pokok, yaitu keinginan untuk
menjadi satu dengan manusia lainnya dan keinginan untuk menyatu dengan
lingkungannya.
Terbentuknya suatu masyarakat paling tidak syarat-syaratnya terpenuhi sebagai berikut.
1. Terdapat
sekumpulan orang.
2. Berdiam
atau bermukim di suatu wilayah dalam jangka waktu yang relatif lama.
3. Akibat
dari hidup bersama dalam jangka waktu yang lama itu menghasilkan kebudayaan.
UPAYA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
(Studi di Desa Pendem Kecamatan Junrejo Pemerintah Kota Batu)
Pemerintah kota Batu
berasal dari sebagian daerah kabupaten Malang yang terdiri atas kecamatan Batu,
kecamatan Bumiaji dan kecamatan Junrejo. “Undang-undang No 11 tahun 2001
tentang pembentukan kota Batu” secara geografis wilayah kota Batu mempunyai
kedudukan strategis, baik dari segi ekonomi maupun sosial dan budaya, serta
potensi pertanian, industri, perdagangan, dan pariwisata yang ada di kota Batu,
mempunyai prospek yang baik terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat
setempat. Desa Pendem adalah salah dari ketujuh desa yang ada di kecamatan
Junrejo pemerintahan kota Batu, yang terletak 3 Km di sebelah timur dari pusat
pemerintahan kota Batu, dan berjarak 15 Km dari kota Malang. Lokasi desa Pendem
sangat strategis karena desa Pendem adalah pintu masuk dari berbagai wilayah
untuk menuju ke kota Batu. Kondisi ini merupakan potensi yang sangat
menguntungkan karena dekat dengan sarana dan prasarana transportasi utama.
Berbagai upaya untuk meninkatkan kesejahteraan masyarakat telah dilakukan sejak
awal dibentuknya pemerintahan kota Batu. Antara lain melalui pembangunan bidang
fisik maupun non fisik, lalu bagaimana pelaksanaan dari pembangunan tersebut
pada pemerintah tingkat desa seperti yang terjadi pada pemerintahan desa
Pendem, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, serta
bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat yang mencakup 3 kebutuhan dasar
manusia yang meliputi kebutuhan fisik, psikis dan sosial. Jenis atau tipe
penelitian ini adalah deskriptif eksploratif. sedangkan teknik pengumpulan data
yang dipakai adalah Indepth Interview/ wawancara mendalam, dokumentasi dan
observasi. Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sumber data
skunder. Sumber data primer didapat dari hasil wawancara dengan kepala desa,
seketaris desa serta dengan beberapa perwakilan dari toko masyarakat. Sedangkan
sumber data sekunder di dapat dari data-data kepandudukan yang ada pada kantor
desa Pendem, serta beberapa buku-buku referensi penunjang penelitian ini.
Berdasarkan dari hasil penelitian menunjukan bahwa kebutuhan dasar masyarakat
desa pendem yang meliputi kebutuhan fisik, psikis dan sosial dapat terpenuhi
meskipun secara kualitas antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang
lain berbeda.
Pemerintah berupaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pembanguna bidang fisik
dan non fisik. Pembangunan bidang fisik meliputi: 1) Pembuatan Trotoar Jalan
Utama 2) Pembuatan TPS (Tempat Pembuangan Sampah) 3) Pelengsengan Depan Sekolah
4) Penambahan Sarana dan Prasarana Belajar 5) Pengadaan Komputer 6) Pembuatan
Tembok Keliling Lapangan Desa. 7) Bantuan Mesin Bajak Tanah 8) Bantuan Mesin
Pompa Air 9) Pelengsengan Saluran Irigasi Pembangunan bidang non fisik
meliputi: 1) Bidang Sosial 2) Bidang Ekonomi 3) Bidang Budaya 4) Bidang
Ketertiban Desa Dari pelaksanaan program-program tersebut diatas tidak
sepenuhnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, hal ini
dikarenakan tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, sehingga
menghambat dari beberapa pelaksanaan program yang telah dilakukan.
2.
Teori pembentukan Masyakarakat
A. Masyarakat
1.
Pengertian
Masyarakat
Masyarakat (society) diartikan sebagai sekelompok
orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam
kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam
bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu
jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah
komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya,
istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama
dalam satu komunitas yang teratur.
Adapun pengertian
masyarakat menurut para ahli adalah :
b. Max
Weber, Masyarakat
sebagai suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan
nilai-nilai yang dominan pada warganya.
c.
Emile Durkheim, Masyarakat
adalah suatu kenyataan objektif
individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.
individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.
d.
Karl Marx, Masyarakat
adalah suatu struktur yang menderita ketegangan organisasi ataupun perkembangan
karena adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terpecah-pecah secara
ekonomis.
2.
Proses
Terbentuknya Masyarakat
Untuk menganalisa secara
ilmiah tentang proses terbenruknya masyarakat sekaligus problem-problem yang
ada sebagai proses-proses yang sedang berjalan atau bergeser, kita memerlukan beberapa konsep. Konsep-konsep tersebut
sangat perlu untuk menganalisa proses terbentuk dan tergesernya masyarakat dan
kebudayaan serta dalam sebuah penelitian antropologi dan sosiologi yang disebut
dinamik sosial (social dynamic), yaitu :
a.
Proses Belajar Kebudayaan Sendiri
1)Proses
Internalisasi. Manusia mempunyai bakat
tersendiri dalam gen-nya untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat,
nafsu, serta emosi kepribadiannya. Tetapi wujud dari kepribadiannya itu sangat
dipengaruhi oleh berbagai macam stimulasi yang ada di sekitar alam dan
lingkungan sosial dan budayanya. Maka proses internalisasi yang dimaksud adalah proses panjang
sejak seorang individu dilahirkan sampai ia hampir meninggal, dimana ia belajar
menanamkan dalam kepribadiannya segala hasrat, perasaan, nafsu, serta emosi
yang diperlukan sepanjang hidupnya.
2)Proses
Sosialisasi. Proses ini bersangkutan dengan
proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial. Dalam proses itu
seorang individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola
tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu di sekililingnya.
3)Proses
Enkulturasi. Dalam proses ini seorang individu
mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat,
sistem norma, serta peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Kata
enkulturasi dalam bahas Indonesia juga berarti “pembudayaan”.
b.
Proses Evolusi Sosial
Proses evolusi dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat
dianalisa oleh seorang peneliti seolah-olah dari dekat secara detail
(microscopic), atau dapat juga dipandang dari jauh hanya dengan memperhatikan
perubahan-perubahan yang besar saja (macroscopic). Proses evolusi sosial budaya
yang dianalisa secara detail akan membuka mata seorang peneliti untuk berbagai
macam proses perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat di dunia.
c.
Proses Difusi
Penyebaran Manusia. Ilmu Paleoantropologi memperkirakan
bahwa manusia terjadi di daerah Sabana tropikal di Afrika Timur, dan sekarang
makhluk itu sudah menduduki hampir seluruh permukaan bumi ini. Hal ini dapat
diterangkan dengan dengan adanya proses pembiakan dan gerka penyebaran atau
migrasi-migrasi yang disertai dengan proses adpatsi fisik dan sosial budaya.
d.
Akulturasi dan Pembauran atau Asimilasi
Akulturasi adalahProses sosial yang timbul bila suatu
kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur
dari suatu kebudayaan asing dengan demikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan
asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri
tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Asimilasi adalah Proses sosial yang timbul bila ada
golongan-golongan manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda-beda. Kemudian
saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga
kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan
juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur
kebudayaan yang campuran.
e.
Pembauran atau Inovasi
Inovasi adalah suatu proses pembaruan dari penggunaan
sumber-sumber alam, energi dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan
penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem produksi,
dan dibuatnya produk-produk baru. Proses inovasi sangat erat kaitannya dengan
teknologi dan ekonomi. Dalam suatu penemuan baru biasanya membutuhkan proses
sosial yang panjang dan melalui dua tahap khusus yaitu discovery dan invention.
