Selasa, 04 April 2017

Peranan dan Kedudukan Pembangunan Desa dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karna berkat dan bimbingannyamakalah yang berjudul “PERANAN DAN KEDUDUKAN PEMBANGUNAN DESA DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT” ini dapat diselesaikan.

Makalah ini selain bertujuan untuk melaksanakan tugas yang diberikan dosen, juga bertujuan untuk memperkaya pengetahuan kita dalam memahami peranan dan kedudukan pembangunan desa dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Akhir kata tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, memberikan informasi dan inspirasi serta kepada siapa saja yang berkenan memberi perhatian khusus pada makalah ini, semoga apa yang ditulis berguna bagi kita semua.

                                                                      Pematangsiantar, 17 Oktober  2016
                                                   
                    Widia Ratnasari Samosir
           
                          Penyusun



BAB I
PENDAHULUAN
A.    HARAPAN
            Banyaknya komentar masyarakat tentang keberhasilan dan ketidakberhasilan instansi pemerintah dalam menjalankan amanah yang diberikan kepadanya menunjukkan harapan dan kepedulian publik yang harus direspon. Namun, antara harapan masyarakat terhadap kinerja instansi pemerintah dengan apa yang dilakukan oleh para pengelola dan pejabat pemerintahan sering berbeda. Artinya, terjadi kesenjangan harapan (expectation gap) yang bisa menimbulkan ketidakharmonisan antara instansi pemerintah dengan para direct users dari masyarakat .
            Expectation gap merupakan kesenjangan yang terjadi karena adanya perbedaan antara harapan masyarakat dengan apa yang sebenarnya menjadi pedoman mutu manajemen suatu organisasi yang menyediakan layanan publik. Hal ini sebagai akibat dari belum adanya sistem pengukuran kinerja formal yang dapat menginformasikan tingkat keberhasilan suatu instansi pemerintah.
            Para pengelola pemerintahan sering mempunyai anggapan bahwa ukuran keberhasilan suatu instansi pemerintah ditekankan pada kemampuan instansi tersebut dalam menyerap anggaran.Jadi, suatu instansi dinyatakan berhasil jika dapat menyerap 100% anggaran pemerintah walaupun hasil maupun dampak yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut masih berada jauh di bawah standar. Keberhasilan ini hanya ditekankan pada aspek input tanpa melihat tingkat output maupun dampaknya. Sementara masyarakat mengharapkan keberhasilan instansi pemerintah adalah tindakan nyata yang bisa meningkatkan kesejahteraan mereka.
            Pada era reformasi saat ini, fenomena pengukuran keberhasilan yang hanya menekankan pada input seperti di atas banyak mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Oleh karena itu dipertimbangkan untuk memperbaiki indikator keberhasilan suatu instansi pemerintah agar lebih mencerminkan kinerja sesuangguhnya.Dalam modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dijelaskan bahwa tingkat keberhasilan suatu instansi pemerintah harus memperhatikan seluruh aktivitas.
             Tingkat keberhasilan harus diukur tidak semata-mata kepada input dari program instansi tetapi lebih ditekankan kepada output, proses, manfaat, dan dampak dari program instansi tersebut bagi kesejahteraan masyarakat. Melalui suatu pengukuran kinerja, keberhasilan suatu instansi pemerintah akan lebih dilihat dari kemampuan instansi tersebut berdasarkan sumber daya yang dikelolanya untuk mencapai hasil sesuai dengan rencana yang telah dituangkan dalam perencanaan strategis. 

Peran Indikator Kinerja
            Dalam rangka mengukur tingkat keberhasilan suatu instansi pemerintah sangat dibutuhkan adanya indikator yang jelas oleh stakeholders.Indikator kinerja adalah ukuran kuantitaif dan / atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Dengan demikian, tanpa adanya indikator kinerja, sulit bagi kita untuk menilai tingkat keberhasilan dan ketidakberhasilan kebijaksanaan maupun program suatu instansi pemerintah.
             Dengan indikator kinerja, suatu organisasi mempunyai wahana yang jelas bagaimana dia akan dikatakan berhasil atau tidak berhasil di masa yang akan datang.
Indikator kinerja suatu organisasi hendaknya dapat dipahami secara sama baik oleh manajemen maupun stakeholders.
            Dengan indikator yang sama dan persepsi yang sama maka penilaian keberhasilan diharapkan menggunakan kriteria yang sama sehingga lebih obyektif. Indikator kinerja instansi pemerintah semestinya tidak hanya dipahami pejabat atau aparatur instansi pemerintah, namun juga penting bagi pihak lain seperti legislatif, investor, kreditur, institusi internasional, pengamat, dan juga masyarakat umum.  Jadi dengan adanya indikator yang jelas diharapkan akan menciptakan konsensus berbagai pihak baik internal maupun eksternal untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan program dan dalam menilai keberhasilan suatu instansi pemerintah.

Berbagai Kategori Pengukuran Kinerja
            Dari berbagai aspek dan perspektif dalam pengukuran kinerja sebagaimana dipaparkan di atas, maka dapat dirinci berbagai kategori sebagai tolok ukur penilaian kinerja organisasi sektor publik.Kategori-kategori ini dapat diterapkan pada setiap jenis organisasi sektor publik dengan modifikasi sesuai dengan karakteristik dan keunikan organisasi yang bersangkutan. 

1.  Ukuran-ukuran finansial
a.  Ukuran Biaya
1.      Kemampuan untuk mencapai pengurangan biaya yang telah dianggarkan (budgeted cost reductions)
2.      Kemampuan untuk merealisasikan pengeluaran atau biaya sebagaimana dianggarkan dalam satu periode secara efisien.
3.      Kemampuan untuk merealisasikan pengeluaran atau biaya sebagaimana direncanakan dalam anggaran fleksibel satu periode secara efisien (misalnya biaya-biaya yang bisa dikeluarkan dalam batas toleransi tertentu untuk setiap unit produk atau layanan yang dihasilkan dan disediakan).

b.  Ukuran Pendapatan
         Kemampuan untuk mencapai penjualan (penyediaan layanan) atau target pertumbuhan penjualan (penyediaan layanan) sebagaimana dianggarkan dengan efektif.
         Kemampuan untuk mencapai peningkatan atau perluasan market share (pangsa pasar) dengan efektif.

c. Ukuran Tingkat Pengembalian dan Surplus
      Kemampuan untuk mencapai marjin kontribusi sebagaimana ditargetkan.
      Kemampuan untuk mencapai tingkat surplus atau income tertentu sebagai ditargetkan.
      Kemampuan untuk mencapai arus kas tertentu sebagaimana ditargetkan.
      Kemampuan untuk mencapai tingkat surplus setelah mempertimbangkan investasi total atau beban biaya modal (misalnya dengan menghitung residual income-nya)
      Kemampuan untuk mencapai return on asset (ROA), return on investment (ROI), dan return on equity (ROE).
      Peningkatan harga pasar saham organisasi jika organisasi yang bersangkutan go public melalui pasar modal.

2.  Ukuran Produktivitas
      Jumlah output yang bisa dihasilkan untuk setiap pegawai atau setiap jam kerja efektif.
      Jumlah output yang bisa dihasilkan untuk setiap unit bahan mentah (input).
      Tingkat pengurangan atau penurunan produk rusak atau cacat.
      Jumlah waktu yang dibutuhkan organisasi secara keseluruhan untuk menghasilkan setiap unit produk atau layanan.
      Proporsi nilai tambah (value-added) dari total jam kerja efektif.
      Proporsi waktu menganggur (idle time) dari total jam kerja efektif.

3.  Ukuran Kualitas
      Persentase produk tidak sempurna (defective products) misalnya produk rusak, cacat, kembali, dan / atau layanan yang tidak memenuhi standar pelayanan minimum (SPM).
      Jumlah biaya yang digunakan untuk mengganti (warranty costs) atau membayar kembali (reimbursements) atas produk atau pelayanan yang tidak memadai.
      Jumlah biaya-biaya kualitas yang dikeluarkan dalam penerapan sistem manajemen mutu terpadu (total quality management system).
      Penilaian pelanggan (masyarakat sebagai direct users) atas kualitas layanan atau produk.

4.  Ukuran Pelayanan
      Kepuasan pelanggan (masyarakat sebagai direct users) atas kualitas layanan atau produk yang disediakan.
      Penilaian pihak ketiga (misalnya LSM, YLKI, atau auditor independen) atas tingkat kepuasan pelanggan.
      Prosentase produk atau layanan yang disediakan secara tepat waktu.
      Jumlah keluhan atau komplain pelanggan (masyarakat sebagai direct users) setiap periode tertentu misalnya hari, minggu atau bulan.
      Kemampuan untuk memenuhi produk atau layanan yang dibutuhkan pelanggan (masyarakat).

5.  Ukuran Inovasi
      Jumlah produk atau jenis layanan baru yang berhasil disediakan setiap periode.
      Prosentase penyediaan produk atau layanan yang digunakan untuk pengembangan pasar baru.
      Waktu yang diperlukan untuk mengenalkan produk/layanan baru kepada masyarakat.
      Pembandingan dengan organisasi sejenis lain yang memiliki kinerja terbaik (benchmarking).

6.  Ukuran Personalia
      Tingkat perputaran pegawai (turnover)
      Jumlah pegawai yang membolos (absen) setiap bulan.
      Tingkat kepuasan pegawai
      Jumlah pelatihan dan pengembangan pegawai
Ukuran-ukuran kinerja tersebut tidak mutlak sama antara organisasi sektor publik. Penggunaan ukuran-ukuran kinerja tersebut sangat tergantung pada karakteristik organisasi dan jenis pendekatan pengukuran kinerja yang digunakan.

B.     KENYATAAN
PEMERINTAH TIDAK BEKERJA KERAS UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
            Tema besar yang diusung oleh Pemerintah untuk APBN 2010 adalah “Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”. Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, tema ini menyenangkan, memberi harapan, dan bahkan memberi kesan seolah persoalan ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat akan selesai pada tahun dicanangkannya tema tersebut. Dan seperti pada tahun-tahun sebelumnya yang selalu ada jarak lebar antara tema dan realitas yang dibangun, maka muncul pertanyaan apakah hal yang sama juga akan terjadi pada tahun 2010:
             Bahwa tema tidak sebangun dengan politik anggaran yang diselenggarakan negara, dari tingkat perencanaan, alokasi, hingga implementasi di lapangan. Keraguan tersebut setidaknya bisa dikemukakan dalam beberapa konfirmasi berikut ini:
  1. Rancangan anggaran yang disampaikan oleh pemerintah tidak menjamin sama sekali akan terjadi pergerakan ekonomi riil yang dilaksanakan masyarakat. Belanja, subsidi, dan stimulus fiskal tidak memberikan dorongan bagi tumbuhnya perekonomian riil masyarakat. Sebagai penikmat terbesar ketiga kebijakan tersebut adalah orang kaya dan atau pihak asing.
  2. Tekanan pertumbuhan ekonomi masih hanya difokuskan pada tingkat konsumsi dan sebagian besar disokong oleh fiskal antara lain melalui mekanisme belanja gaji. Kebijakan ekonomi tidak mendorong bagi kuatnya daya beli masyarakat, sehingga pertumbuhan yang disampaikan oleh pemerintah tidak benar-benar terjadi atau semu belaka.
  3. Pemerintah tidak memperhatikan sektor profesi yang sebagian besar digeluti oleh mayoritas masyarakat Indonesia, terutama dalam pertanian dan kelautan (nelayan). Pemerintah juga tidak mendukung bagi tumbuhnya industri kecil yang sehat yang merekrut banyak pegawai. Sebagian besar kebijakan negara adalah memfasilitasi tumbuhnya industri besar yang sebagian besar saham dimiliki pihak asing dan hanya merekrut sedikit pegawai, sambil mematikan usaha kecil dan menengah yang merekrut jauh lebih banyak karyawan.
  4. Pemerintah masih hanya melayani jajaran pegawai pemerintahan, sambil tidak fokus memperhatikan pelayanan kepada masyarakat. Kebijakan kenaikan gaji pegawai negeri 5% yang notabene merupakan kelanjutan dari kenaikan gaji 15% pada tahun sebelumnya, dan itu dilakukan kepada semua pegawai, sebenarnya bukan merupakan usulan yang strategis. Kenaikan ini tidak memperhatikan rasa keadilan masyarakat. Di tengah buruknya kinerja pelayanan dan perhatian pada tumbuhnya perekonomian dan pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, justru para pegawai negeri mendapat tambahan penghasilan. Argumen penataan birokrasi melalui kenaikan gaji merupakan simplifikasi dari problem birokrasi yang demikian akut. Selain itu, kenaikan ini memicu inflasi yang berdampak buruk pada sebanyak-banyaknya anggota masyarakat.
  5. Pemerintah tidak cukup serius menghitung kapasitas fiskal dan memberikan pagu besar kepada bidang strategis yang mendukung pertumbuhan ekonomi riil dan kenaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Namun, yang terjadi justru kapasitas fiskal yang rendah, yang ditandai oleh defisit besar, semakin dihamburkan oleh kebijakan kenaikan gaji pegawai negeri. Selain itu, bidang-bidang pertahanan yang selama ini selalu mendapat disklaimer dari BPK mendapat kenaikan yang sangat besar. Sementara itu, pelayanan dasar dan tunjangan sosial kepada masyarakat, baik secara langsung dalam bentuk tunai maupun pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan cenderung menurun.
  6. Pemerintah juga masih mengandalkan utang sebagai tumpuan pembiayaan atas defisit yang disebabkan inefisiensi dan penghamburan gaji. Tahun 2010 utang dalam negeri diperbesar dan mengurangi utang luar negeri. Namun, meskipun mengurangi rasio utang terhadap PBD, tapi tidak ada kaitan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Membesarkan utang dalam negeri juga berarti pula menambah beban yang disebabkan bunga utang yang lebih tinggi.
            Keraguan tersebut setidaknya bisa dikemukakan dalam beberapa konfirmasi berikut ini:
  1. Rancangan anggaran yang disampaikan oleh pemerintah tidak menjamin sama sekali akan terjadi pergerakan ekonomi riil yang dilaksanakan masyarakat. Belanja, subsidi, dan stimulus fiskal tidak memberikan dorongan bagi tumbuhnya perekonomian riil masyarakat. Sebagai penikmat terbesar ketiga kebijakan tersebut adalah orang kaya dan atau pihak asing.
  2. Tekanan pertumbuhan ekonomi masih hanya difokuskan pada tingkat konsumsi dan sebagian besar disokong oleh fiskal antara lain melalui mekanisme belanja gaji. Kebijakan ekonomi tidak mendorong bagi kuatnya daya beli masyarakat, sehingga pertumbuhan yang disampaikan oleh pemerintah tidak benar-benar terjadi atau semu belaka.
  3. Pemerintah tidak memperhatikan sektor profesi yang sebagian besar digeluti oleh mayoritas masyarakat Indonesia, terutama dalam pertanian dan kelautan (nelayan). Pemerintah juga tidak mendukung bagi tumbuhnya industri kecil yang sehat yang merekrut banyak pegawai. Sebagian besar kebijakan negara adalah memfasilitasi tumbuhnya industri besar yang sebagian besar saham dimiliki pihak asing dan hanya merekrut sedikit pegawai, sambil mematikan usaha kecil dan menengah yang merekrut jauh lebih banyak karyawan.
  4. Pemerintah masih hanya melayani jajaran pegawai pemerintahan, sambil tidak fokus memperhatikan pelayanan kepada masyarakat. Kebijakan kenaikan gaji pegawai negeri 5% yang notabene merupakan kelanjutan dari kenaikan gaji 15% pada tahun sebelumnya, dan itu dilakukan kepada semua pegawai, sebenarnya bukan merupakan usulan yang strategis. Kenaikan ini tidak memperhatikan rasa keadilan masyarakat. Di tengah buruknya kinerja pelayanan dan perhatian pada tumbuhnya perekonomian dan pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, justru para pegawai negeri mendapat tambahan penghasilan. Argumen penataan birokrasi melalui kenaikan gaji merupakan simplifikasi dari problem birokrasi yang demikian akut. Selain itu, kenaikan ini memicu inflasi yang berdampak buruk pada sebanyak-banyaknya anggota masyarakat.
  5. Pemerintah tidak cukup serius menghitung kapasitas fiskal dan memberikan pagu besar kepada bidang strategis yang mendukung pertumbuhan ekonomi riil dan kenaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Namun, yang terjadi justru kapasitas fiskal yang rendah, yang ditandai oleh defisit besar, semakin dihamburkan oleh kebijakan kenaikan gaji pegawai negeri. Selain itu, bidang-bidang pertahanan yang selama ini selalu mendapat disklaimer dari BPK mendapat kenaikan yang sangat besar. Sementara itu, pelayanan dasar dan tunjangan sosial kepada masyarakat, baik secara langsung dalam bentuk tunai maupun pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan cenderung menurun.
  6. Pemerintah juga masih mengandalkan utang sebagai tumpuan pembiayaan atas defisit yang disebabkan inefisiensi dan penghamburan gaji. Tahun 2010 utang dalam negeri diperbesar dan mengurangi utang luar negeri. Namun, meskipun mengurangi rasio utang terhadap PBD, tapi tidak ada kaitan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Membesarkan utang dalam negeri juga berarti pula menambah beban yang disebabkan bunga utang yang lebih tinggi.
PEMERINTAHAN DESA ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN 
Desa yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat dan diwadahi oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa, mempunyai tanggungjawab yang sangat berat, karena maju dan berkembangnya masyarakat desa tidak terlepas dari peran Pemerintah Desa.