3.
Ciri-Ciri
Masyarakat
Ciri-ciri suatu
masyarakat pada umumnya sebagai berikut:
a.
Manusia yang hidup bersama sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang.
b.
Bergaul dalam waktu cukup lama. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbul sistem
komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antarmanusia.
c.Sadar
bahwa mereka merupakan satu kesatuan.
d.Merupakan
suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan
karena mereka merasa dirinya terkait satu dengan yang lainnya.
4.
Golongan
Masyarakat
a.
Masyarakat Tradisional
Masyarakat
tradisional adalah masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai oleh adat
istiadat lama. Jadi, masyarakat tradisional di dalam melangsungkan kehidupannya
berdasarkan pada cara-cara atau kebiasaan-kebiasaan lama yang masih diwarisi
dari nenek moyangnya. Kehidupan mereka belum terlalu dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan yang berasal dari luar lingkungan sosialnya. Masyarakat ini
dapat juga disebut masyarakat pedesaan atau masyarakat desa. Masyarakat desa
adalah sekelompok orang yang hidup bersama, bekerja sama, dan berhubungan erat
secara tahan lama, dengan sifat-sifat yang hampir seragam.
b.
Masyarakat Modern
Masyarakat
modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai
budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban dunia masa kini.
Perubahan-Perubahan itu terjadi sebagai akibat masuknya pengaruh kebudayaan
dari luar yang membawa kemajuan terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi seimbang dengan
kemajuan di bidang lainnya seperti ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya.
Bagi negara-negara sedang berkembang seperti halnya Indonesia. Pada umumnya
masyarakat modern ini disebut juga masyarakat perkotaan atau masyarakat kota.
c.
Masyarakat Transisi
Masyarakat
transisi ialah masyarakat yang mengalami perubahan dari suattu masyarakat ke
masyarakat yang lainnya. Misalnya masyarakat pedesaan yang mengalami transisi
ke arah kebiasaan kota, yaitu pergeseran tenaga kerja dari pertanian, dan mulai
masuk ke sektor industri.
Ciri-ciri
masyarakat transisi adalah : adanya pergeseran dalam bidang pekerjaan, adanya pergeseran pada tingkat pendidikan, mengalami perubahan ke arah kemajuan, masyarakat sudah mulai terbuka dengan perubahan dan
kemajuan zaman, tingkat mobilitas masyarakat tinggi
dan biasanya terjadi pada masyarakat yang sudah memiliki akses
ke kota misalnya jalan raya.
B. Unsur Masyarakat
1.
Golongan
Sosial
a.
Timbulnya Golongan Sosial
Golongan sosial dalam masyarakat dapat terjadi dengan
sendirinya sebagai hasil proses pertumbuhan masyarakat. Faktor penyebabnya
antara lain: kemampuan/kepandaian, umur, jenis kelamin, sifat keaslian,
keanggotaan masyarakat dan lain-lain. Faktor penentu dari setiap masyarakat
berbeda-beda, misalnya pada masyarakat berburu faktor penentunya adalah
kepandaian berburu.
b.
Pengertian Golongan Sosial
Pitirim A. Sorokin menggunakan istilah pelapisan sosial
yaitu pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat/hierarkhis. Perwujudannya dikenal dengan adanya kelas sosial tinggi
(upper class) contohnya: pejabat, penguasa, dan pengusaha; kelas sosial menengah
(midle class) contohnya: dosen, pegawai negeri, pengusaha kecil dan menengah;
kelas sosial rendah (lower class) contohnya: buruh, petani, dan pedagang kecil.
c.
Dasar-Dasar Pembentukan Golongan Sosial
Menurut
Soerjono Soekanto, kriteria yang dipergunakan sebagai ukuran dalam
menggolongkan masyarakat ke dalam golongan sosial/pelapisan sosial adalah:
1)
Ukuran Kekayaan
2)
Unsur kekuasaan atau wewenang
3)
Ukuran Ilmu Pengetahuan
4)
Unsur kehormatan (keturunan)
d.
Karakteristik Golongan Sosial
Beberapa karakteristik golongan sosial/pelapisan sosial
yang terjadi di dalam suatu masyarakat adalah :
1)
Adanya perbedaan status dan peranan
2)
Adanya pola interaksi yang berbeda
3)
Adanya distribusi hak dan kewajiban
4)
Adanya penggolongan yang melibatkan kelompok
5)
Adanya prestise dan penghargaan
6)
Adanya penggoongan yang bersifat universal
e.
Pembagian Golongan dalam Masyarakat
Berdasarkan karakteristik golongan sosial di atas, maka terdapat
beberapa pembagian golongan sosial sebagai
berikut :
1)Sistem Golongan Sosial dalam Masyarakat Pertanian
(Agraris), di dasarkan pada hak dan pola kepemilikan tanah, terbagi menjadi:
-Golongan Atas : para pemilik tanah pertanian dan pekarang
untuk rumah tinggal (penduduk inti).
-Golongan Menengah: para pemilik tanah pekarangan dan
rumah tapi tidak memiliki tanah pertanian (kuli gendul).
-Golongan Bawah : orang yang tidak memiliki rumah atau
pekarangan (inding ngisor).
2)Sistem Golongan Sosial pada Masyarakat Feodal, di dasarkan pada hubungan
kekerabatan dengan raja/kepala pemerintahan,
terbagi menjadi:
- Golongan Atas : kaum kerabat raja atau bangsawan.
- Golongan Menegah : rakyat biasa (kawula).
3)Sistem Golongan Sosial dalam Masyarakat Industri, meliputi
:
-Golongan teratas terdiri para pengusaha besar atau
pemilik modal, direktur, komisaris.
-Golongan menengah atau madya terdiri dari tenaga ahli dan
karyawan.
-Golongan bawah seperti buruh kasar, pekerja setengah
terampil, pekerja sektor informal (pembantu).
f.
Sifat Sistem Penggolongan Sosial
Klasifikasi
dari sifat sistem penggolongan sosial, meliputi :
1)Sistem lapisan tertutup: sistem yang tidak memungkinkan
seseorang pindah ke golongan/lapisan sosial lain..
2)Sistem lapisan terbuka: sistem yang memungkinkan
seseorang pindah / naik ke golongan sosial atasnya.
3)Sistem campuran: sistem kombinasi antara terbuka dan
tertutup.
g.
Fungsi Golongan Sosial
Golongan sosial
memiliki fungsi-fungsi berikut ini:
1)Distribusi hak istimewa yang obyektif seperti
penghasilan, kekayaan.
2)Sistem pertanggaan pada strata/tingkat yang diciptakan masyarakat menyangkut
prestise dan penghargaan.
3)Penentu simbol status/kedudukan seperti cara berpakaian,
tingkah laku.
4)Alat solidaritas di antara individu/kelompok yang
menduduki sistem sosial yang sama dalam masyarakat.
2.
Kategori
Sosial
a.
Pengertian Kategori Sosial
Menurut Koentjaraningrat, kategori
sosial adalah kesatuan manusia yang terwujud karena adanya suatu ciri-ciri
obyektif yang dikenakan pada manusia-manusia tersebut. Dalam kategori sosial
tidak terikat oleh unsur adat istiadat, sistem norma, sistem nilai tertentu,
tidak memiliki identitas, tidak memiliki lokasi, tidak mempunyai
organisasi, dan tidak memiliki pemimpin.
3.
Kelompok
Sosial
a.
Pengertian Kelompok Sosial
Kelompok
sosial (social group) adalah himpunan/kesatuan-kesatuan manusia yang
hidup bersama, terdapat hubungan timbal balik, saling memengaruhi sehingga
timbul suatu kesadaran untuk saling menolong di antara mereka.
Kesatuan
manusia yang hidup bersama disebut kelompok sosial harus memenuhi kriteria :
1)Adanya
kesadaran setiap kelompok bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok
tersebut.
2)Terdapat
hubungan timbal balik (interaksi) antar anggota kelompok
3)Memiliki
struktur, kaidah, dan pola perilaku tertentu.Memiliki suatu sistem dan proses tertentu.
4)Adanya faktor pengikat yang dimiliki anggota-anggota
kelompok, seperti persamaan nasib, kepentingan tujuan, ideologi politik dan
lain-lain.
b.
Jenis-Jenis Kelompok Sosial
Jenis-jenis
kelompok sosial dalam masyarakat dapat dikelompokkan menjadi
:
1)Berdasarkan Identifikasi Diri, dikenal adanya in group
dan out group. In group adalah kelompok sosial yang dijadikan tempat
oleh individu untuk mengidentifikasi dirinya. In group sering dikaitkan dengan
istilah “kami atau kita” dan pada umumnya didasarkan pada faktor simpati dan
perasaan dekat dengan anggota kelompoknya. “Kami anggota kelompoknya”. Sedangkan Out
group adalah kelompok sosial yang oleh individu diartikan sebagai lawan
in group-nya. Out group sering dihubungkan dengan istilah”mereka”. Sikap out
group ditandai oleh suatu sikap antipati.
2)Berdasarkan hubungan kedekatan anggota, teridentifikasi
adanya kelompok primer (primary group). Menurut Charles Horton Cooley kelompok
primer/primary group adalah kelompok sosial yang paling sederhana, anggotanya
saling mengenal, serta terdapat kerjasama yang erat dan bersifat pribadi,
interaksi sosial berlangsung secara tatap muka (face to face), Contohnya:
keluarga, kelompok bermain, klik/clique.
3)Berdasarkan hubungan familistik (sifat kekeluargaan),
dikenal adanya paguyuban (Gemeinschaft). Ferdinand Tonnies mengataakan bahwa paguyuban
(gemeinscaft) adalah bentuk kehidupan hubungan batin yang murni terikat oleh
hubungan batin yang kekal berdasarkan rasa cinta dan rasa persatuan batin.
Contohnya: kelompok kekerabatan, rukun tetangga/RT.
4)Berdasarkan sifat organisasi, terdapat informal
group. Informal group adalah kelompok yang tidak memiliki struktur/organisasi
tertentu, kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk berdasarkan pertemuan
yang berulangkali. Contohnya: kelompok arisan, kelompok belajar, klik/clique.
5)Berdasarkan keanggotaan, terdapat adanya kelompok membership
group dan reference group. Kelompok
membership adalah kelompok yang para anggotanya tercatat secara fisik sebagai
anggota. Contohnya: peserta asuransi nasabah bank, anggota OSIS, anggota PGRI. Sedangkan kelompok
reference/kelompok rujukan atau acuan adalah kelompok sosial yang dijadikan
rujukan/acuan oleh individu-individu yang tidak tercatat dalam anggota kelompok
tersebut untuk membentuk kepribadiannya dalam berperilaku. Contohnya; seseorang
yang gagal menjadi mahasiswa UI tetapi ia tetap bertingkah laku seperti
mahasiswa UI.
4.
Perkumpulan
(Asosiasi)
a.
Pengertian Perkumpulan
Perkumpulan atau asosiasi adalah kesatuan manusia yang
dibentuk secara sadar untuk tujuan-tujuan khusus. Terbentuknya perkumpulan
dilandasi oleh kesamaan minat, tujuan, kepentingan, pendidikan, keahlian
profesi, atau agama. Perkumpulan merupakan suatu organisasi buatan yang
bersifat formal, dengan jumlah anggota relatif terbatas, memiliki
kepentingan-kepentingan tertentu, hubungan antar anggota tidak bersifat
pribadi, memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
b.
Bentuk-Bentuk Perkumpulan
Bentuk-bentuk
perkumpulan dalam masyarakat adalah :
1)Berdasarkan sifat hubungan anggotanya, terbentuk kelompok
sekunder (secondary group).
Kelompok sekunder adalah suatu
perkumpulan yang terdiri dari banyak orang dengan bentuk hubungan tidak
bersifat pribadi dan bersifat sementara. Contohnya: negara, bangsa dan suku.
2)Berdasarkan sifat organisasi, terbentuk organisasi formal
(formal group) yaitu kesatuan manusia yang tergabung dalam sebuah
organisasi yang memiliki peraturan tegas yang sengaja diciptakan oleh
anggotanya untuk mengatur hubungan antar sesama. Contohnya: perkumpulan
mahasiswa, perkumpulan organisasi massa, instansi pemerintah, dan sebagainya.
3)Berdasarkan pola hubungan yang diciptakan para
anggotanya, terbentuk kelompok patembayan (gesellschaft). Kelompok patembayan merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok, biasanya
untuk jangka waktu pendek, dan terdapat dalam hubungan perjanjian berdasarkan
ikatan timbal balik (kontrak). Misalnya: ikatan karyawan dan majikan dalam
organisasi suatu pabrik.
4)Berdasarkan prinsip guna/fungsinya, terdapat
perkumpulan atas dasar ekonomi. Contohnya: perkumpulan pedagang, koperasi, suatu perseroan
suatu perusahaan dan sebagainya.
5)Berdasarkan keperluan, terdapat
banyak perkumpulan contohnya seperti perkumpulan untuk memajukan pendidikan maka dibentuk yayasan
pendidikan, suatu perkumpulan pemberantasan buta huruf.
6)Perkumpulan untuk memajukan ilmu pengetahuan atau
organisasi profesi, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Insinyur
Indonesia (PII), Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial (HISPI), Ikatan
Akuntansi Indonesia (IAI), dan sebagainya.
7)Berdasarkan aktivitas keagamaan, terdapat banyak perkumpulan, contohnya seperti organisasi penyiar agama, kelompok
pengajian, organisasi gereja, gerakan kebatinan, dan sebagainya.
8)Berdasarkan aktivitas politik, terdapat banyak perkumpulan, contohnya seperti Parpol, kelompok kepentingan/penekan, dan sebagainya.
9)Berdasarkan kepentingan memajukan olah raga, terdapat banyak perkumpulan, contohnya: PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia),
PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia).
C. Kriteria Masyarakat
Menurut
Marion Levy diperlukan empat kriteria yang harus dipenuhi agar sekumpulan manusia bisa dikatakan / disebut sebagai masyarakat,
yaitu :
1. Ada sistem tindakan
utama.
2. Saling setia pada
sistem tindakan utama.
3. Mampu bertahan lebih
dari masa hidup seorang anggota.
4. Sebagian atan seluruh
anggota baru didapat dari kelahiran / reproduksi manusia.
Masyarakat adalah suatu perwujudan kehidupan
bersama manusia. Dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses
antar hubungan dan antar aksi. Dengan demikian masyarakat dapat diartikan
sebagai wadah atau medan tempat berlangsungnya antar aksi warga masyarakat itu.
Untuk mengerti bentuk dan sifat masyarakat dalam mekanismenya ada ilmu
masyarakat (sosiologi) agar lebih baik apabila ia mengenal “masyarakat” dimana
ia menjadi bagian daripadanya, karena tiap-tiap pribadi tidak saja menjadi
warga masyarakat secara pasif.
Prof.
Robert W. Richey dalam bukunya : “Planning for Teaching an Introduction to
Education” membuat batasan masyarakat. Istilah masyarakat dapat diartikan
sebagai suatu kelompok manusia yang hidup bersama di suatu wilayah dengan tata
cara berpikir dan bertindak yang relatif. Berdasarkan pengertian ini, maka
pengertian masyarakat (relatif) luas wilayahnya, dan meliputi (relatif) banyak
anggota atau warganya. Oleh karena jumlahnya yang relatif besar, akan terjadi
pula “masyarakat” di dalam masyarakat tersebut. Ada bermacam-macam faktor yang
menyebabkan terbentuknya “masyarakat” dimaksud. Terjadilah pembedaan-pembedaan
yang dikenal dengan istilah “masyarakat kota”, “masyarakat desa”, “masyarakat
pendalaman”, ada pula “masyarakat atas”, “masyarakat bawah”, dan sebagainya.