Pemerintah Desa, yang terdiri dari Kepala Desa dan perangkat Desa yang merupakan unsur peneyelenggara pemerintahan Desa merupakan garda terdepan yang langsung berhadapan dengan masyarakat terutama dalam melaksanakan tugas pelayanan kepada masyarakat yang meliputi urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Desa, mempunyai kewenangan, sebagai berikut :
·      Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa, berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD;
·      Mengajukan rancangan Peraturan Desa;
·      Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan BPD;
·      Menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan Desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD;
·      Membina perekonomian desa;
·      Mengorganisasikan pembangunan desa secara partisipatif;
·      Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan.
Disamping itu pula, Kepala Desa mempunyai kewajiban, antara lain sebagai berikut :
·      Meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
·      Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
·      Melaksanakan kehidupan demokrasi;
·      Melaksanakan prinsif tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari KKN;
·      Menaati dan menegakan seluruh peraturan perundang-undangan;
·      Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;
·      Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa;
·      Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa;
·      Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa;
·      Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa;
·      Membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat;
·      Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa;
·      Mengembangkan potensi sumberdaya alam dan melestarikan lingkungan hidup.
Dari uraian di atas, mencerminkan betapa berat beban tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh Kepala Desa. Lalu muncul pertanyaan, sejauh mana tugas, kewenangan dan kewajiban Kepala Desa telah dilaksanakan ? tentu saja  jawabannya bukan sejauh mata memandang.

Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa,  masyarakat berharap pelayanan yang diberikan adalah yang terbaik dan optimal dari  pemerintah desa serta dituntut untuk dapat melaksanakan tugas, kewenangan dan kewajiban secara maksimal.

Namun di sisi lain, tugas dan tanggungjawab pemerintah desa harus pula diseimbangkan dengan hak pemerintah desa agar peran dan fungsi pemerintah desa dapat berjalan dengan baik. Bagaimana mungkin pemerintah desa dapat berperan dengan maksimal untuk memberdayakan masyarakatnya, kalau mereka sendiri sudah tidak berdaya.

Faktor keberdayaan pemerintahan desa, salah satunya dapat  dicerminkan dari sisi  keuangan desanya, dengan sumber pendapatan sebagai berikut :
ð Pendapatan Asli Desa;
ð Bagi hasil pajak dan retribusi daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% diperuntukan bagi desa;
ð Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk desa paling sedikit 10% setelah dikurangi belanja pegawai yang pembagiannya untuk Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa (30% untuk biaya operasional pemerintah desa dan BPD, serta 70% untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat);
ð Bantuan keuangan dari Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
ð Hiba dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
(PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa)

Selanjutnya, sesuai dengan pasal 27 PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa, Kepala Desa dan perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan desa. Penghasilan tetap dan atau tunjangan lainnya yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa ditetapkan setiap tahun dalam APB Desa dengan besaran paling sedikit sama dengan upah minimum regional.

Apabila 5 sumber pendapatan tersebut di atas telah diterapkan secara konsisten, maka harapan penghasilan tetap dan atau tunjangan Kepala Desa per bulan minimal sama dengan Sekdes PNS dan perangkat desa minimal sama dengan UMR bukanlah suatu yang sulit. Disamping itu pula percepatan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa yang diimpikan akan lebih mudah dicapai.

Ada beberapa keunggulan jika sistem keuangan desa ini telah diimplementasikan dengan baik, antara lain :
ü  Pembangunan inprastruktur skala kecil dan kegiatan pemberdayaan masyarakat lainnya dapat diserahkan kepada desa (APB Desa);
ü  Penyediaan dana bergulir untuk usaha mikro di desa dapat diserahkan kepada desa (APB Desa);
ü  Biaya Pilkades dapat dibebankan kepada APB Desa;
ü  Penghasilan dan atau tunjangan tetap Kepala Desa dan perangkat Desa dibebankan kepada APB Desa ;
ü  Biaya-biaya penyelenggaraan pemerintahan desa lainnya dibebankan kepada APB Desa.

Selama ini, sebagai contoh pembangunan/perbaikan jalan desa, irigasi desa, sarana pendidikan, dan kegiatan lainnya yang ada di desa dengan anggaran di bawah Rp 20 juta dianggarkan melalui SKPD tingkat Kabupaten, padahal sesungguhnya tidak pelu dianggarkan di SKPD cukup diakomodir di dalam APB Desa.

Penerapan sistem Keuangan Desa sebagaimana diatur dalam PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa di atas, bukanlah sesuatu yang memberatkan, tetapi justeru meringankan beban pemerintah Daerah karena pada prinsifnya hanya pergeseran pos anggaran dari SKPD ke APB Desa dalam wujud penyerahan kewenangan dari Kabupaten kepada Desa yang disertai dengan sumber pembiayaan/anggaran.

Dengan demikian, seandainya Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota konsisten terhadap aturan yang ada, maka pemberdayaan pemerintahan  desa bukanlah suatu yang mimpi dan imbasnya tentu saja terwujudnya pemberdayaan masyarakat dan terwujudnya akselerasi pembangunan masyarakat perdesaan.

BAB II
PEMBAHASAN

1.      TEORI PEMBANGUNAN DESA
Pengertian Pembangunan Masyarakat Desa
            Desa yang dijadikan obyek pembangunan, merupakan unit pemerintahan terkecil yang ada dalam sistem pemerintahan Indonesia. Posisi desa yang berada pada garis terdepan pelayanan kepada masyarakat akan sangat menentukan penampilan sistem pemerintahan yang ada di atasnya. Suksesnya pemerintah desa dalam menjalankan program-program pembangunan di desa merupakan sukses pula bagi pemerintah kecamatan, kabupaten, propinsi bahkan pemerintah pusat, karena pembangunan desa merupakan bagian integral pembangunan nasional.
            Sebelum membahas tentang konsep pembangunan masyarakat desa, maka ada baiknya terlebih dahulu dibahas tentang konsep pembangunan. Karena konsep pembangunan masyarakat desa merupakan salah satu bentuk pembangunan yang berorientasi pada masyarakat yang bermukim di desa. Berawal dari sifat manusia yang selalu menginginkan sesuatu yang lebih baik. Hal tersebut sudah merupakan dimensi biologis dan psikologis manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia. Kebutuhan hidup itu tentu saja harus diusahakan oleh manusia itu sendiri, dengan menggunakan cara dan upaya tertentu.
            Semakin lama manusia hidup di dunia, semakin banyak pula tuntutan akan pemenuhan kebutuhan tersebut. Tuntutan akan pemenuhan kebutuhan ini tidak selamanya dapat diperoleh dengan mudah dari alam semesta ini. Semakin banyak manusia yang membutuhkannya semakin terbatas pula sumber pemenuhan kebutuhan tersebut.
            Keterbatasan sumber-sumber inilah yang menyebabkan manusia mulai berpikir, bagaimana cara untuk mendapatkan kebutuhan itu. Proses berpikir dan cara untuk memenuhi kebutuhan itulah yang akan menjadi bagian dari kebudayaan suatu masyarakat, termasuk proses perkembangan teknologi dan perkembangan masyarakatnya. Perkembangan masyarakat ini pada dasarnya adalah proses perubahan, dimana pembangunan itu sendiri adalah proses perubahan yang dilakukan secara sengaja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.
            Pembangunan masyarakat tidak saja bermaksud membina hubungan dan kehidupan setiap orang untuk hidup bermasyarakat, melainkan juga untuk membangun masyarakat karena setiap satuan masyarakat memiliki community power. Menurut Nelson W. Polsby dalam The International Encyclopedia of the Social Sciences (1972) sebagaimana dikutip Ndraha (1987:40) bahwa suatu masyarakat bisa kehilangan kekuatannya jika masyarakat itu mengalami community disorganization, karena itu untuk mengatasinya, maka community development atau pembangunan masyarakat dilancarkan.
            Pengertian perubahan sosial yang direncanakan dan diarahkan adalah suatu usaha yang direncanakan untuk memodifikasi sikap dan tingkah laku individu atau kelompok yang dijadikan sasaran perubahan, yang dilakukan oleh agen perubahan dengan cara memperkenalkan ide-ide baru atau mengadakan inovasi ke dalam sistem sosial untuk mencapai tujuan seperti yang direncanakan oleh para agen tersebut atau organisasinya (pemerintah, LSM, dan kelompok-kelompok dalam masyarakat). Birokrasi merupakan agen perubahan sosial. Birokrasi meliputi birokrasi publik (yang beraktivitas dalam struktur pemerintahan) dan birokrasi privat (yang beraktivitas dalam kehidupan organisasi swasta).
            Pelaksanaan pembangunan pada negara-negara yang sedang berkembang dengan strategi ekonomi, ternyata tidak menjamin distribusi pendapatan nasional dan harapan ”trickle down effect”, bahkan tidak menguntungkan sekelompok masyarakat miskin (Supriatna, 2003:15). Strategi pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi sering mengabaikan masalah pemerataan, karena hasil pembangunan terkonsentrasi pada sekelompok komunitas, sehingga masalah pembangunan pada negara berkembang semakin kompleks yang ditandai dengan pengangguran, urbanisasi, marginalisasi kemiskinan.
            Pada akhir dasa warsa 1950-an istilah ’pembangunan’ sering dianggap sebagai ’obat’ terhadap berbagai macam masalah yang muncul dalam masyarakat.  Era awal dari pembahasan mengenai teori pembangunan adalah dikemukakannya ’Teori Pertumbuhan’. Menurut Clark (1991:20) bahwa ”pemikiran mengenai teori pertumbuhan berasal dari pandangan kaum ekonom ortodoks yang melihat ’pembangunan’ sebagai pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya diasumsikan akan meningkatkan standar kehidupan”.
Sekitar tahun 1980-an, strategi pembangunan mulai bergeser menjadi pertumbuhan dan pemerataan pembangunan (growth and equity of strategy development). Strategi inipun masih mengalami masalah lainnya, yaitu adanya ketergantungan negara berkembang kepada negara maju berupa investasi, bantuan luar negeri dan pinjaman. Kemudian sejak memasuki abad ke-21 muncul strategi baru, yaitu diterapkannya konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang didukung dengan konsep pembangunan manusia (human development).
Dengan mengutip Denis Gaulet, Suwandi (1997:5) menjelaskan bahwa dalam usaha menuju kehidupan yang baik, sedikitnya ada tiga pokok (core values) sebagai konsep pokok dalam memahami pembangunan yaitu : kemandirian hidup (life sustenance), harga diri (self esteem), kemerdekaan (freedom). Melihat konsepsi yang diberikan oleh Suwandi tersebut, jelas bahwa proses pembangunan dititik beratkan pada bagaimana individu-individu yang menjadi obyek pembangunan harus mampu mengembangkan sikap mental kemandirian, guna mendukung proses pembangunan yang dijalankan.
Sehubungan dengan kegiatan pembangunan tersebut, maka pembangunan itu sendiri mempunyai pengertian sebagai berikut :
1).     Siagian (1992:1) : Suatu usaha atau rangkaian dari perubahan yang berencana yang dilaksanakan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah dalam rangka pembinaan bangsa.
2).    Tjokroamidjojo (1992:13) : Proses pengendalian usaha (administrasi) negara/pemerintah untuk merealisasikan pertumbuhan yang direncanakan kearah suatu keadaan yang dianggap lebih baik demi kemajuan di dalam berbagai aspek kehidupan bangsa.
3).    Supriatna (2003:29) : Sebagai sistem mencakup komponen a) masukan terdiri dari nilai, sumber daya manusia dan alam, budaya, kelembagaan masyarakat; b) proses, kemampuan organisasi dan manajemen pemerintahan dalam melaksanakan program pembangunan; c) keluaran, berupa perubahan kualitas perilaku manusia yang berakses pada kognisi, afeksi dan keterampilan yang berkaitan dengan taraf hidupnya.
Dari beberapa pengertian atau definisi tentang pembangunan itu, dapat disimpulkan bahwa pembangunan mengandung pengertian :
1).     Pembangunan sebagai suatu perubahan dalam arti mewujudkan suatu kondisi kehidupan masyarakat yang lebih baik.
2).    Pembangunan sebagai suatu proses usaha/kegiatan perubahan yang secara sadar dilakukan. Artinya pembangunan itu didasarkan pada suatu rencana yang disusun secara baik untuk satu kurun waktu tertentu.
3).    Pembangunan sebagai pertumbuhan yaitu kemampuan suatu bangsa untuk terus berkembang baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
4).    Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Pembangunan seringkali diidentikkan dengan perubahan. Masyarakat lebih sering mengartikan pembangunan sebagai adanya pertambahan bangunan (fisik) seperti gedung sekolah, puskesmas, pasar, dan jalan raya. Hal-hal diluar itu tidak dianggap sebagai pembangunan. Dengan demikian, jika membicarakan pembangunan, maka kata kuncinya adalah perubahan(baik yang berlangsung secara lamban atau evolusi maupun secara cepat atau revolusi) yang pada akhirnya mengarah pada perbaikan taraf hidup masyarakat baik secara kualitas maupun kuantitas dalam menggunakan sumber-sumber yang ada.
Pembangunan pada hakikatnya adalah proses perubahan yang diharapkan menghasilkan perbaikan hidup masyarakat baik secara kualitas maupun kuantitas, maka setiap perubahan tersebut akan sangat ditentukan oleh berbagai faktor. Salah satu diantaranya adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusa merupakan faktor penting dalam setiap proses perubahan atau pembangunan. Sumber daya manusia merupakan modal dasar pembangunan yang utama. Sumber daya manusia yang mana? Sumber daya manusia yang menjadi modal dasar pembangunan adalah manusia yang terampil dan terdidik. Manusia yang terdidik, terlatih, dan terampil akan mampu menangani masalah. Sebaliknya manusia yang tidak terdidik, terlatih, dan terampil justru akan memberatkan negara karena mereka tidak bisa menjadi bagian dari orang yang menyelesaikan masalah pembangunan tapi malah menjadi beban. Mereka menjadi orang yang harus dibantu oleh orang lain dan negara. 
         Pada tanggal 18 Desember 2013 Sidang Paripurna DPR RI mengesahkan Undang-undang tentang Desa. Inilah kado terindah buat para pihak yang sedang memperjuangkan kesejahteraan masyarakat desa dan sekaligus memberikan payung hukum yang kuat terhadap eksistensi desa yang selama ini hanya menjadi objek penderita dari proses pembangunan yang sentralistik. Harapan perubahan itu sebetulnya sempat terbuka di era reformasi ini dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang direvisi menjadi Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Tapi tampaknya undang-undang tersebut belum mampu mengembalikan pada eksistensi sejati desa sebagai level pemerintahan terendah yang memiliki hak mengatur rumah tangganya sendiri dengan tanpa meninggalkan adat istiadat.
         Kelahiran undang-undang desa menjadi pintu masuk perubahan terhadap sengkarutnya pembangunan daerah yang telah menjadikan desa sebagai objek penderita semata. Selama ini Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dinilai telah menempatkan kedudukan desa ambivalen dan tidak jelas. Undang-undang ini mempertegas “otonomi asli” sebagai prinsip pemerintahan desa. “Otonomi asli” berarti identik dengan kesatuan masyarakat hukum adat, tetapi dari kewenangan yang diberikan menunjukkan desa sebagai unit administratif atau satuan pemerintahan, sehingga dapat dikatakan bahwa format otonomi desa menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah berbentuk campuran. Sebetulnya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, khususnya Bab XI yang mengatur mengenai Desa, telah menyempurnakan aturan tentang Desa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Namun dalam pelaksanaannya masih muncul beberapa permasalahan. Pertama, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 belum secara jelas mengatur tata kewenangan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Desa. Berdasarkan prinsip desentralisasi dan otonomi luas yang dianut oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah hanya menjalankan lima kewenangan, dan di luar lima kewenangan itu menjadi kewenangan daerah.
          Dengan demikian, konsepsi dasar yang dianut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, otonomi berhenti di kabupaten/kota. Kosekuensinya, pengaturan lebih jauh tentang Desa dilakukan oleh kabupaten/kota, dimana kewenangan Desa adalah kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan kepada Desa. Semangat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang memposisikan Desa di bawah Kabupaten tidak koheren dan konkruen dengan napas lain dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang justru mengakui dan menghormati kewenangan asli yang berasal dari hak asal‑usul. Pengakuan pada kewenangan asal-usul ini menunjukkan bahwa Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menganut prinsip pengakuan (rekognisi). Konsekuensi dari pengakuan atas "otonomi asli" adalah Desa memiliki hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat (self governing community), dan bukan merupakan kewenangan yang diserahkan pemerintahan atasan pada Desa. Adanya dua prinsip/asas dalam pengaturan tentang menimbulkan ambivalensi dalam menempatkan kedudukan dan kewenangan Desa.
         Ketidakjelasan kedudukan dan kewenangan Desa menyebabkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 belum kuat mengarah pada pencapaian cita-cita Desa yang mandiri, demokratis, dan sejahtera. Ada banyak pandangan yang mengatakan bahwa sekarang otonomi asli itu sudah hilang karena semua urusan pemerintahan sudah menjadi milik negara; tidak ada satu pun urusan pemerintahan yang luput dari pengaturan negara.
         Bagi banyak kalangan yang sudah melampui (beyond) cara pandang otonomi asli menyampaikan dan menuntut pemberian (desentralisasi) otonomi kepada Desa dari negara, yakni pembagian kewenangan dan keuangan yang lebih besar. Pada zaman penjajahan misalnya, dalam Revenue-Instruction Pasal 14 jelas ditegaskan bahwa Kepala Desa mempunyai kewajiban yang berkenaan dengan pendapatan Desa secara luas.
          Bahkan dalam Pasal 74 ditegaskan bahwa tanggung jawab mengenai Pajak Desa adalah di tangan Kepala Desa serta berbagai kewenangan lain, misalnya dalam bidang penegakan hukum. Dari sisi kesejahteraan, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 memang telah membawa visi kesejahteraan melalui desain kelembagaan otonomi daerah. Tetapi visi kesejahteraan belum tertuang secara jelas dalam pengaturan mengenai Desa. Kedua, desain kelembagaan pemerintahan desa belum sempurna sebagai visi dan kebijakan untuk membangun kemandirian, demokrasi, dan kesehteraan desa. Isu keragaman misalnya, selalu mengundang pertanyaan tentang format dan desain kelembagaannya. Meskipun Undang-undangNomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mengedepankan keragaman, tetapi banyak kalangan menilai bahwa desain yang diambil tetap desa baku (default village), sehingga kurang memberi ruang bagi optional village yang sesuai dengan keragaman lokal.
         Format bakunya adalah desa administratif (the local state government) yang tentu bukan desa adat yang mempunyai otonomi asli (self governing community) dan bukan juga desa otonom (local self government) seperti daerah otonom. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tidak menempatkan desa pada posisi yang otonom, dan tidak membolehkan terbentuknya desa adat sendirian tanpa kehadiran desa administratif. Baik Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 maupun Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menempatkan desa sebagai bagian (subsistem) pemerintahan kabupaten/kota. Posisi desa administratif itu membawa konsekuensi atas keterbatasan kewenangan desa, terutama pada proses perencanaan dan keuangan. Kewenangan asal-usul (asli) menjadi sulit diterjemahkan dan diidentifikasi karena keberagamannya. Kewenangan dalam bidang-bidang pemerintahan yang diserahkan oleh/dari kabupaten lebih banyak bersifat kewenangan sisa yang tidak dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota dan mengandung banyak beban karena tidak disertai dengan pendanaan yang semestinya. Dalam hal perencanaan pembangunan, desa hanya menjadi bagian dari perencanaan daerah yang secara normatif-metodologis ditempuh secara partisipatif dan berangkat dari bawah (bottom up).
          Setiap tahun desa diwajibkan untuk menyelenggarakan Musrenbangdes untuk mengusulkan rencana kepada kabupaten. Praktik empiriknya, proses itu tidak menjadikan perencanaan yang partisipatif karena perencanaan desa yang tertuang dalam Musrenbang hanya menjadi dokumen kelengkapan pada proses Musrenbang Kabupaten/Kota. Ketiga, desain Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang desa terlalu umum sehingga pasal-pasal tentang desa baru bisa dijalankan setelah lahir Peraturan Pemerintah dan Perda. Kecenderungan ini membuat implementasi kewenangan ke desa sangat tergantung pada kecepatan dan kapasitas Pemerintah dan pemerintah daerah dalam membuat pengaturan lebih lanjut tentang desa. Saat ini kita sudah punya undang-undang baru yang mengatur tentang desa.Di dalam undang-undang tentang Desa kita akan mendapati beberapa ketentuan yang barang tentu nanti masih harus dijabarkan dalam peranturan di bawahnya dan harapannya selaras dengan peraturan perundangan terkait. Beberapa ketentuan yang ada dalam undang-undang desa diantaranya:
         Pengertian Desa. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan hak asal-usul, adat istiadat dan sosial budaya masyarakat setempat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia; ·
         Pengertian Kawasan Perdesaan. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi; ·Kewenangan Desa. Desa mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-usul, adat istiadat dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat dan melaksanakan bagian-bagian dari suatu urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh pemerintahan kabupaten/kota.
          Kewenangan desa mencakup : a. kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul, adat istiadat dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat; b. kewenangan lokal berskala desa yang diakui kabupaten/kota; c. kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang dilimpahkan pelaksanaannya kepada desa; dan d. kewenangan lainnya yang ditetapkan dengan peraturan perundangundangan. Kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang dilimpahkan pelaksanaannya kepada desa adalah pelimpahan kewenangan kepada desa sebagai lembaga dan kepada kepala desa sebagai penyelenggara pemerintah desa.Dalam melaksanakan kewenangan disertai dengan pembiayaan dan pertanggungjawaban pelaksanaan. ·Hak Desa.
         Desa mempunyai hak: a.mengatur dan menguruskepentingan masyarakat berdasarkan hak asalusul, adat istiadat dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat; b. memilih kepala desa, menetapkan BPD dan perangkat desa lainnya; c. mengelola kelembagaan desa; dan d. mendapatkan sumber-sumber pendapatan desa. ·Kewajiban Desa. Desa mempunyai kewajiban:
a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
 b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
 c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
 d. mengembangkan pemberdayaan masyarakat; dan
 e. meningkatkan pelayanan dasar masyarakat. ·
         Pendapatan Desa. Pendapatan desa bersumber dari :
 a. pendapatan asli desa terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;
 b. bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;
c. bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota;
 d. bantuan dari pemerintah pusat, bantuan keuangan dari pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota; dan
 e. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat. ·Belanja Desa. Belanja desa digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah desa dan pemberdayaan masyarakat. ·Kekayaan Desa. Kekayaan desa adalah berupa tanah kas desa, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan desa, pelelangan ikan yang dikelola oleh desa, pelelangan hasil pertanian yang dikelola oleh desa, hutan milik desa, mata air milik desa, pemandian umum. ·Badan Usaha Milik Desa.
         Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dengan bentuk usaha desa. Pendirian BUM Desa ditetapkan dengan peraturan desa dan disesuaikan dengan kapasitas dan kebutuhan masyarakat desa. Desa hanya dapat mendirikan 1 (satu) BUM Desa dengan beberapa unit usaha. BUM Desa dapat didirikan oleh 2 (dua) desa atau lebih yang ditetapkan dengan peraturan bersama dan berkedudukan di salah satu desa berdasarkan kesepakatan.
Modal BUM Desa dapat berasal dari : a. pemerintah desa; b. tabungan masyarakat; dan c. bantuan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. ·Pembangunan Desa. Pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai kewenangannya mengacu pada sistem perencanaan pembangunan kabupaten/kota.
Perencanaan pembangunan desa disusun secara berjangka meliputi:
 a.Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
 b.Rencana pembangunan tahunan desa, selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. c.RPJM dan RKP-Desa ditetapkan dengan peraturan desa.
d.Peraturan desa tentang RPJM dan RKP-Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di desa.
e.Program-program sektor yang masuk ke desa wajib disinkronisasikan dan diintegrasikan dengan perencanaan pembangunan desa.
f.Perencanaan pembangunan desa dilakukan secara berjenjang dimulai dari tingkat dusun.
g.Dalam menyusun perencanaan pembangunan desa , pemerintah desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan desa dan tokoh masyarakat. ·
Pembangunan Kawasan Perdesaan. Pembangunan kawasan perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antar desa dalam satu kawasan.
a.Dalam rangka Pembangunan Kawasan Perdesaan, Pemerintah menetapkan pedoman dan petunjuk teknis pembangunan kawasan perdesaan.
 b.Gubernur melakukan pembinaan dan sosialisasi kepada kabupaten/kota di wilayahnya. c.Bupati/walikota melakukan pendataan dan identifikasi terhadap desa-desa yang dapat ditetapkan sebagai suatu kawasan pembangunan perdesaan.
d.Bupati/walikota menyusun program yang dibutuhkan dalam rangka pembangunan perdesaan.
 e.Kawasan pembangunan perdesaan ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota. f.Pembangunan kawasan perdesaan mencakup pembangunan sumber daya manusia, sumber daya alam, dan infrastruktur.
 g.Pembangunan kawasan perdesaan masing-masing dilaksanakan oleh pemerintah desa. h.Pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan dilaksanakan dalam upaya mempercepat proses pemberdayaan masyarakat dan tingkat perkembangan desa melalui metode dan pendekatan pembangunan partisipatif. i.Pelaksanaan pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dan pihak ketiga wajib mengikut sertakan masyarakat desa yang bersangkutan yang diwakili oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa.
Demikian beberapa ketentuan dalam Undang-undang tentang Desa. Jika diperhatikan tampaknya undang-undang ini memberi angin segar terhadap pembangunan desa di masa yang akan datang. Kementerian/Lembaga wajib berkoordinasi dengan Pemerintahan Desa. Program/kegiatan sektoral yang masuk ke desa wajib disinkronisasikan dan diintegrasikan dengan perencanaan pembangunan desa. Pemerintahan Desa tidak lagi menjadi obyek penderita.

B.  Pentingnya Pembangunan Pedesaan
Indonesia baru dapat disebut makmur kalau desa ikut makmur.Ketahanan nasional baru dapat disebut tangguh apabila seluruh segi-segi strategis kehidupan negara seperti sector ekonomi, komunikasi, transportasi laut, udara, darat, pabrik-pabrik besar dan lain-lain terkendali oleh pemerintah.Tetapi, hampir semua sektor ekonomi berada ditangan orang asing. Dilihat dari segi ketahanan nasional sector ekonomi yang  seharusnya didomiasi orang Indonesia asli secara merata di seluruh Indonesia.
 Dalam pola ketahanan nasional di masa depan, faktor desa perlu dibahas dan diperhatikan lebih serius serta dikonsepkan secara mendasar dan dikembangkan secara maksimal. Karena tidaklah berlebihan kalau disebut “pembangunan Indonesia tidak ada artinya tanpa membangun desa, ketahanan nasional berakar di desa, hari depan Indonesia terletak dan tergantung dari berhasilnya kita membangun desa”.
Pembangunan memang identic dengan hal-hal yang bersifat fisik.Peningkatan kesejahteraan masyarakat desa dapat dilakukan melalui pembangunan yang berbasis kemasyarakatan.Salah satu upaya yang dilakukan melalui Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat (PKPBM).
Dengan program tersebur diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian di desa  secara optimal. Karena cukup banyak potensi desa yang belum maksimal dikembangkan dalam mensejahterakan masyarakat.PKPBM dilaksanakan melalui kemitraan multipihak pemangku kepentingan dengan pembentukan forum PKPBM antardesa dimana tugas forum merumuskan dan membahas hal-hal strategis dalam penyusunan rencana pembangunan desa.Tahap perencanaan PKPBM harus memperhatikan beberapa hal, termasuk permasalahan tata ruang, profil maupun potensi unggulan desa.
 Memang perlu disadari lebih lanjut dan dikaji lebih mendalam, bahwa sejak dahulu kala sampai sekarang desa merupakan dan tetap berfungsi sebagai tulang punggung kehidupan social politik Indonesia.Maka dari itu, sangatlah penting pembanguna desa dalam kondisi sekarang ini.
.  Strategi Organisasional Pembangunan Masyarakat Desa
Dalam pembangunan pedesaan terdapat berbagai macam strategi yang mendorong untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Strategi organisasional yang ada sangat mirip dan saing bersilangan satu sama lain. Ada empat strategi oganisasional  yang akan menjelaskan masalah pembangunan pedesaan, antaralain :
Strategi Pembangunan Gotong Royong
Strategi pembangunan gotong royong melihat masyarakat sebagai suatu system social yang terdiri atas bagian-bagian yang terintegrasi secara normatif. Strategi pembangunan gotong royong merupakan strategi perubahan kemasyarakatan yang berlandaskan partisipasi luas seluruh lapisan masyarakat di dalam proses pengambilan keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan masyarakat. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila strategi ini percaya bahwa perubahan- perubahan kemasyarakatan dapat dicapai secara optimal melalui partisipasi dari segenap lapisan masyarakat.
Strategi Pembangunan Teknikal-Provesional
Strategi ini menganggap bahwa berbagai kendala structural dan institusional telah menyebabkan terjadinya penyesuaian- penyesuaian yang disfungsional terhadap perubahan lingkungan internal dan eksternal.Strategi ini juga memberikan peranan yang lebih kritikal pada agen-agen pembaharuan di dalam progam-progam pembangunan setra menyediakan pelayanan yang diperlukan untuk merealisasikan progam-progam pembangunan.Semua diselenggarakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat, tergantung pada pertimbangan agen pembangunan di dalam konteks organisasional di mana Dia bekerja.
Srategi Konflik
Strategi konflik menyatakan bahwa masyarakat sebagai suatu system yang memelihara dan menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan yang terus berubah melalui alokasi dan penggunaan kekuasaan yang tidak merata di antara kelompok-kelompok di dalam masyarakat.  Strategi konflik menganjurkan kristalisasi masalah-masalah kemasyarakatan dan organisasi lapisan penduduk miskin yang kurang beruntung untuk melakukan aksi melawan status quo dengan semboyan “mari kita bersatu untuk mengganyang kaum penindas”.Sehingga, orang mengetahui musuh merekadan mengorganisasi aksi masa untuk menekan sarana-sarana tertentu (Rothman, 1974:30).
Strategi Pembelotan Kultural
Strategi pembelotan kultural menyadari bahwa kebanyakan anggota masyarakat kotemporer telah gagal di dalam mewujudkan potensi-potensi kemanusiaan mereka. Strategi pembelotan kultural memberikan tekanan yang sangat besar terhadap pentingnya perubahan pada tingkat subyektif individual mulai dari perubahan diri dan nilai-nilai pribadi menuju pembentukan gaya hidup baru yang lebih bersifat manusiawi. Strategi pembelotan kultural menganjurkan suatu masyarakat yang kurang bersifat urbanized kurang dikuasai oleh dorongan-dorongan masyarakat industrial yang menekankan produktivitas, lebih ditandai oleh operasi yang bersekala kecil dan bersifat local serta dijiwai oleh  hubungan-hubungan social yang bersifat pribadi dan partisipatif.
C.  Peranan Prasarana Dalam Pembangunan Pedesaan
Strategi pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan seringkali dikritik karena ketergantungannya yang luar biasa pada investasi prasarana. Investasi tersebut memungkinkan perluasan elit perkotaan menikmati gaya hidup dunia maju. Tetapi, strategi pembangunan ini tidak banyak mengurangi kesenjangan yang tumbuh antara si kaya dan si miskin di negara-negara berkembang.
Investasi prasarana sebagai sebuah komponen yang penting dalam paket investasi yang diusulkan.Empat kategori prinsip investasi prasarana pada awal proyek pembangunan pedesaan adalah irigasi, pengadaan air, listrik desa dan jalan.Investasi jalan desa selalu mendapat prioritas utama.Karena jalan desa memainkan peranan yang penting dalam akumulasi dan distribusi barang.Sehingga, menciptakan volume lalu-lintas yang cukup besar untuk mendukung investasi utama pada jalan raya, pelabuhan dan sebagainya. Prasarana jalan selalu diprioritaskan karena  memungkinkan terjadinya mobilitas perseorangan dan perbaikan mutu kehidupan masyarakat.  Oleh karena itu, agar lebih mudah perbaikan jalan harus disertai oleh perkembangan pelayanan angkutan, baik angkutan pemerintah maupun swasta.Partisipasi masyarakat dalam proyek peerencanaan prasarana dapat memenuhi kebutuhan pembangunan lainnya.
C. RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMD)
Perencanaan pembangunan desa disusun dalam periode 5 (lima) tahun. Perencanaan pembangunan 5 (lima) tahun tersebut merupakan RPJM-Desa yang memuat arah kebijakan keuangan desa, strategi pembangunan desa, dan program kerja desa, dan  ditetapkan dengan peraturan desa. kemudian dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
RKP-Desa memuat:                                         
a.       kerangka ekonomi desa,
b.      prioritas pembangunan desa,
c.       rencana kerja, dan
d.      pendanaan, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu pada RPJM-Desa.
Rencana pembangunan desa didasarkan pada:
a.       pemberdayaan, yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan  kemandirian masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan  bernegara;
b.      partisipatif, yaitu keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan;
c.       berpihak pada masyarakat, yaitu seluruh proses pembangunan di pedesaan secara serius memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat khususnya masyarakat miskin;
d.      terbuka, yaitu setiap proses tahapan perencanaan pembangunan dapat dilihat dan  diketahui secara langsung oleh seluruh masyarakat desa;
e.       akuntabel, yaitu setiap proses dan  tahapan-tahapan kegiatan pem­bangunan dapat dipertanggungjawabkan dengan benar, bailc pada pe­merintah di desa maupun pada masyarakat;
f.       selektif, yaitu sernua masalah terseleksi dengan baik untuk mencapai hasil yang optimal;
g.      efisien dan efektif, yaitu pelaksanaan perencanaan kegiatan sesuai dengan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang ter­sedia;
h.      keberlanjutan, yaitu setiap proses dan  tahapan kegiatan perencanaan harus berjalan secara berkelanjutan;
i.        cermat, yaitu data yang diperoleh cukup obyektif, teliti, dapat dipercaya, dan  menampung aspirasi masyarakat;
j.        proses berulang, yaitu pengkajian terhadap suatu masalah/hal dilaku­kan secara berulang sehingga mendapatkan hasil yang terbaik; dan penggalian informasi, yaitu di dalam menemukan masalah dilaku­kan penggalian informasi melalui alat kajian keadaan desa dengan sumber informasi utama dari peserta musyawarah perencanaan.

RPJM-Desa bertujuan untuk:
a.       mewujudkan perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan keadaan setempat;
b.      menciptakan rasa memiliki dan tanggungjawab masyarakat terhadap program pembangunan di desa;
c.       memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan di desa; dan  menumbuhkembangkan dan  mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan di desa.