Dengan pembedaan seperti ini, secara implisit dapat dimengerti apa dasar daripada penamaan atau penggolongan itu. Kota besar misalnya, yang warganya jauh lebih banyak jumlahnya daripada di desa, antar warga masyarakat dan lebih banyak variasinya. Dengan kata lain, disana lebih heterogen. Kenyataan menunjukkan bahwa di kota-kota besar hidup manusia dari segala tingkat. Dari pejabat-pejabat tinggi negara, pengusaha-pengusaha besar, kaum cerdik pandai, sampai buruh-buruh kecil. Jarak sosial diantara mereka sedemikian rupa, sehingga terbentuklah apa yang dikenal sebagai kelas sosial.
Dengan pembedaan seperti ini, secara implisit dapat dimengerti apa dasar daripada penamaan atau penggolongan itu. Kota besar misalnya, yang warganya jauh lebih banyak jumlahnya daripada di desa, antar warga masyarakat dan lebih banyak variasinya. Dengan kata lain, disana lebih heterogen. Kenyataan menunjukkan bahwa di kota-kota besar hidup manusia dari segala tingkat. Dari pejabat-pejabat tinggi negara, pengusaha-pengusaha besar, kaum cerdik pandai, sampai buruh-buruh kecil. Jarak sosial diantara mereka sedemikian rupa, sehingga terbentuklah apa yang dikenal sebagai kelas sosial.
Secara umum kelas sosial di
dalam masyarakat ini terbagi atas : kelas atas (upper class), kelas menengah
(middle class) dan kelas bawah (lower class). Sejarah perkembangan masyarakat
adalah sejarah adanya manusia dan peradaban. Jadi, manusia adalah subyek di
dalam masyarakat dan masyarakat pasti dihubungkan dengan fungsi dan kedudukan
manusia di dalam masyarakat. Teori-teori tentang hakikat masyarakat yang
berkembang dan dianut dunia pada umumnya adalah
Sejarah perkembangan masyarakat adalah sejarah adanya manusia dan peradaban. Jadi, manusia adalah subyek di dalam masyarakat dan masyarakat pasti dihubungkan dengan fungsi dan kedudukan manusia di dalam masyarakat.
Sejarah perkembangan masyarakat adalah sejarah adanya manusia dan peradaban. Jadi, manusia adalah subyek di dalam masyarakat dan masyarakat pasti dihubungkan dengan fungsi dan kedudukan manusia di dalam masyarakat.
Teori-teori tentang hakikat masyarakat yang
berkembang dan dianut dunia pada umumnya adalah
1. Teori Atomistic
Pada periode masyarakat sebelum terbentuknya negara seperti yang kita kenal sekarang (pre social state) manusia sebagai pribadi adalah bebas dan independen. Dengan demikian masyarakat dibentuk atas dasar kehendak bersama, untuk tujuan bersama para individu, yang kemudian menjadi warga masyarakat itu.
Pribadi manusia sebagai individu memiliki kebebasan, kemerdekaan dan persamaan diantara manusia lainnya. Karena didorong oleh kesadaran tertentu, mereka secara sukarela membentuk masyarakat, dan masyarakat dalam bentuknya yang formal ialah negara. Oleh sebab itu masyarakat adalah perwujudan kontrak sosial, perjanjian bersama warga masyarakat itu. Berdasarkan asas pandangan atomisme ini penghargaan kepada pribadi manusia adalah prinsip utama. Artinya setiap praktek tentang kehidupan di dalam masyarakat selalu diarahkan bagi pembianaan hak-hak asasi manusia, demi martabat manusia.
2. Teori Organisme
Pada dasarnya setiap individu dilahirkan dan berkembang di dalam masyarakat. Manusia lahir dalam wujud yang serba lemah, lahir dan bathin. Keadaannya dan perkembangannya amat tergantung (dependent) kepada orang lain, minimal kepada keluarganya. Kenyataan ini tidak hanya pada masa bayi dan masa kanak-kanak, bahkan di dalam perkembangan menuju kedewasaan seseorang individu masih memerlukan bantuan orang lain. Misalnya dalam penyesuaian kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu manusia saling membutuhkan sesamanya demi kelanjutan hidup dan kesejahteraannya.
Prinsip pelaksanaan pola-pola kehidupan di dalam masyarakat menurut teori organisme ialah :
a. Bahwa kekuasaan dan kehendak masyarakat sebagai lembaga di atas hak, kepentingan, keinginan, cita-cita dan kekuasaan individu.
b. Lembaga masyarakat yang meliputi seluruh bangsa, secara nasional, bersifat totalitas, pendidikan berfungsi mewujudkan warga negara yang ideal, dan bukan manusia sebagai individu yang ideal.
3. Teori Integralistik
Menurut teori ini meskipun masyarakat sebagai satu lembaga yang mencerminkan kebersamaan sebagai satu totalitas, namun tidak dapat diingkari realita manusia sebagai pribadi. Sebaliknya manusia sebagai pribadi selalu ada dan hidup di dalam kebersamaan di dalam masyarakat. Jelas bahwa pribadi manusia adalah suatu realita di dalam masyarakat, seperti halnya masyarakat pun adalah realita diantara bangsa-bangsa di dunia ini dan komplementatif. Masyarakat ada karena terdiri dari pada individu-individu warga masyarakat. Dan pribadi manusia, individu-individu dalam masyarakat itu berkembang dan dipengaruhi oleh masyarakat.
Perwujudan masyarakat sebagai lembaga kehidupan sosial tiada bedanya dengan kehidupan suatu keluarga. Tiap-tiap anggota keluarga adalah warga yang sadar tentang status dirinya di dalam keluarga itu, sebagaimana ia menyadari tanggung jawab dan kewajibannya atas integritas keluarga tersebut. Sewajarnya tidak bertentangan dengan kepentingan dan terutama kehormatan dan martabat keluarga. Bahkan kehormatan keluarga adalah kehormatan anggota keluarga, demikian pula sebaliknya.
Pelaksanaan asas-asas menurut teori integralistik yang dapat penulis samakan dengan teori kekeluargaan adalah berdasarkan keseimbangan antara hak-hak (asasi) dan kewajiban-kewajiban (asasi). Praktek tata kehidupan sosial berdasarkan kesadaran nilai-nilai, norma-norma sosial yang berlaku dan dijunjung bersama baik oleh individu sebagai pribadi, maupun oleh masyarakat sebagai lembaga. Kepentingan dan tujuan hidup individu meskipun amat bersifat pribadi, tak dapat dipertentangkan dengan kepentingan dan tujuan sosial. Sebab tiap individu menyadari hak dan kewajibannya masing-masing. Ini berarti bahwa kebebasan (kemerdekaan) dan hak-hak individu dengan sendirinya dibatasi oleh kemerdekaan dan hak-hak individu lain di dalam masyarakat. Kesadaran atas nilai-nilai asasi demikian berarti merupakan dasar bagi tiap individu untuk melaksanakan fungsi sosialnya secara maksimal.
Kesadaran atas hak-hak asasi dan kewajiban dalam antar hubungan manusia sudah pasti berdasarkan nilai-nilai sosial yang berlaku berdasarkan norma-norma nilai tertentu. Nilai-nilai itulah sebagai asas normatif. Asas normatif merupakan dasar terwujudnya harmonis di dalam masyarakat. Tetapi, pelaksanaan asas normatif ini sudah tentu berbeda dengan yang berlaku di dalam masyarakat yang berlatar belakang pandangan filosofis atomisme atau organisme. Dalam masyarakat menurut teori integralistik, asas kekeluargaan menjadi prinsip kehidupan bersama demi kesejahteraan bersama, baik individu maupun keseluruhan. Walaupun pada hakekatnya yang diutamakan adalah keseluruhan warga masyarakat, namun pandangan integralistik tak mengabaikan individu. Karena realitas yang wajar ialah menghormati pribadi sama dengan menghormati keseluruhan masyarakat sebagai satu totalitas.