RKP-Desa bertujuan untuk:
a.       menyiapkan Daftar Usulan Rencana Kegiatan Pembangunan Desa (DU­RKP-Desa) tahunan yang sifatnya barn, Rehab maupun lanjutan ke­giatan pembangunan untuk dilaporkan kepada Bupati/Walikota me­lalui camat sebagai bahan dasar RKP Daerah Kabupaten;
b.      menyiapkan DU-RKP-Desa tahunan untuk dianggarkan dalam APB Desa, APBD Kabupaten/ Kota, APBD Provinsi, APBN, pihak ketiga maupun swadaya masyarakat.cana kerja pemerintah daerah.
B. RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN DI DESA (RKP­DESA)
Penyusunan RKP-Desa dilakukan melalui kegiatan-kegiatan:
a. Persiapan
1) Pembentukan Tim Penyusun RKP-Desa yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa;
2) Tim penyusun RKP-Desa terdiri dari:
a) Kepala Desa selaku pengendali kegiatan,
b) Sekretaris Desa selaku penanggungjawab kegiatan,
c) Lembaga Pemberdayaan Kemasyarakatan Desa selaku penang­gungjawab pelaksana kegiatan,
d) Tokoh masyarakat, tokoh agama selaku nara sumber,
e) Pengurus TP-PKK Desa, KPM selaku anggota,
f)Pemandu selaku pendamping dalam proses penyusunan RKP­ Desa.
b.Pelaksanaan
Kegiatan pelaksanaan mengacu kepada RPJM-Desa dengan memilih prioritas kegiatan setiap tahun anggaran yang telah disepakati oleh seluruh unsur masyarakat, yang berupa:
1) Pemeringkatan usulan kegiatan pembangunan berdasarkan RPJM­ Desa;
2) Indikasi program pembangunan Desa dari RPJM-Desa;
3) Rencana Kerja Pembangunan Desa sebagai bahan APB-Desa;
4) Daftar Usulan Rencana Kerja Pembangunan Desa; dan Berita Acara Musrenbang Desa.
c. Pemasyarakatan
Kegiatan pemasyarakatan RKP-Desa dilakukan pada berbagai ke­giatan organisasi dan kelompok masyarakat.
C. PELAPORAN
Kepala Desa melaporkan RPJM-Desa dan  RKP-Desa secara berjenjang dan disampaikan paling lambat 1(satu) bulan sejak ditetapkan.
D. PENDANAAN
Perencanaan pembangunan desa bersumber dari dana:
a. APBN;
b. APBD Provmsi;     
c. APBD Kabupaten/Kota;     ;
d. APB-Desa; dan
e. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Alur kegiatan penyusunan RPJM-Desa dan RKP-Desa DAN RKP-DESA


2.      TEORI PEMERINTAHAN DESA

A.    PENGERTIAN PEMERINTAHAN DESA

Pemerintah Desa menurut Dra. Sumber Saparin dalam bukunya “Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Desa”, menyatakan bahwa:
“Pemerintah Desa ialah merupakan simbol formal daripada kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa diselengarakan di bawah pimpinan seorang kepala desa beserta para pembantunya (Prangkat Desa), mewakili masyarakat desa guna hubungan ke luar maupun ke dalam masyarakat yang bersangkutan”.
            Pemerintah Desa mempunyai tugas membina kehidupan masyarakat desa, membina perekonomian desa, memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa, mendamaikan perselisihan masyarakat di desa, mengajukan rancangan peraturan desa dan menetapkannya sebagai peraturan desa bersama dengan BPD.Sedangkan pengertian Pemerintah Desa menurut Peraturan Daerah tentang Pedoman Organisasi Pemerintah Desa, yang menyatakan bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa.
              Menurut Peraturan Daerah Nomor 7 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa, pasal 1 nomor 7 yang dimaksud dengan Kepala Desa adalah pimpinan dari Pemerintahan Desa. sedangkan menurut pasal 1 nomor 8 yang dimaksud dengan Perangkat Desa adalah unsur staf yang melaksanakan teknis pelayanan dan atau membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
            Pengertian desa Pemerintah dalam hal ini merupakan suatu lembaga-lembaga yang melakukan kegiatan memerintah kepada bawahannya atau seluruh masyarakat yang didasarkan atas peraturan yang berlaku.Pengertian pemerintah dapat dibagi dalam dua pengertian, yaitu dalam arti luas adalah pemerintahan yang merupakan gabungan antara lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif, sedangkan pemerintah dalam arti sempit adalah pemerintahan yang hanya mencakup lembaga eksekutif saja.
            Dari rumusan tersebut, maka pemerintah dapat diartikan sebagai Badan atau Lembaga yang mempunyai kekuasaan mengatur dan memerintah suatu Negara. Soetarjo Kartohadikusumo di dalam buku yang berjudul “Desa”, mengemukakan bahwa dari segi perbendaharaan sejarah kata atau etimologi, kata Desa berasal dari bahasa sansekerta yaitu berasal dari kata Deshi yang artinya “Tanah Kelahiran” atau “Tanah Tumpah Darah”. Selanjutnya dari kata Deshi itu terbentuk kata Desa.
( Kartohadikusumo, 1988 : 16 )
Desa adalah sebagai tempat tinggal kelompok atau sebagai masyarakat hukum dan wilayah daerah kesatuan administratif, wujud sebagai kediaman beserta tanah pertanian, daerah perikanan, tanah sawah, tanah pangonan, hutan blukar, dapat juga wilayah yang berlokasi ditepi lautan/danau/sungai/irigasi/ pegunugan, yang keseluruhannya merupakan wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Hak Ulayat Masyarakat Desa.( Kartohadikusumo, 1988 : 16 )
         Desa menurut Prof. Drs. HAW. Widjaja dalam bukunya “Otonomi Desa” menyatakan bahwa:“Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa, landasan pemikiran dalam mengenai Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat”.
 (Widjaja,2003:3).
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang pokok-pokok penyelengaraan Pemerintah Daerah, menyatakan bahwa :“Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai suatu kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. (Penjelasan Umum Undang-undang No. 5 Tahun 1974)
.
            Hak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri ini bukanlah hak otonomi sebagaimana dimaksud Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah.Pada hakekatnya Pemerintahan Desa tumbuh dalam masyarakat yang diperoleh secara tradisionil dan bersumber dari hukum adat.Jadi Desa adalah daerah otonomi asli berdasarkan hukum adat yang berkembang dari rakyat sendiri menurut perkembangan sejarah yang dibebani oleh instansi atasannya dengan tugas-tugas pembantuan.
                    Pada masa ini Pengertian Desa yang resmi adalah pengertian yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 22 tentang Pemerintahan Desa yang didalamnya mengandung Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa (BPD), menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Desa adalah :”Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten”.
                Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan bahwa Desa tidak lagi merupakan wilayah administratif, bahkan tidak lagi menjadi bawahan atau unsur pelaksanaan daerah, tetapi menjadi daerah yang istimewa dan bersifat mandiri yang berada dalam wilayah Kabupaten sehingga setiap warga Desa berhak berbicara atas kepentingan sendiri sesuai kondisi sosial budaya yang hidup dilingkungan masyarakatnya.
A. Lembaga Pemerintahan Desa dan Kecamatan
1.  Pemerintahan Desa
                  a.      Pengertian pemerintahan
Syarat terbentuknya suatu negara adalah:
Ø  Adanya rakyat
Ø  Adanya wilayah
Ø  Adanya pemerintahan yang berdaulat
Ø  Adanya pengakuan dari negara lain
Negara merupakan suatu organisasi manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan.   Pemerintahan adalah sistem untuk menjalankan kewenangan dan kekuasaandalam mengatur  kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian – bagiannya.
Pernahkah kamu mengunjungi suatu desa?Tahukah kamu yang dimaksud dengan desa?Di manakah letak dan bagaimana suasana desa? Jika kita mendengar kata desa, yang muncul adalah sebuah tempat yang hijau dan letaknya jauh dari kota. Namun, sebenarnya desa tidak hanya terletak di kaki gunung, di dekat pantai, bahkan di pinggiran sebuah kota pun ada desa. Masyarakat di wilayah perdesaan memegang erat sistem persaudaraan antarindividu. Dengan demikian, hampir semua orang yang ada di desa tersebut saling mengenal satu sama lainnya. Kehidupan sehari - hari mereka masih tradisional. Pada umumnya, masyarakat desa bermata pencarian sebagai petani, nelayan, buruh tani, berladang, dan beternak.Penyebutan desa di Indonesia berbeda-beda pada setiap daerahnya.Ada yang me nyebutnya "Nagari", seperti di Sumatra Barat, "Gampong" di Nanggroe Aceh Darussalam, "Lembang" di Sulawesi Selatan, "Kampung" di Kalimantan Selatan dan Papua, dan "Negeri" di Maluku.Namun, ciri khas suatu desa tidak hilang.Siapakah yang menjalankan pemerintahan di desa?Desa merupakan bagian dari sebuah kecamatan.
2.  Tugas dan tanggung jawab pemerintah
Tugas pemerintah seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
Ø  Melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia
Ø  Memajukan kesejahteraan umum
Ø  Mencerdaskan kehidupan bangsa
Ø  Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
Tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat adalah:
Ø  Menjaga keamanan dan ketertiban
Ø  Meningkatkan taraf hidup rakyat
Ø  Pemerataan pembangunan
Ø  Menyediakan sarana perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi dan lain-lain
Ø  Membangun dan memelihara lingkungan hidup yang sehat
Ø  Menyediakan bahan pangan, sandang, dan sarana hiburan yang terjangkau oleh masyarakat
Ø  Memelihara anak terlantar dan membantu fakir miskin.

B.     PEMERINTAH DAERAH
1.      Susunan Pemerintahan Daerah
Pemerintahan daerah adalah pemerintahan yang mewakili pemerintahan pusat di suatu daerah dalam suatu wilayah satu negara.Hal tersebut sesuai dengan pasal 18 dan pasal 18B UUD 1945. Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut beberapa asas yaitu:
Ø  Asas Desentralisasi
Ø  Asas Sentralisasi
Ø  Asas Dekonsentrasi
Ø  Asas Tugas Pembantuan

2.      Pemilihan kepala daerah
Pilkada dilaksanakan dengan mendatangi tempat pemungutan suara pada waktu dan tempat yang telah ditentukan, lalu memilih gambar pasangan kepala daerah dan wakilnya yang menjadi pilihannya.

Syarat – syarat warga negara yang dapat memilih:
Ø  WNI
Ø  Telah berumur minimal 17 tahun atau sudah kawin
Ø  Tidak sedang di cabut hak pilihnya
Ø  Tidak sakit ingatan

1.      SISTEM PEMERINTAHAN DESA
Desa merupakan kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga.Desa memilikibatas-batas wilayah tertentu dan memiliki kekuasaan hukum, serta dikepalai oleh seorang kepala desa.
Sistem pemerintahan desa terdiri dari pemerintah desa dan badan permusyawarahan desa.Pemerintahan adalah kepala desa dan perangkat desa.
1.      Tujuan dan tanggung jawab kepala desa sebagai berikut:
*      Memimpin penyelenggaraan pemerintah desa
*      Membina kehidupan masyarakat desa
*      Membina perekonomian desa
*      Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa
*      Mendamaikan perselisihan masyarakat desa
*      Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya.
2. Urusan pemerintah yang menjadi kewenangan desa mencakup             :
1)      Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa
2)      Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturan kepada desa.
3)      Tugas pembantuan dari pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan atau Pemerintah kabupaten/kota.
3.      Pelaksanaan pembangunan kawasan pedesaan harus memperhatikan:
1.              Kepentingan desa.
2.              Kewenangan desa.
3.              Kelancaran pelaksanaan investasi.
4.              Kelestarian lingkungan hidup.

ü  Tugas RT:
1)             Membantu menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat yang menjadi tanggung  jawab pemerintah.
2)             Memelihara kerukunan hidup warga.
3)             Menyusun rencana dan melaksanakan pembangunan dengan. mengembangkan aspirasi dan swadaya murni masyarakat.
ü  Tugas RW:
1)             Menggerakkan swadaya masyarakat, gotong royong dan aspirasi masyarakat.
2)             Membantu pelaksanaan tugas pokok dalam bidang pembangunan di kelurahan/desa.
3)             Pelaksanaan dalam menjebatani hubungan antar rukun tetangga dengan pemerintah.

§  GAMBAR PENDUDUK DESA
Setiap desa dipimpin oleh seorang kepala desa.Kepala desa dipilih langsung oleh masyarakat di desa tersebut. Syarat dan tata cara pemilihannya diatur oleh peraturan daerah yang berpedoman pada peraturan pemerintah. Kepala desa bukanlah seorang pegawai negeri sipil.Masa jabatan kepala desa adalah enam tahun.Ia dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Sesudah itu, ia tidak boleh lagi mengikuti pemilihan calon kepala desa. Seorang Kepala desa dilantik oleh bupati/ wali kota, paling lambat tiga puluh hari setelah dinyatakan terpilih. Kepala desa mendapatkan gaji (upah) bukan dari pemerintah, tetapi dari hasil pengolahan tanah yang diserahkan untuk diolah.Di daerah Jawa dikenal dengan tanah "bengkok" atau tanah "carik".Setelah masa jabatannya habis, tanah itu harus dikembalikan kepada pemerintah.Dengan demikian, kepala desa tidak mendapatkan uang pensiun seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS).
     Kepala desa mempunyai tugas dan tanggung jawab, di antaranya:
1.      Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa;
2.      Membina perekonomian desa;
3.      Membina kehidupan masyarakat desa;
4.      Memelihara ketenteraman dan ketertibanmasyarakat desa;
5.      Mendamaikan perselisihan yang terjadi padamasyarakat di desa;   
6.      Mewakili desanya baik di dalam dan di luarpengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya.
Menurut Undang Undang No. 32 Tahun 2004 dijelaskan, dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD).Badan ini berfungsi melindungi berbagai adat istiadat dan menetapkan peraturan desa bersama kepala desa.Selain itu, BPD berfungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.Anggota BPD ialah wakil penduduk desa bersangkutan. Mereka ditetapkan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat. Di desa dibentuk juga beberapa lembaga kemasya rakatan.Lembaga kemasyarakatan ditetapkan oleh peraturan desa.Pembentukannya berpedoman pada peraturan perundang - undangan.Tugas lembaga tersebut adalah membantu pemerintah desa dan memberdayakan masyarakat desa.Misalnya, Lembaga Keamanan Masyarakat Desa (LKMD), Pertahanan Sipil (Hansip), PKK, dan Karang Taruna.Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) merupakan wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa yang memadukan kegiatan pemerintahan desa yang dilakukan secara gotong royong.
Pengurus LKMD umumnya tokoh masyarakat setempat.Pembentukan LKMD disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa berdasarkan musyawarah anggota masyarakat.Fungsi LKMD adalah membantu pemerintah desa dalam merencanakan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan desa. Selain itu, LKMD memberikan masukan kepada BPD dalam proses perencanaan pembangunan desa. Misalnya, untuk mencegah banjir LKMD dapat mengusulkan pembangunan tanggul atau dam kepada pemerintahan desa.Pada pemerintahan desa terdapat organisasi Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).Anggota PKK terdiri atas ibu - ibu rumah tangga di suatu desa.Ketua PKK biasanya dijabat oleh istri kepala desa atau 2.

2.   Pemerintahan Kelurahan
Setelah kamu memahami desa, kita akan mempelajari kelurahan. Apa yang kamu ketahui tentang kelurahan? Di manakah letak kelurahan?Pemerintahan kelurahan berbeda dengan pemerintahan desa.Kelurahan biasanya terdapat di daerah perkotaan. Perbedaan desa dan kelurahan dapat terlihat dari pemimpin dan cara pemilihannya. Kepala kelurahan sering disebut Lurah.Lurah diangkat dan dipilih oleh pemerintah.Lurah adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mampu dan cakap dalam menjalankan tugas.Lurah diangkat oleh bupati/walikota atas usul kepala kecamatan dari pegawai negeri sipil yang berprestasi.Syaratnya, dia harus mampu dan menguasai pengetahuan tentang pemerintahan.
Selain itu, memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Orang yang menjabat sebagai lurah mempunyai beberapa tugas yang harus dilaksanakan. Tugas lurah bukan hanya memimpin masyarakat di wilayahnya, tetapi masih banyak lagi tugas yang lain. Nah, apa saja tugas - tugas seorang lurah? Ayo, kita pelajari bersama-sama.

  Lurah mempunyai tugas, di antaranya:
1.      Melaksanakan kegiatan pemerintahan kelurahan;
2.      Memberdayakan masyarakat;
3.      Melayani masyarakat;
4.      Menyelenggarakan sistem keamanan agar masyarakat tenteram dan tertib;
5.      Memelihara prasarana dan fasilitas pelayanan umum di masyarakat;

Dalam melaksanakan tugasnya, lurah bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui camat.Lurah dibantu oleh beberapa perangkat kelurahan yang bertanggung jawab kepada lurah.Kelurahan merupakan gabungan dari beberapa Rukun Warga (RW).
PKK ber tujuan memberdayakan keluarga, meningkatkan kesejahteraan, dan kemandirian keluarga.Misalnya, PKK mem beri bantuan sosial, pelatihan keterampilan, pos pelayanan terpadu (Posyandu), memberikan bantuan beasiswa, atau mengadakan peng obatan gratis. Sesuai Pedoman Dasar Karang Taruna, pengertian Karang Taruna adalah Organisasi  Sosial  wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas  dasar  kesadaran  dan  tanggung  jawab  sosial  dari, oleh, dan  untuk  masyarakat  terutama  generasi  muda  di  wilayah desa/kelurahan  atau  komunitas  adat  sederajat  dan  terutama bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial.
Pembinaan Karang Taruna diatur dalam Permensos 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna. Berikut kutipan isi pedoman:
   Tujuan
Tujuan Karang Taruna adalah :
a.    Terwujudnya pertumbuhan dan perkembangan  kesadaran dan  tanggung  jawab  sosial  setiap  generasi  muda  warga Karang  Taruna  dalam  mencegah,  menagkal, menanggulangi  dan  mengantisipasi  berbagai  masalah sosial.
b.   Terbentuknya  jiwa  dan  semangat  kejuangan  generasi muda  warga  Karang  Taruna  yang  Trampil  dan berkepribadian serta berpengetahuan.
c.    Tumbuhnya  potensi  dan  kemampuan  generasi  muda dalam  rangka    mengembangkan  keberdayaan  warga Karang Taruna.
d.    Termotivasinya  setiap  generasi  muda  warga  Karang Taruna  untuk  mampu  menjalin  toleransi  dan  menjadi perekat  persatuan  dalam  keberagaman  kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
e.    Terjalinnya kerjasama antara generasi muda warga Karang Taruna  dalam  rangka  mewujudkan  taraf  kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
f.     Terwujudnya  Kesejahteraan  Sosial  yang  semakin meningkat  bagi  generasi  muda  di  desa/kelurahan  atau komunitas  adat  sederajat  yang  memungkinkan
       pelaksanaan  fungsi  sosialnya  sebagai  manusia pembangunan  yang  mampu  mengatasi  masalah kesejahteraan sosial dilingkungannya.
g.    Terwujudnya pembangunan  kesejahteraan  sosial generasi muda  di  desa/kelurahan  atau  komunitas  adat  sederajat yang  dilaksanakan  secara  komprehensif,  terpadu  dan terarah  serta  berkesinambungan  oleh  Karang  Taruna bersama pemerintah dan komponen masyarakat lainnya.Tugas
Setiap  Karang  Taruna  mempunyai  tugas  pokok  secara bersama-sama dengan Pemerintah dan komponen masyarakat lainnya untuk menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan social  terutama  yang  dihadapi  generasi  muda,  baik  yang bersifat preventif, rehabilitatif maupun pengembangan potensi generasi muda di lingkungannya.
   Setiap Karang Taruna melaksanakan fungsi :
a.    Penyelenggara Usaha Kesejahteraan Sosial.
b.    Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan bagi masyarakat.
c.    Penyelenggara pemberdayaan masyarakat  terutama generasi  muda dilingkunggannya   secara  komprehensif, terpadu dan terarah serta berkesinambungan.
d.    Penyelenggara  kegiatan  pengembangan  jiwa kewirausahaan bagi generasi  muda di lingkungannya.
e.    Penanaman  pengertian,  memupuk  dan  meningkatkan kesadaran tanggung jawab   sosial generasi muda.
f.     Penumbuhan dan pengembangan semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan, kesetiakawanan sosial dan memperkuat nilai-nilai kearifan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
g.    Pemupukan  kreatifitas  generasi  muda  untuk  dapat mengembangkan  tanggung  jawab  sosial  yang  bersifat rekreatif,  kreatif,  edukatif,  ekonomis  produktif  dankegiatan  praktis  lainnya  dengan mendayagunakan  segala sumber dan potensi kesejahteraan sosial di lingkungannya secara swadaya.
h.  Penyelenggara  rujukan,  pendampingan,  dan  advokasi social bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.
i.   Penguatan  sistem  jaringan  komunikasi,  kerjasama, informasi dan kemitraan dengan berbagai sektor lainnya.
j.   Penyelenggara  usaha-usaha  pencegahan  permasalahan sosial yang aktual.
Karang Taruna merupakan salah satu organisasi kepemudaan di tingkat desa.Karang Taruna merupakan organisasi pemuda atau pelajar SMP dan SMA di suatu desa atau kelurahan.Tujuan dari organisasi ini, yaitu memberikan pembinaan kepada para remaja untuk menjadi individu mandiri dan memiliki keterampilan.Pembinaan pemuda desa bertujuan agar pemuda desa, terutama pemuda putus sekolah, dapat memperoleh keahlian di bidang tertentu.Misalnya, pembinaan dalam bidang elektronika, kesenian, olahraga, atau lingkungan hidup.

Organisasi Karang Taruna terdapat di wilayah Rukun Warga (RW), desa, dan kecamatan.Karang Taruna merupakan wadah bagi generasi muda desa untuk menyalurkan pendapat dan kreativitasnya.Karang Taruna merupakan lembaga pemberdayaan masyarakat di bawah pembinaan kepala desa dan camat.Karang Taruna dapat memupuk persatuan dan kesatuan di antara generasi muda.
Adapun sumber pendapatan desa adalah sebagai berikut.
  Pendapatan asli desa yang meliputi:
1.      Hasil Usaha Desa;
2.      Hasil Kekayaan Desa;
3.      Hasil Swadaya Dan Partisipasi;
4.      Hasil Gotong Royong.

  Bantuan Pemerintah Kabupaten Meliputi :
1.      Bagian Perolehan Pajak Dan Retribusi Daerah,
2.      Dana Perimbangan Keuangan Pusat Dan Tingkat Daerah.
3.      Bantuan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Provinsi.
4.      Sumbangan Pihak Ketiga, Misalnya Berupa Dana Hibah.
5.      Pinjaman Desa

Sumber pendapatan desa dikelola melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD).Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ditetapkan oleh kepala desa bersama BPD dengan berpedoman pada APBD yang ditetapkan Bupati.Dengan demikian, pada dasarnya, kepala desa bertanggung jawab kepada rakyat desa.Kepala desa harus menyampaikan pokok-pokok pertanggungjawabannya.Oleh karena itu, wewenangnya tidak boleh disalahgunakan. Nah, kamu sekarang sudah paham tentang pemerintahan desa, tetapi apa bedanya dengan pemerintahan kelurahan? Selanjutnya, akan dipelajari tentang pemerintahan kelurahan.

Sejak 1998, pemerintah pusat mencanangkan Program Pemberdayaan Kecamatan (PPK) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan).PNPM dilaksanakan dalam upaya mengentaskan kemiskin an, perluasan kesempatan kerja di perdesaan, peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan, dan kemandirian masyarakat perdesaan.Pemerintahan desa atau kelurahan harus ikut berperan agar program pemberdayaan masyarakat dapat berjalan dengan baik.Pemerintahan desa atau kelurahan merupakan unsur pemerintahan yang berhubungan langsung dengan masyarakat.Perbedaan antara desa dan kelurahan, dapat kamu lihat dalam tabel berikut.
Setelah kamu memahami perbedaan antara desa dan kelurahan, kita lanjutkan pembahasan materi pada pemerintahan kecamatan.

3. Pemerintahan Kecamatan
Kamu pasti pernah mendengar dan mengenal istilah kecamatan. Tahukah kamu, apa yang dimaksud dengan kecamatan? Apa tugas seorang camat? Wilayah kecamatan merupakan gabungan dari beberapa desa dan atau kelurahan.Berbeda dengan kepala desa dan lurah, kecamatan dipimpin oleh seorang camat.Dalam menjalankan tugasnya camat dibantu oleh sekretaris camat (sekcam).Adapun seorang camat mempunyai tugas sebagai berikut.
1.      Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat.
2.      Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum.
3.      Mengoordinasikan penerapan dan pene gakan peraturan perundang - undangan.
4.      Mengoordinasikan penyelenggaraan pemeliharaan prasana dan fasilitas pelayanan.
5.      Mengoordinasikan penyelenggaraan dari semua kegiatan pemerintahan di tingkat   Kecamatan.
6.      Membina penyelenggaraan pemerintahan desa atau kelurahan.
7.      Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya. Juga yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa dan atau kelurahan.

Camat diangkat oleh bupati/walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota.Seorang camat harus berasal dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan.Dalam menjalankan tugasnya, camat dibantu perangkat kecamatan.Perangkat kecamatan bertanggung jawab kepada camat.Camat harus mem pertanggungjawabkan tugas-tugasnya kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah kabupaten/kota.Dengan demikian, camat tidak dapat bertindak dan berperilaku secara sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya.

B. Susunan Pemerintahan Desa dan Kecamatan
1. Pemerintahan Desa
Dalam menjalankan tugasnya, kepala desa dibantu oleh perangkat desa.Perangkat desa tersebut disesuaikan dengan kebutuhan di desa.Perangkat desa umumnya adalah sebagai berikut.
a. Sekretaris Desa
Salah satu perangkat desa ialah sekretaris desa yang bertugas mengurus administrasi di desa. Misalnya, membuat surat akta kelahiran atau surat keterangan. Sekretaris desa merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
b.    Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi untuk menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung, dan menyalurkan aspirasi (pendapat) masyarakat.Anggota BPD adalah wakil penduduk desa bersangkutan. Mereka ditetapkan menjadi anggota BPD dengan cara musyawarah dan mufakat. Masa jabatannya adalah enam tahun yang dapat dipilih lagi untuk satu kali masa jabatan berikutnya, sama seperti kepala desa. Hal apa saja yang menjadi urusan perangkat desa? Perangkat desa merupakan badan yang ada di desa dengan tujuan membantu urusan dalam pemerintahan desa. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa, antara lain sebagai berikut.
Urusan tingkat pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.Misalnya, mengangkat ketua RW dan RT.
Urusan tingkat pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota, tetapi urusan tersebut diserahkan pengaturannya ke desa.Misalnya, membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).
Tugas pembantuan dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan atau pemerintah kabupaten/kota.Misalnya, membantu mengumpulkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari masyarakat desa.
Urusan pemerintahan lainnya, yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan ke desa.Misalnya, pembentukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan LKMD.
Dengan demikian, pemerintahan desa berperan bagi kehidupan masyarakat di desa.Desa merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki batas - batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.Untuk lebih memahaminya, perhatikanlah susunan pemerintahan desa berikut.
Kantor Kepala Desa Tegal sembadra

2.  Pemerintahan Kelurahan
Kelurahan merupakan wilayah gabungan dari beberapa Rukun Warga (RW).Pemerintahan di tingkat desa dan kelurahan merupakan unsur pemerintahan yang berhubungan langsung dengan masyarakat.

A. Lurah
1.      Lurah mempunyai tugas pokok menyelanggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan diwilayah kerjanya.
2.      Melaksanakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati yaitu:
1.      Pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan
2.      Pemberdayaan masyarakat
3.      Penyelanggaran ketentraman dan ketertiban umum pelayanan masyarakt
4.      Pemeliaharanprasarana dan fasilitas pelayanan umum
5.      Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai lingkup tugas dan fungsi.
3.      Melaksanakan pelayanan, perizinan dan pemberian rekomendasi kepada masyarakat sesuai tugas dan lingkup kewenangannya
4.      Pemeliaharan prasarana dan fasilitas pelayanan umum diwilayah kelurahan.
5.      Melaksanakan identifikasi potensi pendapatan daerah.

B.  Sekretaris Lurah
1. Sekertaris lurah mempunyai tugas pokok membantu lurah mengkoordinasikan  penyusunan program dan menyelanggarakan tugas program dan menyelanggarakan    tugas seksi secara terpadudan memberikan pelayanan administrasi kepada seluruh prangkat dan aparatur kelurahan.
2.  Berdasarkan tugas pokok diatas maka uraian tugas sekretaris
lurah adalah sebagai berikut :
1.      Melaksanakan koordinasi dalam rangka penyusunaan rancangan
2.      program kerja dan kegiatan dilingkungan kelurahan.
3.      Menjabarkan perintah atasan sesuai ketentuan yang berlaku.
4.      Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan teknis penyelanggaran    evaluasi dan pelaporan urusan pemerintahan umum, sosial,ekonomi dan kesejahteran rakyat.
5.      Mengolah administrasi keuangan yang meliputi penyiapan bahan penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja pembekuan,verifikasi serta perbendaharaan di kelurahan.Melaksanakan identifikasi dan inventarisasi serta menyusun standar pelayanan di kelurahan.
 C.   Kasi Pemerintahan
     Seksi pemerintahan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis penyelanggaran pemerintahan  lingkup kelurahan sesuai ketentuan  yang berlaku.Menyelanggarakan urusan pemerintahan umum termasuk pembinaan penyelanggara bidang kesatuan bangsa politik dan pemilu, bidang pertahanan serta bidang administrasi kependudukan dan pencatatan sipil sesuai lingkup tugas dan kewenangannya. Melaksanakan pengawasan atas tanah-tanah aset pemerintah kabupaten di wilayah kelurahan.Melaksanakan pelayanan perizinan dan pemberian rekomendasi Kepada masyarakat berdasarkan bidang tugas dan lingkup kewenangan kelurahan. Uraian tugas berdasarkan item diatas adalah sebagai berikut :
1.      Pengajuan kartu tanda penduduk
2.      Pembuatan kartu keluarga
3.      Rekomendasi surat pindah
4.      Rekomendasi surat keterangan catatan kepolisian (SKCK)
5.      Serat keterangan alih waris
 D.  Kasi Kessos dan Ekonomi Masyarakat
                        Seksi kesejahteran soial ekonomi masyarakat mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengembangan  kegiatan perekonomian yang meliputi perindustrian, perdagangan, pertambangan, kepariwisataan, perkoperasian, UMKN, dan golongan ekonomi lemah, pertanian, perternakan, kehutanan, perkebunan, perikanan, perlautan, perhubungan, lingkungan hidup dan ketenagakerjaan di wilayah kelurahan. Menyusun rencana dan melaksanakan pemberian bantuan dana bagi pembangunan desa, pembinaan UDKP dan usaha ekonomi masyarakat.
Melaksanakan usaha sosial dan kesejahteran rakyat termasuk penyelanggaran pendidikan dan kesehatan sesuai kewenangan.Melaksanakan pengembangan keolahragaan, kepemudaan, kepramukaan, kesenian, kebudayaan dan keluarga berencana di wilayah kelurahan.Memfasilitasi dan melaksanakan pembinaan lembaga adat di wilayah kelurahan. Pembuatan surat keterangan tidak mampu,dan pembuatan rekomendasi nikah.

E.  Kasi Pemberdayan Masyarakat
  Seksi pemberdayaan masyarakat bertugas yaitu       :
1.      menyelanggarakan urusan termasuk pembinaan ketahanan sesuai lingkup tugas dan kewenangannya.
2.      Melaksanakan bimbingan kelembagaan masyarakat dan pembangunan sumber daya manusia lingkup kelurahan.
3.      Melaksanakan bimbingan teknis motivasi dan upaya-upaya penggalian kegiatan swadaya gotong-royong masyarakat di wilayah kelurahan .
4.      Menganalisa dan mengolah data dan informasi yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat termasuk pembinaan ketahanan masyarakat.
5.      Melaksanakan pengawasan dan pengadilan atas pelaksanaan program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat.
6.      Pembuatan rekomendasi ijin mendirikan bangunan
7.      Pembuatan surat keterangan ijin usaha/pinjaman ke bank
8.      Melaksanakan pembinaan dan bimbingan terhadap peningkatan kesejahteran keluarga melalui 10 program pokok PKK.
9.      Melaksanakan program kegiatan peningkatan peran wanita menuju keluarga sehat sejahtera.

  Seksi ketentraman dan ketertiban mempunyai tugas yaitu   :
1.      melaksanakan pembinaan urusan ketentraman dan ketertiban sesuai lingkup tugas dan kewenangannya.
2.      Melaksanakan koordinasi dan pembinaan terhadap petugas pelindung masyarakat di wilayah kelurahan.
3.      Melaksanakan pembinaan fasilitas terhadap upaya-upaya yang dilaksanakan oleh masyarakat dalam rangka menciptakan dan memilihara ketentraman dan ketertiban di  wilayah kelurahan.

2. TEORI OTONOMI DAERAH
A.    Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi berasal dari 2 kata yaitu ,  auto berarti sendiri,nomosberarti rumah tangga atau urusan pemerintahan.Otonomi dengan demikian berarti mengurus rumah tangga sendiri.Dengan mendampingkan kata ekonomi dengan kata daerah,maka istilah “mengurus rumah tangga sendiri” mengandung makna memperoleh kekuasaan dari pusat dan mengatur atau menyelenggarakan rumah tangga pemerintahan daerah sendiri.
Ada juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di tetapkan oleh Pemerintahan Daerah. Pengertian yang memliki kaitan dan hubungan dengan otonomi daerah yang terdapat di dalam Undang-Undang,yaitu sebagai berikut:
-          Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.
-          Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut asas otonomi seluas-luasya dalam prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang dimaksudkan di dalam UUD 1945.
-          Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota, perangkat daerah seperti Lurah,Camat serta Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan daerah tertinggi.
-          DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD duduk para wakil rakyat yang menjadi penyalur aspirasi rakyat.Selain itu DPRD adalah suatu unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
-          Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan kewajiban suatu daerah otonom untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan mengurus berbagai kepentingan masyarakat yang berada dan menetap di dalam daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
-          Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam batas-batas wilayah dan wewenang dari pemerintahan daerah di mana prngaturan nya berdasarkan prakarsa sendiri namum sesuai dengan sistem  NKRI.
-          Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah Presiden Republik Indonesia sebagaiman tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

              Otonomi Daerah adalah pemberian kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional dan yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional yang berimbang dan berkeadilan serta perimbangan pusat dan daerah. Kebijakan otonomi daerah tidak hanya menyangkut ruang lingkup penyelenggaraan pemerintahan saja, namun harus bisa mendorong berlangsungnya proses otonomi masyarakat di daerah.
      Masyarakat otonom adalah masyarakat mandiri, yang dapat secara bebas menentukan sendiri pilihannya berdasarkan kebutuhan yang diperlukan dan dirasakan, seperti memilih kepala daerah, merumuskan kebijakan pembangunan daerah dan keputusan lainnya sesuai dengan kondisi dan kemampuan daerah. Proses pembangunan daerah tidak akan maksimal jika tidak ada partisipasi dari seluruh komponen daerah, khususnya masyarakat.
      Selain itu, juga perlu adanya komunikasi dan koordinasi yang baik dengan  berbagai pihak terkait di provinsi agar pembangunan bisa lebih terarah dan terorganisir.
      Pemerintah daerah harus menyusun program pembangunan sebagai upaya sistematis untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kesejahteraan warga.Untuk itu, berharap setiap pemprov di Indonesia semangat membangun daerah bisa terus dijalankan dan tidak pernah berhenti, karena memberi harapan besar untuk memperluas pembangunan dan menaikkan daya saing daerah, sehingga dapat meningkatkan IPM. ‎