1. Teori Atomistic
Pada periode masyarakat sebelum terbentuknya negara seperti yang kita kenal sekarang (pre social state) manusia sebagai pribadi adalah bebas dan independen. Dengan demikian masyarakat dibentuk atas dasar kehendak bersama, untuk tujuan bersama para individu, yang kemudian menjadi warga masyarakat itu.
Pribadi manusia sebagai individu memiliki kebebasan, kemerdekaan dan persamaan diantara manusia lainnya. Karena didorong oleh kesadaran tertentu, mereka secara sukarela membentuk masyarakat, dan masyarakat dalam bentuknya yang formal ialah negara. Oleh sebab itu masyarakat adalah perwujudan kontrak sosial, perjanjian bersama warga masyarakat itu. Berdasarkan asas pandangan atomisme ini penghargaan kepada pribadi manusia adalah prinsip utama. Artinya setiap praktek tentang kehidupan di dalam masyarakat selalu diarahkan bagi pembianaan hak-hak asasi manusia, demi martabat manusia.
2. Teori Organisme
Pada dasarnya setiap individu dilahirkan dan berkembang di dalam masyarakat. Manusia lahir dalam wujud yang serba lemah, lahir dan bathin. Keadaannya dan perkembangannya amat tergantung (dependent) kepada orang lain, minimal kepada keluarganya. Kenyataan ini tidak hanya pada masa bayi dan masa kanak-kanak, bahkan di dalam perkembangan menuju kedewasaan seseorang individu masih memerlukan bantuan orang lain. Misalnya dalam penyesuaian kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu manusia saling membutuhkan sesamanya demi kelanjutan hidup dan kesejahteraannya.
Prinsip pelaksanaan pola-pola kehidupan di dalam masyarakat menurut teori organisme ialah :
a. Bahwa kekuasaan dan kehendak masyarakat sebagai lembaga di atas hak, kepentingan, keinginan, cita-cita dan kekuasaan individu.
b. Lembaga masyarakat yang meliputi seluruh bangsa, secara nasional, bersifat totalitas, pendidikan berfungsi mewujudkan warga negara yang ideal, dan bukan manusia sebagai individu yang ideal.
3. Teori Integralistik
Menurut teori ini meskipun masyarakat sebagai satu lembaga yang mencerminkan kebersamaan sebagai satu totalitas, namun tidak dapat diingkari realita manusia sebagai pribadi. Sebaliknya manusia sebagai pribadi selalu ada dan hidup di dalam kebersamaan di dalam masyarakat. Jelas bahwa pribadi manusia adalah suatu realita di dalam masyarakat, seperti halnya masyarakat pun adalah realita diantara bangsa-bangsa di dunia ini dan komplementatif. Masyarakat ada karena terdiri dari pada individu-individu warga masyarakat. Dan pribadi manusia, individu-individu dalam masyarakat itu berkembang dan dipengaruhi oleh masyarakat.
Perwujudan masyarakat sebagai lembaga kehidupan sosial tiada bedanya dengan kehidupan suatu keluarga. Tiap-tiap anggota keluarga adalah warga yang sadar tentang status dirinya di dalam keluarga itu, sebagaimana ia menyadari tanggung jawab dan kewajibannya atas integritas keluarga tersebut. Sewajarnya tidak bertentangan dengan kepentingan dan terutama kehormatan dan martabat keluarga. Bahkan kehormatan keluarga adalah kehormatan anggota keluarga, demikian pula sebaliknya.
Pelaksanaan asas-asas menurut teori integralistik yang dapat penulis samakan dengan teori kekeluargaan adalah berdasarkan keseimbangan antara hak-hak (asasi) dan kewajiban-kewajiban (asasi). Praktek tata kehidupan sosial berdasarkan kesadaran nilai-nilai, norma-norma sosial yang berlaku dan dijunjung bersama baik oleh individu sebagai pribadi, maupun oleh masyarakat sebagai lembaga. Kepentingan dan tujuan hidup individu meskipun amat bersifat pribadi, tak dapat dipertentangkan dengan kepentingan dan tujuan sosial. Sebab tiap individu menyadari hak dan kewajibannya masing-masing. Ini berarti bahwa kebebasan (kemerdekaan) dan hak-hak individu dengan sendirinya dibatasi oleh kemerdekaan dan hak-hak individu lain di dalam masyarakat. Kesadaran atas nilai-nilai asasi demikian berarti merupakan dasar bagi tiap individu untuk melaksanakan fungsi sosialnya secara maksimal.
Kesadaran atas hak-hak asasi dan kewajiban dalam antar hubungan manusia sudah pasti berdasarkan nilai-nilai sosial yang berlaku berdasarkan norma-norma nilai tertentu. Nilai-nilai itulah sebagai asas normatif. Asas normatif merupakan dasar terwujudnya harmonis di dalam masyarakat. Tetapi, pelaksanaan asas normatif ini sudah tentu berbeda dengan yang berlaku di dalam masyarakat yang berlatar belakang pandangan filosofis atomisme atau organisme. Dalam masyarakat menurut teori integralistik, asas kekeluargaan menjadi prinsip kehidupan bersama demi kesejahteraan bersama, baik individu maupun keseluruhan. Walaupun pada hakekatnya yang diutamakan adalah keseluruhan warga masyarakat, namun pandangan integralistik tak mengabaikan individu. Karena realitas yang wajar ialah menghormati pribadi sama dengan menghormati keseluruhan masyarakat sebagai satu totalitas.
3. TEORI
KEMANDIRIAN
Pengertian kemandirian dapat
dijelaskan secara terminology kata maupun oleh beberapa ahli. Kata kemandirian
berasal dari kata dasar diri yang mendapatkan awalan “-ke” dan akhiran “–an”
yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian
berasal dari kata dasar diri, pembaha san mengenai kemandirian tidak dapat
dilepaskan dari pembahasan mengenai perkembangan diri itu sendiri, yang dalam
konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self (Brammer dan Shostrom, dalam Ali
& Asrori, 2004) karena diri itu merupakan inti dari kemandirian.
Senada dengan definisi diatas,
Lamman (1998) menyatakan bahwa kemandirian merupakan suatu kemampuan individu
untuk mengatur dirinya sendiri dan tidak tergantung kepada orang lain. Sutari
Imam Barnadib (dalam Mu’tadin, 2002) juga menyatakan bahwa kemandirian meliputi
perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa
percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.
Untuk dapat mandiri seseorang membutuhkan
kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluar ga serta lingkungan di
sekitarnya, agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Pada saat ini peran
orang tua dan respon dari lingkungan sangat diperlukan bagi anak sebagai
”penguat” untuk setiap perilaku yang telah dilakukannya. Hal ini sejalan dengan
apa yang dikatakan Reber (1985) bahwa:
“Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana seseorang secara
relative bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain”.
Dengan otonomi tersebut seorang remaja diharapkan akan lebih bertanggungjaw
abterhadap dirinya sendiri.
Berdasarkan beberapa pengertian di
atas maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk
mengontrol perilakunya dan menyelesaikan masalahnya secara bebas, bertanggung
jawab, percaya diri dan penuh inisiatif serta dapat memperkecil
ketergantungannya pada orang lain.
Para ahli psikologi menggunakan dua
istilah yang berkaitan dengan kemandirian yaitu independence dan autonomy
(Steinberg, dalam Hendriyani 2005). Seiring dengan pertambahan usia seseorang
maka terjadilah perubahan pada tugas perkembangannya. Begitu pula perubahan
dalam penggunaan istilah-istilah yang menunjukan kemandirian.Istilah
independence dan autonomy sering dipertukarkan (interchangeable) sesuai dengan
penggunaan konsep kedua istilah tersebut (Steinberg, 1993). Istilah tersebut
memiliki arti yang sama yakni kemandirian, tetapi secara konseptual kedua
istilah tersebut berbeda.