Selain itu, pemerintah daerah harus mampu menyampaikan beberapa pelaksanaan program pro rakyat yang harus diikuti dengan perbaikan birokrasi dan peningkatan mutu penyelenggara pemerintahan.
      Perencanaan APBD juga perlu disiapkan secara matang, efisiensi, akuntabilitas, efektivitas, dan kebermanfaatan bagi masyarakat, sehingga tidak timbul permasalahan kedepannya.Salah satu prasyarat untuk menciptakan kemandirian daerah adanya perubahan dalam tata pemerintahan di daerah sehingga fungsi pemerintah daerah sebagai fasilitator masyarakat biasa optimal.
      Pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah kabupaten harus meminimalisir fungsi memerintah untuk kemudian secara tegas dan jelas lebih mengedepankan fungsi melayani dan memberikan fasilitas pada usaha-usaha pemberdayaan masyarakat.
      Pada hampir daerah kabupaten di Indonesia ada beberapa fenomena kultural-politis, yang harus dicermati karena potensi besar menjadi kendala pelaksanaan otonomi daerah.Untuk itu, pemerintah daerah seharusnya konsisten untuk mengikuti perubahan paradigma pemerintahan dalam melaksanakan setiap kebijakan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
      Tekad ini seharusnya terwujud dalam segala bidang dan diupayakan seoptimalkan mungkin agar bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat daerah mau mewujudkan misi otonomisasi yaitu keadilan dan kesejahteraan masyarakat daerah.
      Menurut UU Nomor 22 tahun1999, Otonomi daerah diselenggarakan atas dasar prinsip demokratisasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, dengan tetap memperhatikan keanekaragaman dan potensi daerah. Pengaturan dan pengelolaan keuangan daerah harus didasarkan pada perimbangan keuangan pusat dan daerah yang berwujud pada sumber pendapatan daerah dan dana perimbangan.
      Ada kecenderungan kuat bahwa di sebagian kalangan Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Propinsi untuk bersikap setengah hati dalam menyerahkan kewenangan kepada Pemerintah Kabupaten. Keengganan ini akan berdampak pada proses pengalihan dan penyerahan kewenangan terutama secara psikologis birokratis, sehingga proses penyerahan kewenangan akan berlarut-larut dan mengulur jadwal pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten.
      Sementara itu, bagi masyarakat, yang penting ada perubahan pada kinerja pemerintah sehingga masyarakat akan memperoleh pelayanan yang lebih baik dan murah. Penyelenggaraan pemerintah di daerah merupakan salah satu kunci penting keberhasilan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, karena merekalah ujung tombak dan eksekutor program tersebut.
      Pelaksanaan otonomi daerah mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat, meski baru berjalan sekitar sebelas tahun, pelaksanaan otonomi daerah telah membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat di daerah. Sebagai upaya konstruktif untuk pemerataan pembangunan daerah, maka diharapkan pembangunan desa bisa lebih maju dan lebih merata, sehingga tidak kalah dari kota.
      Percayalah, Pemerintah Pusat (Jakarta) tidak akan mampu mengurus Indonesia yang sangat luas, karenanya, serahkan sebagian kewenangan kepada kepala daerah untuk membangun dan menciptakan kesejahteraan warga di daerah. Memang benar, otonomi daerah menciptakan raja-raja kecil didaerah yakni Gubernur, Walikota dan Bupati, namun raja yang dipilih secara demokratis untuk ikut menciptakan daerah otonom yang maju, sejahtera dan agamis di masing-masing daerah.
      Adanya gejala yang cukup menonjol pada hampir semua pemerintah kabupaten bahwa sikap dan mentalitas aparatur baik eksekutif maupun legislatif masih menyisakan pengaruh kebijakan pemerintah yang sentralistik, sehingga mereka lebih baik menunggu dan kurang berani mengambil inisiatif dan prakarsa untuk melaksanakan fungsi pemerintah.
      Kondisi ini tentu saja tidak menguntungkan pelaksanaan otonomi justru ketika saat ini pemerintahan daerah di Kabupaten dituntut kepeloporannya untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan otonomi itu sendiri.Sedangkan, pelaksanaan otonomi daerah dengan azas desentralisasi diharapkan mambawa implikasi luas pada masyarakat daerah ke arah yang lebih baik.
      Implementasi Otonomi seharusnya dapat mewujudkan kemandirian daerah, munculnya prakarsa daerah menghargai keanekaragaman dan potensi daerah.Sedangkan implementasi desentralisasi adalah tumbuhnya partisipasi masyarakat, adanya transparansi dan akuntabilitas kebijakan publik, dan penyelenggaraan pemerintah daerah dilaksanakan secara demokratis.
      Dengan mengacu pada target implementatif pelaksanaan otonomi daerah seperti tersebut di atas maka, Pemerintah Kabupaten bisa menempuh langkah-langkah alternatif yakni mengubah dan membangun kualitas sikap dan mentalitas aparatur Pemerintah Kabupaten, mengembangkan tradisi pemerintahan demokratis yang partisipatif, transparan dan akuntabel, menggalakkan dan menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat terhadap kebijakan otonomi daerah melalui kegiatan deseminasi dan sosialisasi terpadu di berbagai kalangan masyarakat, menumbuhkan prakarsa masyarakat untuk menuju kemandirian daerah, mengelola dan memelihara keanekaragaman masyarakat daerah dan mendayagunakannya sebagai salah satu modal pembangunan serta menggali, mengelola dan mendayagunakan potensi daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
      Dilain pihak, kesiapan pemerintah kabupaten untuk segera menyelenggarakan kewenangan pemerintah sering terhambat oleh dirinya sendiri, dimana banyak kabupaten yang kurang memiliki sumber daya, atau kurang memiliki data tentang sumber daya dan potensi daerah.
      Masih sedikit kabupaten di Indonesia yang mempunyai sumber data yang lengkap dan aplikatif serta kurang diolah dan disajikan dan bahkan jarang dipakai sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan dalam perumusan kebijakan daerah, sehingga banyak yang tidak relevan dan realistik.
      Oleh karena itu, akan manjadi salah satu tolok ukur kualitas pemerintah kabupaten dalam penyelenggaraan pemerintah pada bidang-bidang pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.
      Salah satu sisi kebijakan sentralistisme kekuasaan adalah kebijakan penyeragaman (uniformitas) pada semua bidang kehidupan masyarakat.Penyeragaman ini telah melumpuhkan semua sendi keanekaragaman daerah.
      Akibatnya banyak potensi yang tertutup dan tidak bisa berkembang dengan baik.Padahal salah satu kunci penting otonomi daerah. Dengan konteks kultur uniformitas ini pelaksanaan otonomi daerah akan menghadapi tantangan yang berat dalam upaya penggalian dan pertumbuhan keanekaragaman dan potensi daerah.
      Sentralistik telah merenggut hampir semua kekuasaan pemerintah hanya pada pusat.Daerah tinggal memiliki kewenangan yang sedikit dan sekedar menjadi pelaksana kebijakan pusat.Daerah memiliki ketergantungan yang amat penting dengan pusat.Kebijakan otonomi mencoba membalik semua hal diatas. Tentu saja karena sudah berlangsung sangat lama, maka upaya tersebut akan memerlukan waktu yang cukup panjang, tidak bisa serta merta.
       Adalah jenis kewenangan yang penyelenggaraannya disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan masyarakat daerah.Jenis kewenangan ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat daerah atau untuk mempercepat pertumbuhan daerah.Untuk menyelenggarakan kewenangan ini kabupaten harus mengukur kemampuan sumber daya.
      Jika kabupaten kurang mampu untuk menyelenggarakan sendirian, maka perlu merintis kerjasama dengan kabupaten lain. Kerjasama antar kabupaten hendaknya lebih diprioritaskan karena dari sisi birokrasi pemerintahan lebih efisien dan akan mendorong kemandirian daerah kabupaten.
      Untuk menetapkan kewenangan-kewenangan selain kewenangan wajib dan prioritas, maka pemerintah kabupaten tidak perlu tergesa-gesa. Penetapan penyelenggaraan kewenangan nantinya akan berhubungan dengan perkembangan dan tuntutan perubahan yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian maka penetapan penyelenggaraan kewenangan pemerintah kabupaten akan lebih dinamis dan relevan.
      Berdasarkan kebijakan pokok dan penetapan penyelenggaraan kewenangan kabupaten, disusun kedudukan, tugas, susunan dan tata kerja organisasi daerah kabupaten yang merupakan perangkat daerah dalam rangka memantapkan dan melaksanakan program kerja.
      Ada permasalahan yang kompleks dalam kaitannya dengan organisasi perangkat daerah terutama implikasi personalia dan pembiayaan serta efektivitas dan efisiensinya.Belum lagi kompleksitas yang diakibatkan terjadi eksodus "orang pusat" ke daerah. Oleh karenanya proses penyusunan organisasi daerah harus benar-benar jernih, transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.

B.    Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah
1.      Dasar Hukum
Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun ada dasar-dasar yang bisa menjadi landasan.Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1)      Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2)     Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
3)     Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan negara.
Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga menulis apa saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah harus bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di wilayah otonomi tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh daerah agar dapat bersain dengan daerah otonom lainnya.
C.     Teori Otonomi Daerah Di Indonesia 
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri
Dalam Pasal 1, huruf (i), UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan pengertian daerah otonom sebagai berikut: Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam pasal 1, angka (6), UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah disebutkan pengertian daerah otonom sebagai berikut: Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 merupakan dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Pengertian daerah otonom yang diberikan dalam kedua Undang-Undang tersebut juga serupa, meskipun UU No. 32 Tahun 2004 merupakan pengganti UU No. 22 Tahun 1999.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa :
“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. “
            Kebijakan otonomi daerah yang demikian itu merupakan kebijakan Negara yang mendasari penyelenggaraan organisasi dan manajemen pemerintahan daerah.Artinya, seluruh kebijakan dan kegiatan pemerintahan serta kebijakan dan kegiatan pembangunan di daerah dilaksanakan menurut arah kebijakan yang ditetapkan dalam kebijakan Negara tersebut. Pelaksanaan otonomi daerah itu tentu saja bukan sekedar membincangkan mekanisme bagaimana menterjemahkan tujuan-tujuan policy kepada prosedur rutin dan teknik, melainkan lebih jauh daripada itu, melibatkan berbagai faktor mulai dari faktor sumber daya, hubungan antar unit organisasi, tingkat-tingkat birokrasi sampai kepada golongan politik tertentu yang mungkin tidak menyetujui policy yang sudah ditetapkan.

D. Otonomi daerah mengandung tujuan-tujuan, yaitu:
1.             Pembagian dan pembatasan kekuasaan.
                      Salah satu persoalan pokok dalam negara hukum yang demokratik, adalah bagaimana disatu pihak menjamin dan melindungi hak-hak pribadi rakyat dari kemungkinan terjadinya hal-hal yang sewenang-wenang.Dengan memberi wewenang kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, berarti pemerintah pusat membagi kekuasaan yang dimiliki dan sekaligus membatasi kekuasaanya terhadap urusan-urusan yang dilimpahkan kepada kepala daerah.
2.             Efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. Adalah terlalu sulit bahkan tidak mungkin untuk meletakkan dan mengharapkan Pemerintah Pusat dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya terhadap segala persoalan apabila hal tersebut bersifat kedaerahan yang beraneka ragam coraknya. Oleh sebab itu untuk menjamin efisiensi dan efektivitas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, kepada daerah perlu diberi wewenang untuk turut serta mengatur dan mengurus pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam lingkungan rumah tangganya, diharapkan masalah-masalah yang bersifat lokal akan mendapat perhatian dan pelayanan yang wajar dan baik.
3.             Pembangunan-pembangunan adalah suatu proses mobilisasi faktor-faktor sosial, ekonomi, politik maupun budaya untuk mencapai dan menciptakan perikehidupan sejahtera.

E. Prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah :
1.        Dilaksanakan dengan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2.        Didasarkan pada otonomi luas dan bertanggung jawab
3.        Pelaksanaan yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kebupaten dan daerah kota, pada daerah propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4.        Harus sesuai dengan konstitusi negara (tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar-daerah)
5.        Lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom
6.        Lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi legislatif, pengawasan maupun anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah
7.        Pelaksanaan asaz dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
8.        Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintahan kepada daerah desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung-jawabkan kepada yang menugaskan.
                   Pembagian kekuasaan dalam kerangka otonomi daerah dilakukan berdasar prinsip negara kesatuan tetapi dengan semangat federalisme. Kekuasaan yang ditangani pusat hampir sama dengan oleh pemerintah dinegara federal, yaitu hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan agama, serta berbagai jenis urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral oleh pemerintah pusat, seperti kebijakan makro ekonomi, standarisasi nasional.
            Tujuan otonomi daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antardaerah.

1.      TEORI KESEJAHTERAAN

            Kesejahteraan adalah salah satu aspek yang cukup penting untuk menjaga dan membina terjadinya stabilitas sosial dan ekonomi.kondisi tersebut juga diperlukan untuk meminimalkan terjadinya kecemburuan sosial dalam masyarakat.Selanjutnya percepatan pertumbuhan ekonpomi masyarakat memerlukan kebijakan ekonomi atau peranan pemerintah dalam mengatur perekonomian sebagai upaya menjaga stabilitas perekonomian.
1). Teori Kesejahteraan sosial dan ekonomi
            Ekonomi Italia, Vilveredo Pareto, telah menspesifikasikan suatu kondisi atau syarat terciptanya alokasi sumberdaya secara efisien atau optimal, yang kemudian terkenal dengan istilah syarat atau kondisi pareto(Pareto Condition). Kondisi pareto adalah suatu alokasi barang sedemikian rupa, sehingga bila dibandingkan dengan alokasi lainnya, alokasi tersebut takan merugikan pihak manapun dan salah satu pihak pasti diuntungkan. Atas kondisi pareto juga bisa didefinisikan sebagai suatu situasi dimana sebagian atau semua pihak individu takan mungkin lagi diuntungkan oleh pertukaran sukarela.
            Berdasarkan kondisi pareto inilah, kesejahteraan sosial (sosial welfare) diartikan sebagai kelanjutan pemikiran yang lebih utama dari konsep-konsep tentang kemakmuran (walfare economics), (Swasono, 2005:2). Boulding dalam Swasono mengatakan bahwa “ pendekatan yang memperkukuh konsepsi yang telah dikenal sebagai sosial optimum yaitu paretion optimum (optimalitas ala Pareto dan Edeworth), dimana efesiensi ekonomi mencapai sosial optimum bila tidak seorangpun bisa lagi menjadi lebih beruntung.
            Teori kesejahteraan secara umum dapat diklasifikasi menjadi tiga macam, yaitu classical utilitarian, neoclassical welfare theory dan new contractarian approach (Albert dan Hahnel dalam Darussalam 2005:77).Pendekatan classical utillatarial menekankan bahwa kesenangan (pleasur) atau kepuasan (utility) seseoarang dapat diukur dan bertambah.
            Berdasarkan pada beberapa pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan seseorang dapat terkait dengan tingkat kepuasan (utility) dan kesenangan (pleasure) yang dapat diraih dalam kehidupannya guna mencapai tingkat kesejahteraannya yang diinginkan.Maka dibutuhkan suatu prilaku yang dapat memaksimalkan tingkat kepuasa sesuai dengan sumberdaya yang tersedia.
Kesejahteraan hidup seseorang dalam realitanya, memiliki banyak indicator keberhasilan yang dapat diukur.Dalam hal ini Thomas dkk.(2005:15) menyampaikan bahwa kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah dapat di representasikan dari tingkat hidup masyarakat ditandai oleh terentaskannya kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan peningkatan produktivitas masyarakat.Kesemuanya itu merupakan cerminan dari peningkatan tingkat pendapatan masyarakat golongan menengah kebawah.
Todaro secara lebih spesifik mengemukakan bahwa fungsi kesejahteraan W (walfare) dengan persamaan sebagai berikut :
W=W(Y,I,P)
Dimana Y adalah pendapatan perkaital I adalah ketimpangan, dan P adalah kemiskinan absolute.Ketiga fariabel ini mempunyai signifikan yang berbeda-beda, dan selayaknya harus dipertimbangkan secara menyeluruh untuk menilai kesejahteraan di Negara-negara berkembang.
Berkaitan dengan fungsi persamaan kesejahteraan diatas, diasumsikan bahwa kesejahteraan sosial berhubungan positif dengan pendapatan perkapital, namun berhubungan negative dengan kemiskinan.
            Kelompok sosial terbentuk karena manusia-manusia menggunakan pikiran, perasaan, dan keinginan-keinginannya dalam memberikan reaksi terhadap lingkungannya.Hal ini terjadi sebab manusia mempunyai dua keinginan pokok, yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lainnya dan keinginan untuk menyatu dengan lingkungannya.

Terbentuknya suatu masyarakat paling tidak syarat-syaratnya terpenuhi sebagai berikut.
1.      Terdapat sekumpulan orang.
2.      Berdiam atau bermukim di suatu wilayah dalam jangka waktu yang relatif lama.
3.      Akibat dari hidup bersama dalam jangka waktu yang lama itu menghasilkan kebudayaan.
UPAYA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT (Studi di Desa Pendem Kecamatan Junrejo Pemerintah Kota Batu)

            Pemerintah kota Batu berasal dari sebagian daerah kabupaten Malang yang terdiri atas kecamatan Batu, kecamatan Bumiaji dan kecamatan Junrejo. “Undang-undang No 11 tahun 2001 tentang pembentukan kota Batu” secara geografis wilayah kota Batu mempunyai kedudukan strategis, baik dari segi ekonomi maupun sosial dan budaya, serta potensi pertanian, industri, perdagangan, dan pariwisata yang ada di kota Batu, mempunyai prospek yang baik terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Desa Pendem adalah salah dari ketujuh desa yang ada di kecamatan Junrejo pemerintahan kota Batu, yang terletak 3 Km di sebelah timur dari pusat pemerintahan kota Batu, dan berjarak 15 Km dari kota Malang. Lokasi desa Pendem sangat strategis karena desa Pendem adalah pintu masuk dari berbagai wilayah untuk menuju ke kota Batu. Kondisi ini merupakan potensi yang sangat menguntungkan karena dekat dengan sarana dan prasarana transportasi utama. Berbagai upaya untuk meninkatkan kesejahteraan masyarakat telah dilakukan sejak awal dibentuknya pemerintahan kota Batu. Antara lain melalui pembangunan bidang fisik maupun non fisik, lalu bagaimana pelaksanaan dari pembangunan tersebut pada pemerintah tingkat desa seperti yang terjadi pada pemerintahan desa Pendem, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, serta bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat yang mencakup 3 kebutuhan dasar manusia yang meliputi kebutuhan fisik, psikis dan sosial. Jenis atau tipe penelitian ini adalah deskriptif eksploratif. sedangkan teknik pengumpulan data yang dipakai adalah Indepth Interview/ wawancara mendalam, dokumentasi dan observasi. Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sumber data skunder. Sumber data primer didapat dari hasil wawancara dengan kepala desa, seketaris desa serta dengan beberapa perwakilan dari toko masyarakat. Sedangkan sumber data sekunder di dapat dari data-data kepandudukan yang ada pada kantor desa Pendem, serta beberapa buku-buku referensi penunjang penelitian ini. Berdasarkan dari hasil penelitian menunjukan bahwa kebutuhan dasar masyarakat desa pendem yang meliputi kebutuhan fisik, psikis dan sosial dapat terpenuhi meskipun secara kualitas antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain berbeda.
            Pemerintah berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pembanguna bidang fisik dan non fisik. Pembangunan bidang fisik meliputi: 1) Pembuatan Trotoar Jalan Utama 2) Pembuatan TPS (Tempat Pembuangan Sampah) 3) Pelengsengan Depan Sekolah 4) Penambahan Sarana dan Prasarana Belajar 5) Pengadaan Komputer 6) Pembuatan Tembok Keliling Lapangan Desa. 7) Bantuan Mesin Bajak Tanah 8) Bantuan Mesin Pompa Air 9) Pelengsengan Saluran Irigasi Pembangunan bidang non fisik meliputi: 1) Bidang Sosial 2) Bidang Ekonomi 3) Bidang Budaya 4) Bidang Ketertiban Desa Dari pelaksanaan program-program tersebut diatas tidak sepenuhnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, hal ini dikarenakan tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, sehingga menghambat dari beberapa pelaksanaan program yang telah dilakukan.

2.      Teori pembentukan Masyakarakat

A.   Masyarakat
1.      Pengertian Masyarakat
Masyarakat (society) diartikan sebagai sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Adapun pengertian masyarakat menurut para ahli adalah :
a.Selo Soemardjan, Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
b. Max Weber, Masyarakat sebagai suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.
c.  Emile Durkheim, Masyarakat adalah suatu kenyataan objektif
individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.
d. Karl Marx, Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita ketegangan organisasi ataupun perkembangan karena adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terpecah-pecah secara ekonomis.

2.      Proses Terbentuknya Masyarakat
Untuk menganalisa secara ilmiah tentang proses terbenruknya masyarakat sekaligus problem-problem yang ada sebagai proses-proses yang sedang berjalan atau bergeser, kita memerlukan beberapa konsep. Konsep-konsep tersebut sangat perlu untuk menganalisa proses terbentuk dan tergesernya masyarakat dan kebudayaan serta dalam sebuah penelitian antropologi dan sosiologi yang disebut dinamik sosial (social dynamic),  yaitu :
a.       Proses Belajar Kebudayaan Sendiri
1)Proses Internalisasi. Manusia mempunyai bakat tersendiri dalam gen-nya untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi kepribadiannya. Tetapi wujud dari kepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimulasi yang ada di sekitar alam dan lingkungan sosial dan budayanya. Maka proses internalisasi yang dimaksud adalah proses panjang sejak seorang individu dilahirkan sampai ia hampir meninggal, dimana ia belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala hasrat, perasaan, nafsu, serta emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya.
2)Proses Sosialisasi. Proses ini bersangkutan dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial. Dalam proses itu seorang individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu di sekililingnya.
3)Proses Enkulturasi. Dalam proses ini seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat, sistem norma, serta peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Kata enkulturasi dalam bahas Indonesia juga berarti “pembudayaan”.
b.      Proses Evolusi Sosial
Proses evolusi dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat dianalisa oleh seorang peneliti seolah-olah dari dekat secara detail (microscopic), atau dapat juga dipandang dari jauh hanya dengan memperhatikan perubahan-perubahan yang besar saja (macroscopic). Proses evolusi sosial budaya yang dianalisa secara detail akan membuka mata seorang peneliti untuk berbagai macam proses perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari dalam masyarakat di dunia.
c.       Proses Difusi
Penyebaran Manusia. Ilmu Paleoantropologi memperkirakan bahwa manusia terjadi di daerah Sabana tropikal di Afrika Timur, dan sekarang makhluk itu sudah menduduki hampir seluruh permukaan bumi ini. Hal ini dapat diterangkan dengan dengan adanya proses pembiakan dan gerka penyebaran atau migrasi-migrasi yang disertai dengan proses adpatsi fisik dan sosial budaya.
d.      Akulturasi dan Pembauran atau Asimilasi
Akulturasi adalahProses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan demikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Asimilasi adalah Proses sosial yang timbul bila ada golongan-golongan manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda-beda. Kemudian saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan yang campuran.
e.       Pembauran atau Inovasi
Inovasi adalah suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem produksi, dan dibuatnya produk-produk baru. Proses inovasi sangat erat kaitannya dengan teknologi dan ekonomi. Dalam suatu penemuan baru biasanya membutuhkan proses sosial yang panjang dan melalui dua tahap khusus yaitu discovery dan invention.

3.      Ciri-Ciri Masyarakat
Ciri-ciri suatu masyarakat pada umumnya sebagai berikut:
a. Manusia yang hidup bersama sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang.
b. Bergaul dalam waktu cukup lama. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbul sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antarmanusia.
c.Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan.
d.Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terkait satu dengan yang lainnya.

4.      Golongan Masyarakat
a.       Masyarakat Tradisional
Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai oleh adat istiadat lama. Jadi, masyarakat tradisional di dalam melangsungkan kehidupannya berdasarkan pada cara-cara atau kebiasaan-kebiasaan lama yang masih diwarisi dari nenek moyangnya. Kehidupan mereka belum terlalu dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang berasal dari luar lingkungan sosialnya. Masyarakat ini dapat juga disebut masyarakat pedesaan atau masyarakat desa. Masyarakat desa adalah sekelompok orang yang hidup bersama, bekerja sama, dan berhubungan erat secara tahan lama, dengan sifat-sifat yang hampir seragam.
b.      Masyarakat Modern
Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban dunia masa kini. Perubahan-Perubahan itu terjadi sebagai akibat masuknya pengaruh kebudayaan dari luar yang membawa kemajuan terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi seimbang dengan kemajuan di bidang lainnya seperti ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya. Bagi negara-negara sedang berkembang seperti halnya Indonesia. Pada umumnya masyarakat modern ini disebut juga masyarakat perkotaan atau masyarakat kota.
c.       Masyarakat Transisi
Masyarakat transisi ialah masyarakat yang mengalami perubahan dari suattu masyarakat ke masyarakat yang lainnya. Misalnya masyarakat pedesaan yang mengalami transisi ke arah kebiasaan kota, yaitu pergeseran tenaga kerja dari pertanian, dan mulai masuk ke sektor industri.
Ciri-ciri masyarakat transisi adalah : adanya pergeseran dalam bidang pekerjaan, adanya pergeseran pada tingkat pendidikan, mengalami perubahan ke arah kemajuan, masyarakat sudah mulai terbuka dengan perubahan dan kemajuan zaman, tingkat mobilitas masyarakat tinggi dan biasanya terjadi pada masyarakat yang sudah memiliki akses ke kota misalnya jalan raya.

B.   Unsur Masyarakat
1.      Golongan Sosial
a.       Timbulnya Golongan Sosial
Golongan sosial dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya sebagai hasil proses pertumbuhan masyarakat. Faktor penyebabnya antara lain: kemampuan/kepandaian, umur, jenis kelamin, sifat keaslian, keanggotaan masyarakat dan lain-lain. Faktor penentu dari setiap masyarakat berbeda-beda, misalnya pada masyarakat berburu faktor penentunya adalah kepandaian berburu.
b.      Pengertian Golongan Sosial
Pitirim A. Sorokin menggunakan istilah pelapisan sosial yaitu pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat/hierarkhis. Perwujudannya dikenal dengan adanya kelas sosial tinggi (upper class) contohnya: pejabat, penguasa, dan pengusaha; kelas sosial menengah (midle class) contohnya: dosen, pegawai negeri, pengusaha kecil dan menengah; kelas sosial rendah (lower class) contohnya: buruh, petani, dan pedagang kecil.
c.       Dasar-Dasar Pembentukan Golongan Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, kriteria yang dipergunakan sebagai ukuran dalam menggolongkan masyarakat ke dalam golongan sosial/pelapisan sosial adalah:
1)      Ukuran Kekayaan
2)      Unsur kekuasaan atau wewenang
3)      Ukuran Ilmu Pengetahuan
4)      Unsur kehormatan (keturunan)
d.      Karakteristik Golongan Sosial
Beberapa karakteristik golongan sosial/pelapisan sosial yang  terjadi di dalam suatu masyarakat adalah :
1)      Adanya perbedaan status dan peranan
2)      Adanya pola interaksi yang berbeda
3)      Adanya distribusi hak dan kewajiban
4)      Adanya penggolongan yang melibatkan kelompok
5)      Adanya prestise dan penghargaan
6)      Adanya penggoongan yang bersifat universal
e.       Pembagian Golongan dalam Masyarakat
Berdasarkan karakteristik golongan sosial di atas, maka terdapat beberapa pembagian golongan sosial sebagai berikut :
1)Sistem Golongan Sosial dalam Masyarakat Pertanian (Agraris), di dasarkan pada hak dan pola kepemilikan tanah, terbagi menjadi:
-Golongan Atas : para pemilik tanah pertanian dan pekarang untuk rumah tinggal (penduduk inti).
-Golongan Menengah: para pemilik tanah pekarangan dan rumah tapi tidak memiliki tanah pertanian (kuli gendul).
-Golongan Bawah : orang yang tidak memiliki rumah atau pekarangan (inding ngisor).
2)Sistem Golongan Sosial pada Masyarakat Feodal, di dasarkan pada hubungan kekerabatan dengan raja/kepala pemerintahan, terbagi menjadi:
- Golongan Atas : kaum kerabat raja atau bangsawan.
- Golongan Menegah : rakyat biasa (kawula).
3)Sistem Golongan Sosial dalam Masyarakat Industri, meliputi :
-Golongan teratas  terdiri para pengusaha besar atau pemilik modal, direktur, komisaris.
-Golongan menengah atau madya terdiri dari tenaga ahli dan karyawan.
-Golongan bawah seperti buruh kasar, pekerja setengah terampil, pekerja sektor   informal (pembantu).
f.       Sifat Sistem Penggolongan Sosial
Klasifikasi dari sifat sistem penggolongan sosial, meliputi :
1)Sistem lapisan tertutup: sistem yang tidak memungkinkan seseorang pindah ke golongan/lapisan sosial lain..
2)Sistem lapisan terbuka: sistem yang memungkinkan seseorang pindah / naik ke golongan sosial atasnya.
3)Sistem campuran: sistem kombinasi antara terbuka dan tertutup.
g.      Fungsi Golongan Sosial
Golongan sosial memiliki fungsi-fungsi berikut ini:
1)Distribusi hak istimewa yang obyektif seperti penghasilan, kekayaan.
2)Sistem pertanggaan pada strata/tingkat yang diciptakan masyarakat menyangkut prestise dan penghargaan.
3)Penentu simbol status/kedudukan seperti cara berpakaian, tingkah laku.
4)Alat solidaritas di antara individu/kelompok yang menduduki sistem sosial yang sama dalam masyarakat.

2.      Kategori Sosial
a.       Pengertian Kategori Sosial
Menurut Koentjaraningrat,  kategori sosial adalah kesatuan manusia yang terwujud karena adanya suatu ciri-ciri obyektif yang dikenakan pada manusia-manusia tersebut. Dalam kategori sosial tidak terikat oleh unsur adat istiadat, sistem norma, sistem nilai tertentu, tidak memiliki  identitas, tidak memiliki lokasi, tidak mempunyai organisasi, dan tidak memiliki pemimpin. 

3.      Kelompok Sosial
a.       Pengertian Kelompok Sosial
Kelompok sosial (social group) adalah himpunan/kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama, terdapat hubungan timbal balik, saling memengaruhi sehingga timbul suatu kesadaran untuk saling menolong di antara mereka.
Kesatuan manusia yang hidup bersama disebut kelompok sosial harus memenuhi kriteria :
1)Adanya kesadaran setiap kelompok bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok tersebut.
2)Terdapat hubungan timbal balik (interaksi) antar anggota kelompok
3)Memiliki struktur, kaidah, dan pola perilaku tertentu.Memiliki suatu sistem dan proses tertentu.
4)Adanya faktor pengikat yang dimiliki anggota-anggota kelompok, seperti persamaan nasib, kepentingan tujuan, ideologi politik dan lain-lain.
b.      Jenis-Jenis Kelompok Sosial
Jenis-jenis kelompok sosial dalam masyarakat dapat dikelompokkan menjadi :
1)Berdasarkan Identifikasi Diri, dikenal adanya in group dan out group. In group adalah kelompok sosial yang dijadikan tempat oleh individu untuk mengidentifikasi dirinya. In group sering dikaitkan dengan istilah “kami atau kita” dan pada umumnya didasarkan pada faktor simpati dan perasaan dekat dengan anggota kelompoknya. “Kami anggota kelompoknya”. Sedangkan Out group adalah kelompok sosial yang oleh individu  diartikan sebagai lawan in group-nya. Out group sering dihubungkan dengan istilah”mereka”. Sikap out group ditandai oleh suatu sikap antipati.
2)Berdasarkan hubungan kedekatan anggota, teridentifikasi adanya kelompok primer (primary group). Menurut Charles Horton Cooley  kelompok primer/primary group adalah kelompok sosial yang paling sederhana, anggotanya saling mengenal, serta terdapat kerjasama yang erat dan bersifat pribadi, interaksi sosial berlangsung secara tatap muka (face to face), Contohnya: keluarga, kelompok bermain, klik/clique.
3)Berdasarkan hubungan familistik (sifat kekeluargaan), dikenal adanya paguyuban (Gemeinschaft). Ferdinand Tonnies mengataakan bahwa paguyuban (gemeinscaft) adalah bentuk kehidupan hubungan batin yang murni terikat oleh hubungan batin yang kekal berdasarkan rasa cinta dan rasa persatuan batin. Contohnya: kelompok kekerabatan, rukun tetangga/RT.
4)Berdasarkan sifat organisasi, terdapat informal group. Informal group adalah kelompok yang tidak memiliki struktur/organisasi tertentu, kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk berdasarkan pertemuan yang berulangkali. Contohnya: kelompok arisan, kelompok belajar, klik/clique.
5)Berdasarkan keanggotaan, terdapat adanya kelompok membership group dan reference group. Kelompok membership adalah kelompok yang para anggotanya tercatat secara fisik sebagai anggota. Contohnya: peserta asuransi nasabah bank, anggota OSIS, anggota PGRI. Sedangkan kelompok reference/kelompok rujukan atau acuan adalah kelompok sosial yang dijadikan rujukan/acuan oleh individu-individu yang tidak tercatat dalam anggota kelompok tersebut untuk membentuk kepribadiannya dalam berperilaku. Contohnya; seseorang yang gagal menjadi mahasiswa UI tetapi ia tetap bertingkah laku seperti mahasiswa UI.

4.      Perkumpulan (Asosiasi)
a.       Pengertian Perkumpulan
Perkumpulan atau asosiasi adalah kesatuan manusia yang dibentuk secara sadar untuk tujuan-tujuan khusus. Terbentuknya perkumpulan dilandasi oleh kesamaan minat, tujuan, kepentingan, pendidikan, keahlian profesi, atau agama. Perkumpulan merupakan suatu organisasi buatan yang bersifat formal, dengan jumlah anggota relatif terbatas, memiliki kepentingan-kepentingan tertentu, hubungan antar anggota tidak bersifat pribadi, memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
b.      Bentuk-Bentuk Perkumpulan
Bentuk-bentuk perkumpulan dalam masyarakat adalah :
1)Berdasarkan sifat hubungan anggotanya, terbentuk kelompok sekunder (secondary group). Kelompok sekunder adalah suatu perkumpulan yang terdiri dari banyak orang dengan bentuk hubungan tidak bersifat pribadi dan bersifat sementara. Contohnya: negara, bangsa dan suku.
2)Berdasarkan sifat organisasi, terbentuk organisasi formal (formal group) yaitu kesatuan manusia yang tergabung dalam sebuah organisasi yang memiliki peraturan tegas yang sengaja diciptakan oleh anggotanya untuk mengatur hubungan antar sesama. Contohnya: perkumpulan mahasiswa, perkumpulan organisasi massa, instansi pemerintah, dan sebagainya.
3)Berdasarkan pola hubungan yang diciptakan para anggotanya, terbentuk kelompok patembayan (gesellschaft). Kelompok patembayan merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok, biasanya untuk jangka waktu pendek, dan terdapat dalam hubungan perjanjian berdasarkan ikatan timbal balik (kontrak). Misalnya: ikatan karyawan dan majikan dalam organisasi suatu pabrik.
4)Berdasarkan prinsip guna/fungsinya, terdapat perkumpulan atas dasar ekonomi. Contohnya: perkumpulan pedagang, koperasi, suatu perseroan suatu perusahaan dan sebagainya.
5)Berdasarkan keperluan, terdapat banyak perkumpulan contohnya seperti perkumpulan untuk memajukan pendidikan maka dibentuk yayasan pendidikan, suatu perkumpulan pemberantasan buta huruf.
6)Perkumpulan untuk memajukan ilmu pengetahuan atau organisasi profesi, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial (HISPI), Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), dan sebagainya.
7)Berdasarkan aktivitas keagamaan, terdapat banyak perkumpulan, contohnya seperti organisasi penyiar agama, kelompok pengajian, organisasi gereja, gerakan kebatinan, dan sebagainya.
8)Berdasarkan aktivitas politik, terdapat banyak perkumpulan, contohnya seperti Parpol, kelompok kepentingan/penekan, dan sebagainya.
9)Berdasarkan kepentingan memajukan olah raga, terdapat banyak perkumpulan, contohnya: PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia), PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia).

C.   Kriteria Masyarakat
Menurut Marion Levy diperlukan empat kriteria yang harus dipenuhi agar sekumpulan manusia bisa dikatakan / disebut sebagai masyarakat, yaitu :
1. Ada sistem tindakan utama.
2. Saling setia pada sistem tindakan utama.
3. Mampu bertahan lebih dari masa hidup seorang anggota.
4. Sebagian atan seluruh anggota baru didapat dari kelahiran /  reproduksi manusia.

            Masyarakat adalah suatu perwujudan kehidupan bersama manusia. Dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar hubungan dan antar aksi. Dengan demikian masyarakat dapat diartikan sebagai wadah atau medan tempat berlangsungnya antar aksi warga masyarakat itu. Untuk mengerti bentuk dan sifat masyarakat dalam mekanismenya ada ilmu masyarakat (sosiologi) agar lebih baik apabila ia mengenal “masyarakat” dimana ia menjadi bagian daripadanya, karena tiap-tiap pribadi tidak saja menjadi warga masyarakat secara pasif.