Secara bahasa independence berarti
kemerdekaan atau kebebasan (Echols, 1996). Sedangkan secara konseptual
sebagaimana dikemukakan Steinberg (1993) bahwa independence generally refers to
individual capacity to behave on their own. Pernyataan tersebut menegaskan
bahwa independence menunjukan pada kapasitas seseorang untuk memperlakukan
dirinya sendiri. Seseorang yang sudah memiliki independence akan mampu
melakukan sendiri aktivitas dalam kehidupan tanpa adanya pengaruh pengawasan
orang lain terutama orang tua. Misalnya, ketika anak hendak pergi ke sekolah, ia
akan memakai baju seragam sekolah dengan sendirinya tanpa harus dibantu orang
tua untuk memakaikannya. Kemandirian yang mengarah pada konsep independece ini
merupakan bagian dari perkembangan autonomy selama masa remaja, namun autonomy
mencakup dimensi yang lebih luas lagi yaitu dimensi emosional, behavioral dan
nilai (Steinberg, 1993).
Ryan
& Lynch (Hendriyani, 2005) berpendapat bahwa “autonomy is an ability to
regulate one’s behavior, to select and guide one’s decision and action, without
undue control from parent or dependence on parent”.
Kemandirian
adalah kemampuan dalam mengatur tingkah laku, menyeleksi dan membimbing
keputusan dan perilakunya tersebut tanpa ada paksaan serta pengontrolan dari
orang tua atau pengawasaan orang tua.Kemampuan tersebut berarti individu mampu
mengelola potensi yang dimilikinya dan siap menerima konsekuensi dari keputusan
yang diambil.Dinyatakan pula oleh Kartadinata (Hendriyani, 2005) bahwa
kemandirian sebagai kekuatan motivasional dalam diri individu untuk mengambil
keputusan dan menerima tanggung jawab atas konsekuensi keputusan itu.
Pernyataan
tersebut dikuatkan oleh Siahaan (Ningsih, 2005) yang menjelaskan bahwa
kemandirian adalah kemampuan untuk berdiri sendiri atau menggali
potensi-potensi yang ada pada dirinya, agar tidak tergantung pada orang lain,
baik dalam merumuskan kebutuhan-kebutuhannya, maupun dalam mengatasi kesulitan
dan tantangan yang dihadapinya serta bertanggung jawab dan berdiri sendiri.
Dikemukakan pula oleh Conell (Hendriyani, 2005) bahwa “autonomy is experience
of choice in the intuition, maintenance and regulation of behaviour and the
experience of connectedness between one’s action and personal goa ls and
values”.
Dengan
adanya kesempatan untuk mengawali, menseleksi, menjaga dan mengatur tingkah laku,
menunjukan adanya suatu kebebasan pada setiap individu yang mandiri untuk
menentukan sendiri perilaku yang hendak ia tampilkan, menentukan langkah
hidupnya, tujuan hidupnya dan nilai-nilai yang akan dianut serta diyakininya.
Lerner (Budiman, 2006) memberikan konsep mengenai kemandirian, yaitu mencakup
kebebasan untuk bertindak, tidak bergantung kepada orang lain, tidak
terpengaruh lingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri.
Konsep yang diberikan oleh Lerner ini hampir
senada dengan yang diajukan Watson dan Lindgren (Budiman, 2006) bahwa
kemandirian ialah kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan,
gigih dalam usaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang
lain. Dengan kata lain kemandirian tersebut merupakan kemampuan dalam mengelola
diri sehigga ia mampu mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki dalam berusaha
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dinyatakan
pula oleh Steinberg (1993) bahwa kemandirian adalah kemampuan individu dalam
mengelola dirinya sendiri.Individu yang mandiri menurut Steinberg adalah
individu yang mampu mengelola dirinya sendiri. Steinberg (1993) mengemukakan
ada tiga aspek kemandirian yaitu :
1. Emotional autonomy, mengacu
kepada tidak melihat orang dewasa sebagai orang yang serba tahu, tidak bergantung
pada orang dewasa, individuated dengan pertimbangan sendiri
2. Behavioral autonomy, perubahan
kedekatan emosional; yakni mampu membuat keputusan berdasarkan pertimbangan
sendiri, mencapai keputusan yang bebas, berfikir semakin abstrak
3. Value autonomy, ditandai dengan
mengemukakan pendapat benar-salah, penting dan tidak penting, keyakinan pada
prinsip ideologi, keyakinan pada nilai-nilai sendiri. Konsep kemandirian yang
digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep Steinberg (1993) yang dalam
tulisannya menggunakan istilah autonomy.Menurutnya individu mandiri adalah
individu yang mampu mengelola dirinya sendiri (self governing person).
Kemampuan
dalam mengelola diri sendiri ini ditandai dengan kemampuannya untuk tidak
bergantung kepada dukungan emosional orang lain terutama orang tua, mampu
mengambil keputusan secara mandiri dan mampu menerima akibat dari keputusan
secara mandiri dan mampu menerima akibat dari keputusan tersebut, serta
memiliki seperangkat prinsip tentang benar dan salah serta tentang penting dan
tidak penting (Steinberg, 1993). Individu yang memiliki kemandirian akan dapat
menentukan pilihannya sendiri tanpa dibingungkan oleh pengaruh-pengaruh dari
luar dirinya, dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.
Pengertian
tentang kemandirian yang telah dikemukakan oleh beberapa tokoh dan pakar
tersebut, dapat diambil intisarinya bahwa istilah kemandirian diartikan sebagai
kemampuan untuk mengatur dan menyeleksi tingkah laku, membimbing keputusan
serta berani bertanggung jawab atas keputusannya itu.
Secara singkat dapat terlihat bahwa substansi
kemandirian yaitu kemampuan :
1. Menseleksi, mengatur dan
mengelola setiap tindakannya
2. Mengambil keputusan dan inisiatif
untuk mengatasi masalah yang dihadapi,
3. Percaya pada diri dalam
mengerjakan tugas-tugasnya, dan
4. Bertanggungjawab terhadap apa
yang dilakukannya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Melihat
beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembangunan pedesaan memang
sangat penting.Dengan melakukan berbagai progam yang mengutamakan kepentingan
masyaraka.Hal ini, menjadikan masyarakat lebih sejahtera dan makmur serta
menjadikan bangsa Indonesia mempunyai kekuatan yang tangguh karena pembangunan
desa yang merata dengan berbagai macam strategi yang mendukung progam
pembangunan pedesaan.Investasi prasarana pun menjadi prioritas utama yang
memobilitasi seluruh aktivitas kehidupan masyarakat pedesaan.
Seperti
yang kita ketahui bahwa sejak dahulu kala sampai sekarang desa merupakan dan
tetap berfungsi sebagai tulang punggung kehidupan social politik Indonesia.Maka
dari itu, sangatlah penting pembanguna desa dalam kondisi sekarang ini.
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka setiap
daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada
pemerintahan pusat.
Hal ini
sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila
Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu
program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi
dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang
/badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui
mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta analisis dampak
yang akan terjadi.
Adapun
kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut
:
1.
Peranan pemerintah desa dalam menungkatkan partisipasi masyarakat bagi
terlaksananya pembangunan sudah berperan dengan baik dalam rangka
mengimplementasikan kebijakan sehubungan dengan peningkatan partisipasi
masyarakat.
2.
Kemudian dilihat dari segi kemampuan pemerintah desa dalam menggerakkan
partisipasi masyarakat sudah mampu, sesuai dengan informasi yang ada.
3.
Terdapat beberapa faktor penghambat, namun hal yang demikian masih dapat
diantisipasi oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah kepala desa atau dengan
sebutan lain hukum tua lewat motivasimotivasi yang disampaikan langsung serta
selalu meningkatkan efektifitas kerja dan setiap aparatur pemerintah.
4.
Dalam pelaksanaan tugas pemerintah sebagai administrator dalam bidang
pembangunan dan kemasyarakatan sudah dapat dikategorikan berhasil, karena para
pemerintah desa dan aparatur pemerintah sering terjun langsung ke lapangan
untuk memantau ataupun untuk mengawasi langsung setiap kegiatan pembangunan
yang sementara dilaksanakan.
Kemandirian adalah kemampuan dalam
mengatur tingkah laku, menyeleksi dan membimbing keputusan dan perilakunya
tersebut tanpa ada paksaan serta pengontrolan dari orang tua atau pengawasaan
orang tua.Kemampuan tersebut berarti individu mampu mengelola potensi yang
dimilikinya dan siap menerima konsekuensi dari keputusan yang
diambil.Dinyatakan pula oleh Kartadinata (Hendriyani, 2005) bahwa kemandirian
sebagai kekuatan motivasional dalam diri individu untuk mengambil keputusan dan
menerima tanggung jawab atas konsekuensi keputusan itu.
Pernyataan
tersebut dikuatkan oleh Siahaan (Ningsih, 2005) yang menjelaskan bahwa
kemandirian adalah kemampuan untuk berdiri sendiri atau menggali
potensi-potensi yang ada pada dirinya, agar tidak tergantung pada orang lain,
baik dalam merumuskan kebutuhan-kebutuhannya, maupun dalam mengatasi kesulitan
dan tantangan yang dihadapinya serta bertanggung jawab dan berdiri sendiri.
Dikemukakan pula oleh Conell (Hendriyani, 2005) bahwa “autonomy is experience
of choice in the intuition, maintenance and regulation of behaviour and the
experience of connectedness between one’s action and personal goa ls and
values”.
Dengan
adanya kesempatan untuk mengawali, menseleksi, menjaga dan mengatur tingkah
laku, menunjukan adanya suatu kebebasan pada setiap individu yang mandiri untuk
menentukan sendiri perilaku yang hendak ia tampilkan, menentukan langkah
hidupnya, tujuan hidupnya dan nilai-nilai yang akan dianut serta diyakininya.
Lerner (Budiman, 2006) memberikan konsep mengenai kemandirian, yaitu mencakup
kebebasan untuk bertindak, tidak bergantung kepada orang lain, tidak
terpengaruh lingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri.
Konsep yang diberikan oleh Lerner ini hampir
senada dengan yang diajukan Watson dan Lindgren (Budiman, 2006) bahwa
kemandirian ialah kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan,
gigih dalam usaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang
lain. Dengan kata lain kemandirian tersebut merupakan kemampuan dalam mengelola
diri sehigga ia mampu mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki dalam berusaha
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dinyatakan
pula oleh Steinberg (1993) bahwa kemandirian adalah kemampuan individu dalam
mengelola dirinya sendiri.Individu yang mandiri menurut Steinberg adalah individu
yang mampu mengelola dirinya sendiri. Steinberg (1993) mengemukakan ada tiga
aspek kemandirian yaitu :
1. Emotional autonomy, mengacu
kepada tidak melihat orang dewasa sebagai orang yang serba tahu, tidak
bergantung pada orang dewasa, individuated dengan pertimbangan sendiri
2. Behavioral autonomy, perubahan
kedekatan emosional; yakni mampu membuat keputusan berdasarkan pertimbangan
sendiri, mencapai keputusan yang bebas, berfikir semakin abstrak
3. Value autonomy, ditandai dengan
mengemukakan pendapat benar-salah, penting dan tidak penting, keyakinan pada
prinsip ideologi, keyakinan pada nilai-nilai sendiri. Konsep kemandirian yang
digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep Steinberg (1993) yang dalam
tulisannya menggunakan istilah autonomy.Menurutnya individu mandiri adalah
individu yang mampu mengelola dirinya sendiri (self governing person).
Kemampuan
dalam mengelola diri sendiri ini ditandai dengan kemampuannya untuk tidak
bergantung kepada dukungan emosional orang lain terutama orang tua, mampu
mengambil keputusan secara mandiri dan mampu menerima akibat dari keputusan
secara mandiri dan mampu menerima akibat dari keputusan tersebut, serta
memiliki seperangkat prinsip tentang benar dan salah serta tentang penting dan
tidak penting (Steinberg, 1993). Individu yang memiliki kemandirian akan dapat
menentukan pilihannya sendiri tanpa dibingungkan oleh pengaruh-pengaruh dari
luar dirinya, dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.
Pengertian
tentang kemandirian yang telah dikemukakan oleh beberapa tokoh dan pakar
tersebut, dapat diambil intisarinya bahwa istilah kemandirian diartikan sebagai
kemampuan untuk mengatur dan menyeleksi tingkah laku, membimbing keputusan
serta berani bertanggung jawab atas keputusannya itu.
Secara singkat dapat terlihat bahwa substansi
kemandirian yaitu kemampuan :
1. Menseleksi, mengatur dan
mengelola setiap tindakannya
2. Mengambil keputusan dan inisiatif
untuk mengatasi masalah yang dihadapi,
3. Percaya pada diri dalam
mengerjakan tugas-tugasnya, dan
4. Bertanggungjawab terhadap apa
yang dilakukannya.
Pemerintah daerah dalam hal ini
pemerintah kabupaten harus meminimalisir fungsi memerintah untuk kemudian
secara tegas dan jelas lebih mengedepankan fungsi melayani dan memberikan
fasilitas pada usaha-usaha pemberdayaan masyarakat.
Pada hampir daerah kabupaten di Indonesia ada beberapa fenomena kultural-politis, yang harus dicermati karena potensi besar menjadi kendala pelaksanaan otonomi daerah.Untuk itu, pemerintah daerah seharusnya konsisten untuk mengikuti perubahan paradigma pemerintahan dalam melaksanakan setiap kebijakan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
Pada hampir daerah kabupaten di Indonesia ada beberapa fenomena kultural-politis, yang harus dicermati karena potensi besar menjadi kendala pelaksanaan otonomi daerah.Untuk itu, pemerintah daerah seharusnya konsisten untuk mengikuti perubahan paradigma pemerintahan dalam melaksanakan setiap kebijakan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
Tekad ini seharusnya terwujud dalam segala bidang dan diupayakan seoptimalkan mungkin agar bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat daerah mau mewujudkan misi otonomisasi yaitu keadilan dan kesejahteraan masyarakat daerah.
Menurut UU Nomor 22 tahun1999, Otonomi daerah diselenggarakan atas dasar prinsip demokratisasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, dengan tetap memperhatikan keanekaragaman dan potensi daerah. Pengaturan dan pengelolaan keuangan daerah harus didasarkan pada perimbangan keuangan pusat dan daerah yang berwujud pada sumber pendapatan daerah dan dana perimbangan.
Ada kecenderungan kuat bahwa di sebagian kalangan Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Propinsi untuk bersikap setengah hati dalam menyerahkan kewenangan kepada Pemerintah Kabupaten. Keengganan ini akan berdampak pada proses pengalihan dan penyerahan kewenangan terutama secara psikologis birokratis, sehingga proses penyerahan kewenangan akan berlarut-larut dan mengulur jadwal pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten.
Sementara itu, bagi masyarakat, yang penting ada perubahan pada kinerja pemerintah sehingga masyarakat akan memperoleh pelayanan yang lebih baik dan murah. Penyelenggaraan pemerintah di daerah merupakan salah satu kunci penting keberhasilan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, karena merekalah ujung tombak dan eksekutor program tersebut.
Pelaksanaan otonomi daerah mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat, meski baru berjalan sekitar sebelas tahun, pelaksanaan otonomi daerah telah membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat di daerah. Sebagai upaya konstruktif untuk pemerataan pembangunan daerah, maka diharapkan pembangunan desa bisa lebih maju dan lebih merata, sehingga tidak kalah dari kota.
Percayalah, Pemerintah Pusat (Jakarta) tidak akan mampu mengurus Indonesia yang sangat luas, karenanya, serahkan sebagian kewenangan kepada kepala daerah untuk membangun dan menciptakan kesejahteraan warga di daerah. Memang benar, otonomi daerah menciptakan raja-raja kecil didaerah yakni Gubernur, Walikota dan Bupati, namun raja yang dipilih secara demokratis untuk ikut menciptakan daerah otonom yang maju, sejahtera dan agamis di masing-masing daerah.
Adanya gejala yang cukup menonjol pada hampir semua pemerintah kabupaten bahwa sikap dan mentalitas aparatur baik eksekutif maupun legislatif masih menyisakan pengaruh kebijakan pemerintah yang sentralistik, sehingga mereka lebih baik menunggu dan kurang berani mengambil inisiatif dan prakarsa untuk melaksanakan fungsi pemerintah.
Kondisi ini tentu saja tidak menguntungkan pelaksanaan otonomi justru ketika saat ini pemerintahan daerah di Kabupaten dituntut kepeloporannya untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan otonomi itu sendiri.Sedangkan, pelaksanaan otonomi daerah dengan azas desentralisasi diharapkan mambawa implikasi luas pada masyarakat daerah ke arah yang lebih baik.
Implementasi Otonomi seharusnya dapat mewujudkan kemandirian daerah, munculnya prakarsa daerah menghargai keanekaragaman dan potensi daerah.Sedangkan implementasi desentralisasi adalah tumbuhnya partisipasi masyarakat, adanya transparansi dan akuntabilitas kebijakan publik, dan penyelenggaraan pemerintah daerah dilaksanakan secara demokratis.
Dengan mengacu pada target implementatif pelaksanaan otonomi daerah seperti tersebut di atas maka, Pemerintah Kabupaten bisa menempuh langkah-langkah alternatif yakni mengubah dan membangun kualitas sikap dan mentalitas aparatur.
Pemerintah Kabupaten, mengembangkan tradisi
pemerintahan demokratis yang partisipatif, transparan dan akuntabel,
menggalakkan dan menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat terhadap kebijakan
otonomi daerah melalui kegiatan deseminasi dan sosialisasi terpadu di berbagai
kalangan masyarakat, menumbuhkan prakarsa masyarakat untuk menuju kemandirian
daerah, mengelola dan memelihara keanekaragaman masyarakat daerah dan mendayagunakannya
sebagai salah satu modal pembangunan serta menggali, mengelola dan
mendayagunakan potensi daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat.
Dilain pihak, kesiapan pemerintah kabupaten untuk segera menyelenggarakan kewenangan pemerintah sering terhambat oleh dirinya sendiri, dimana banyak kabupaten yang kurang memiliki sumber daya, atau kurang memiliki data tentang sumber daya dan potensi daerah.
Masih sedikit kabupaten di Indonesia yang mempunyai sumber data yang lengkap dan aplikatif serta kurang diolah dan disajikan dan bahkan jarang dipakai sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan dalam perumusan kebijakan daerah, sehingga banyak yang tidak relevan dan realistik.
Oleh karena itu, akan manjadi salah satu tolok ukur kualitas pemerintah kabupaten dalam penyelenggaraan pemerintah pada bidang-bidang pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.
Salah satu sisi kebijakan sentralistisme kekuasaan adalah kebijakan penyeragaman (uniformitas) pada semua bidang kehidupan masyarakat.Penyeragaman ini telah melumpuhkan semua sendi keanekaragaman daerah.
Akibatnya banyak potensi yang tertutup dan tidak bisa berkembang dengan baik.Padahal salah satu kunci penting otonomi daerah. Dengan konteks kultur uniformitas ini pelaksanaan otonomi daerah akan menghadapi tantangan yang berat dalam upaya penggalian dan pertumbuhan keanekaragaman dan potensi daerah.
Sentralistik telah merenggut hampir semua kekuasaan pemerintah hanya pada pusat.Daerah tinggal memiliki kewenangan yang sedikit dan sekedar menjadi pelaksana kebijakan pusat.Daerah memiliki ketergantungan yang amat penting dengan pusat.Kebijakan otonomi mencoba membalik semua hal diatas. Tentu saja karena sudah berlangsung sangat lama, maka upaya tersebut akan memerlukan waktu yang cukup panjang, tidak bisa serta merta.
Adalah jenis kewenangan yang penyelenggaraannya disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan masyarakat daerah.Jenis kewenangan ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat daerah atau untuk mempercepat pertumbuhan daerah.Untuk menyelenggarakan kewenangan ini kabupaten harus mengukur kemampuan sumber daya.
Jika kabupaten kurang mampu untuk menyelenggarakan sendirian, maka perlu merintis kerjasama dengan kabupaten lain. Kerjasama antar kabupaten hendaknya lebih diprioritaskan karena dari sisi birokrasi pemerintahan lebih efisien dan akan mendorong kemandirian daerah kabupaten.
Untuk menetapkan kewenangan-kewenangan selain kewenangan wajib dan prioritas, maka pemerintah kabupaten tidak perlu tergesa-gesa. Penetapan penyelenggaraan kewenangan nantinya akan berhubungan dengan perkembangan dan tuntutan perubahan yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian maka penetapan penyelenggaraan kewenangan pemerintah kabupaten akan lebih dinamis dan relevan.
Berdasarkan kebijakan pokok dan penetapan penyelenggaraan kewenangan kabupaten, disusun kedudukan, tugas, susunan dan tata kerja organisasi daerah kabupaten yang merupakan perangkat daerah dalam rangka memantapkan dan melaksanakan program kerja.
Ada permasalahan yang kompleks dalam kaitannya dengan organisasi perangkat daerah terutama implikasi personalia dan pembiayaan serta efektivitas dan efisiensinya.Belum lagi kompleksitas yang diakibatkan terjadi eksodus "orang pusat" ke daerah. Oleh karenanya proses penyusunan organisasi daerah harus benar-benar jernih, transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.
B. SARAN
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka setiap
daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada
pemerintahan pusat.
Hal ini
sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila
Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu
program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi
dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang
/badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui
mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta analisis dampak
yang akan terjadi.
Faktor tradisi masyarakat yang ada di tengah-tengah
masyarakat memang selalu ada seperti berpesta, hidup boros, dalam melakukan
hal-hal yang kurang berguna maupun dalam
menghargai waktu yang terus berjalan dan terus berlalu itu namun hal tersebut
di atas tidak menutup kemungkinan kepada masyarakat setempat untuk berbuat atau
melakukan suatu karya atau apapun yang menurut mereka berguna bagi diri mereka
sendiri maupun untuk keluarga bahkan untuk lingkungan mereka.
Memang
kebiasaan-kebiasaan seperti itu sangat sulit untuk kita rubah karena sudah
tertanam dalam jiwa mereka, tinggal bagaimana pemerintah desa dapat
memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dan apabila terdapat hal-hal yang
positif atau faktor tradisi-tradisi positif masyarakat seperti kemauan
masyarakat untuk dapat berpartisipasi aktif, maka pemerintah desa dapat
memanfaatkan potensi tersebut untuk menunjang keberhasilan kepemimpinannya
serta dapat menggerakkan partisipasi masyarakat dalam setiap pelaksanaan
pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Dhechoriyah,
Nurul. 2012. Makalah PNPM Mandiri Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan
Kesejahteraan Bagi Masyarakat Pedesaan. (http://dhechoiriyah-nurul.blogspot.com/2012/05/makalah-pnpm-mandiri-sebagai-upaya.html)
diakses tanggal 23-03-2013.
Arief, Budiman, 1995. Teori
Pembangunan Dunia Ketiga. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Adjid, D.A. 1985. Pola Partisipasi Masyarakat Perdesaan dalam Pembangunan Pertanian Berencana. Orba Shakti. Bandung
Effendi, tadjudin N dan Chris manning. 1991. Rural Development and Non-Farm Employment in Java. Resource system Institute. East-West Center.
Fu-Chen Lo. 1981. Rural-Urban Relations and Regional Development. The United nations Centre for Regional Development. Maruzen Asia Pte. Ltd. Singapore
Tidak ada komentar:
Posting Komentar