            Prof. Robert W. Richey dalam bukunya : “Planning for Teaching an Introduction to Education” membuat batasan masyarakat. Istilah masyarakat dapat diartikan sebagai suatu kelompok manusia yang hidup bersama di suatu wilayah dengan tata cara berpikir dan bertindak yang relatif. Berdasarkan pengertian ini, maka pengertian masyarakat (relatif) luas wilayahnya, dan meliputi (relatif) banyak anggota atau warganya. Oleh karena jumlahnya yang relatif besar, akan terjadi pula “masyarakat” di dalam masyarakat tersebut. Ada bermacam-macam faktor yang menyebabkan terbentuknya “masyarakat” dimaksud. Terjadilah pembedaan-pembedaan yang dikenal dengan istilah “masyarakat kota”, “masyarakat desa”, “masyarakat pendalaman”, ada pula “masyarakat atas”, “masyarakat bawah”, dan sebagainya.

            Dengan pembedaan seperti ini, secara implisit dapat dimengerti apa dasar daripada penamaan atau penggolongan itu. Kota besar misalnya, yang warganya jauh lebih banyak jumlahnya daripada di desa, antar warga masyarakat dan lebih banyak variasinya. Dengan kata lain, disana lebih heterogen. Kenyataan menunjukkan bahwa di kota-kota besar hidup manusia dari segala tingkat. Dari pejabat-pejabat tinggi negara, pengusaha-pengusaha besar, kaum cerdik pandai, sampai buruh-buruh kecil. Jarak sosial diantara mereka sedemikian rupa, sehingga terbentuklah apa yang dikenal sebagai kelas sosial.
            Secara umum kelas sosial di dalam masyarakat ini terbagi atas : kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class) dan kelas bawah (lower class). Sejarah perkembangan masyarakat adalah sejarah adanya manusia dan peradaban. Jadi, manusia adalah subyek di dalam masyarakat dan masyarakat pasti dihubungkan dengan fungsi dan kedudukan manusia di dalam masyarakat. Teori-teori tentang hakikat masyarakat yang berkembang dan dianut dunia pada umumnya adalah

            Sejarah perkembangan masyarakat adalah sejarah adanya manusia dan peradaban. Jadi, manusia adalah subyek di dalam masyarakat dan masyarakat pasti dihubungkan dengan fungsi dan kedudukan manusia di dalam masyarakat.
             Teori-teori tentang hakikat masyarakat yang berkembang dan dianut dunia pada umumnya adalah
1. Teori Atomistic
            Pada periode masyarakat sebelum terbentuknya negara seperti yang kita kenal sekarang (pre social state) manusia sebagai pribadi adalah bebas dan independen. Dengan demikian masyarakat dibentuk atas dasar kehendak bersama, untuk tujuan bersama para individu, yang kemudian menjadi warga masyarakat itu.
Pribadi manusia sebagai individu memiliki kebebasan, kemerdekaan dan persamaan diantara manusia lainnya. Karena didorong oleh kesadaran tertentu, mereka secara sukarela membentuk masyarakat, dan masyarakat dalam bentuknya yang formal ialah negara. Oleh sebab itu masyarakat adalah perwujudan kontrak sosial, perjanjian bersama warga masyarakat itu. Berdasarkan asas pandangan atomisme ini penghargaan kepada pribadi manusia adalah prinsip utama. Artinya setiap praktek tentang kehidupan di dalam masyarakat selalu diarahkan bagi pembianaan hak-hak asasi manusia, demi martabat manusia.
2. Teori Organisme
            Pada dasarnya setiap individu dilahirkan dan berkembang di dalam masyarakat. Manusia lahir dalam wujud yang serba lemah, lahir dan bathin. Keadaannya dan perkembangannya amat tergantung (dependent) kepada orang lain, minimal kepada keluarganya. Kenyataan ini tidak hanya pada masa bayi dan masa kanak-kanak, bahkan di dalam perkembangan menuju kedewasaan seseorang individu masih memerlukan bantuan orang lain. Misalnya dalam penyesuaian kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu manusia saling membutuhkan sesamanya demi kelanjutan hidup dan kesejahteraannya.
            Prinsip pelaksanaan pola-pola kehidupan di dalam masyarakat menurut teori organisme ialah :
a. Bahwa kekuasaan dan kehendak masyarakat sebagai lembaga di atas hak, kepentingan, keinginan, cita-cita dan kekuasaan individu.
b. Lembaga masyarakat yang meliputi seluruh bangsa, secara nasional, bersifat totalitas, pendidikan berfungsi mewujudkan warga negara yang ideal, dan bukan manusia sebagai individu yang ideal.
3. Teori Integralistik
            Menurut teori ini meskipun masyarakat sebagai satu lembaga yang mencerminkan kebersamaan sebagai satu totalitas, namun tidak dapat diingkari realita manusia sebagai pribadi. Sebaliknya manusia sebagai pribadi selalu ada dan hidup di dalam kebersamaan di dalam masyarakat. Jelas bahwa pribadi manusia adalah suatu realita di dalam masyarakat, seperti halnya masyarakat pun adalah realita diantara bangsa-bangsa di dunia ini dan komplementatif. Masyarakat ada karena terdiri dari pada individu-individu warga masyarakat. Dan pribadi manusia, individu-individu dalam masyarakat itu berkembang dan dipengaruhi oleh masyarakat.
            Perwujudan masyarakat sebagai lembaga kehidupan sosial tiada bedanya dengan kehidupan suatu keluarga. Tiap-tiap anggota keluarga adalah warga yang sadar tentang status dirinya di dalam keluarga itu, sebagaimana ia menyadari tanggung jawab dan kewajibannya atas integritas keluarga tersebut. Sewajarnya tidak bertentangan dengan kepentingan dan terutama kehormatan dan martabat keluarga. Bahkan kehormatan keluarga adalah kehormatan anggota keluarga, demikian pula sebaliknya.
            Pelaksanaan asas-asas menurut teori integralistik yang dapat penulis samakan dengan teori kekeluargaan adalah berdasarkan keseimbangan antara hak-hak (asasi) dan kewajiban-kewajiban (asasi). Praktek tata kehidupan sosial berdasarkan kesadaran nilai-nilai, norma-norma sosial yang berlaku dan dijunjung bersama baik oleh individu sebagai pribadi, maupun oleh masyarakat sebagai lembaga. Kepentingan dan tujuan hidup individu meskipun amat bersifat pribadi, tak dapat dipertentangkan dengan kepentingan dan tujuan sosial. Sebab tiap individu menyadari hak dan kewajibannya masing-masing. Ini berarti bahwa kebebasan (kemerdekaan) dan hak-hak individu dengan sendirinya dibatasi oleh kemerdekaan dan hak-hak individu lain di dalam masyarakat. Kesadaran atas nilai-nilai asasi demikian berarti merupakan dasar bagi tiap individu untuk melaksanakan fungsi sosialnya secara maksimal.
            Kesadaran atas hak-hak asasi dan kewajiban dalam antar hubungan manusia sudah pasti berdasarkan nilai-nilai sosial yang berlaku berdasarkan norma-norma nilai tertentu. Nilai-nilai itulah sebagai asas normatif. Asas normatif merupakan dasar terwujudnya harmonis di dalam masyarakat. Tetapi, pelaksanaan asas normatif ini sudah tentu berbeda dengan yang berlaku di dalam masyarakat yang berlatar belakang pandangan filosofis atomisme atau organisme. Dalam masyarakat menurut teori integralistik, asas kekeluargaan menjadi prinsip kehidupan bersama demi kesejahteraan bersama, baik individu maupun keseluruhan. Walaupun pada hakekatnya yang diutamakan adalah keseluruhan warga masyarakat, namun pandangan integralistik tak mengabaikan individu. Karena realitas yang wajar ialah menghormati pribadi sama dengan menghormati keseluruhan masyarakat sebagai satu totalitas.

3.      TEORI KEMANDIRIAN
Pengertian kemandirian dapat dijelaskan secara terminology kata maupun oleh beberapa ahli. Kata kemandirian berasal dari kata dasar diri yang mendapatkan awalan “-ke” dan akhiran “–an” yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar diri, pembaha san mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai perkembangan diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self (Brammer dan Shostrom, dalam Ali & Asrori, 2004) karena diri itu merupakan inti dari kemandirian.
Senada dengan definisi diatas, Lamman (1998) menyatakan bahwa kemandirian merupakan suatu kemampuan individu untuk mengatur dirinya sendiri dan tidak tergantung kepada orang lain. Sutari Imam Barnadib (dalam Mu’tadin, 2002) juga menyatakan bahwa kemandirian meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.
Untuk dapat mandiri seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluar ga serta lingkungan di sekitarnya, agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Pada saat ini peran orang tua dan respon dari lingkungan sangat diperlukan bagi anak sebagai ”penguat” untuk setiap perilaku yang telah dilakukannya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Reber (1985) bahwa:  “Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana seseorang secara relative bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain”. Dengan otonomi tersebut seorang remaja diharapkan akan lebih bertanggungjaw abterhadap dirinya sendiri.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk mengontrol perilakunya dan menyelesaikan masalahnya secara bebas, bertanggung jawab, percaya diri dan penuh inisiatif serta dapat memperkecil ketergantungannya pada orang lain.
Para ahli psikologi menggunakan dua istilah yang berkaitan dengan kemandirian yaitu independence dan autonomy (Steinberg, dalam Hendriyani 2005). Seiring dengan pertambahan usia seseorang maka terjadilah perubahan pada tugas perkembangannya. Begitu pula perubahan dalam penggunaan istilah-istilah yang menunjukan kemandirian.Istilah independence dan autonomy sering dipertukarkan (interchangeable) sesuai dengan penggunaan konsep kedua istilah tersebut (Steinberg, 1993). Istilah tersebut memiliki arti yang sama yakni kemandirian, tetapi secara konseptual kedua istilah tersebut berbeda.
Secara bahasa independence berarti kemerdekaan atau kebebasan (Echols, 1996). Sedangkan secara konseptual sebagaimana dikemukakan Steinberg (1993) bahwa independence generally refers to individual capacity to behave on their own. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa independence menunjukan pada kapasitas seseorang untuk memperlakukan dirinya sendiri. Seseorang yang sudah memiliki independence akan mampu melakukan sendiri aktivitas dalam kehidupan tanpa adanya pengaruh pengawasan orang lain terutama orang tua. Misalnya, ketika anak hendak pergi ke sekolah, ia akan memakai baju seragam sekolah dengan sendirinya tanpa harus dibantu orang tua untuk memakaikannya. Kemandirian yang mengarah pada konsep independece ini merupakan bagian dari perkembangan autonomy selama masa remaja, namun autonomy mencakup dimensi yang lebih luas lagi yaitu dimensi emosional, behavioral dan nilai (Steinberg, 1993).
            Ryan & Lynch (Hendriyani, 2005) berpendapat bahwa “autonomy is an ability to regulate one’s behavior, to select and guide one’s decision and action, without undue control from parent or dependence on parent”.
            Kemandirian adalah kemampuan dalam mengatur tingkah laku, menyeleksi dan membimbing keputusan dan perilakunya tersebut tanpa ada paksaan serta pengontrolan dari orang tua atau pengawasaan orang tua.Kemampuan tersebut berarti individu mampu mengelola potensi yang dimilikinya dan siap menerima konsekuensi dari keputusan yang diambil.Dinyatakan pula oleh Kartadinata (Hendriyani, 2005) bahwa kemandirian sebagai kekuatan motivasional dalam diri individu untuk mengambil keputusan dan menerima tanggung jawab atas konsekuensi keputusan itu.
            Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Siahaan (Ningsih, 2005) yang menjelaskan bahwa kemandirian adalah kemampuan untuk berdiri sendiri atau menggali potensi-potensi yang ada pada dirinya, agar tidak tergantung pada orang lain, baik dalam merumuskan kebutuhan-kebutuhannya, maupun dalam mengatasi kesulitan dan tantangan yang dihadapinya serta bertanggung jawab dan berdiri sendiri. Dikemukakan pula oleh Conell (Hendriyani, 2005) bahwa “autonomy is experience of choice in the intuition, maintenance and regulation of behaviour and the experience of connectedness between one’s action and personal goa ls and values”.
            Dengan adanya kesempatan untuk mengawali, menseleksi, menjaga dan mengatur tingkah laku, menunjukan adanya suatu kebebasan pada setiap individu yang mandiri untuk menentukan sendiri perilaku yang hendak ia tampilkan, menentukan langkah hidupnya, tujuan hidupnya dan nilai-nilai yang akan dianut serta diyakininya. Lerner (Budiman, 2006) memberikan konsep mengenai kemandirian, yaitu mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak bergantung kepada orang lain, tidak terpengaruh lingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri.
             Konsep yang diberikan oleh Lerner ini hampir senada dengan yang diajukan Watson dan Lindgren (Budiman, 2006) bahwa kemandirian ialah kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, gigih dalam usaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Dengan kata lain kemandirian tersebut merupakan kemampuan dalam mengelola diri sehigga ia mampu mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki dalam berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya.
            Dinyatakan pula oleh Steinberg (1993) bahwa kemandirian adalah kemampuan individu dalam mengelola dirinya sendiri.Individu yang mandiri menurut Steinberg adalah individu yang mampu mengelola dirinya sendiri. Steinberg (1993) mengemukakan ada tiga aspek kemandirian yaitu :
1. Emotional autonomy, mengacu kepada tidak melihat orang dewasa sebagai orang yang serba tahu, tidak bergantung pada orang dewasa, individuated dengan pertimbangan sendiri
2. Behavioral autonomy, perubahan kedekatan emosional; yakni mampu membuat keputusan berdasarkan pertimbangan sendiri, mencapai keputusan yang bebas, berfikir semakin abstrak
3. Value autonomy, ditandai dengan mengemukakan pendapat benar-salah, penting dan tidak penting, keyakinan pada prinsip ideologi, keyakinan pada nilai-nilai sendiri. Konsep kemandirian yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep Steinberg (1993) yang dalam tulisannya menggunakan istilah autonomy.Menurutnya individu mandiri adalah individu yang mampu mengelola dirinya sendiri (self governing person).

            Kemampuan dalam mengelola diri sendiri ini ditandai dengan kemampuannya untuk tidak bergantung kepada dukungan emosional orang lain terutama orang tua, mampu mengambil keputusan secara mandiri dan mampu menerima akibat dari keputusan secara mandiri dan mampu menerima akibat dari keputusan tersebut, serta memiliki seperangkat prinsip tentang benar dan salah serta tentang penting dan tidak penting (Steinberg, 1993). Individu yang memiliki kemandirian akan dapat menentukan pilihannya sendiri tanpa dibingungkan oleh pengaruh-pengaruh dari luar dirinya, dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.

            Pengertian tentang kemandirian yang telah dikemukakan oleh beberapa tokoh dan pakar tersebut, dapat diambil intisarinya bahwa istilah kemandirian diartikan sebagai kemampuan untuk mengatur dan menyeleksi tingkah laku, membimbing keputusan serta berani bertanggung jawab atas keputusannya itu.

            Secara singkat dapat terlihat bahwa substansi kemandirian yaitu kemampuan :
1. Menseleksi, mengatur dan mengelola setiap tindakannya
2. Mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi,
3. Percaya pada diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, dan
4. Bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya.


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Melihat beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembangunan pedesaan memang sangat penting.Dengan melakukan berbagai progam yang mengutamakan kepentingan masyaraka.Hal ini, menjadikan masyarakat lebih sejahtera dan makmur serta menjadikan bangsa Indonesia mempunyai kekuatan yang tangguh karena pembangunan desa yang merata dengan berbagai macam strategi yang mendukung progam pembangunan pedesaan.Investasi prasarana pun menjadi prioritas utama yang memobilitasi seluruh aktivitas kehidupan masyarakat pedesaan.

Seperti yang kita ketahui bahwa sejak dahulu kala sampai sekarang desa merupakan dan tetap berfungsi sebagai tulang punggung kehidupan social politik Indonesia.Maka dari itu, sangatlah penting pembanguna desa dalam kondisi sekarang ini.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada pemerintahan pusat.

Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang /badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.   Peranan pemerintah desa dalam menungkatkan partisipasi masyarakat bagi terlaksananya pembangunan sudah berperan dengan baik dalam rangka mengimplementasikan kebijakan sehubungan dengan peningkatan partisipasi masyarakat.
2.   Kemudian dilihat dari segi kemampuan pemerintah desa dalam menggerakkan partisipasi masyarakat sudah mampu, sesuai dengan informasi yang ada.
3.   Terdapat beberapa faktor penghambat, namun hal yang demikian masih dapat diantisipasi oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah kepala desa atau dengan sebutan lain hukum tua lewat motivasimotivasi yang disampaikan langsung serta selalu meningkatkan efektifitas kerja dan setiap aparatur pemerintah.

4. Dalam pelaksanaan tugas pemerintah sebagai administrator dalam bidang pembangunan dan kemasyarakatan sudah dapat dikategorikan berhasil, karena para pemerintah desa dan aparatur pemerintah sering terjun langsung ke lapangan untuk memantau ataupun untuk mengawasi langsung setiap kegiatan pembangunan yang sementara dilaksanakan.

Kemandirian adalah kemampuan dalam mengatur tingkah laku, menyeleksi dan membimbing keputusan dan perilakunya tersebut tanpa ada paksaan serta pengontrolan dari orang tua atau pengawasaan orang tua.Kemampuan tersebut berarti individu mampu mengelola potensi yang dimilikinya dan siap menerima konsekuensi dari keputusan yang diambil.Dinyatakan pula oleh Kartadinata (Hendriyani, 2005) bahwa kemandirian sebagai kekuatan motivasional dalam diri individu untuk mengambil keputusan dan menerima tanggung jawab atas konsekuensi keputusan itu.

            Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Siahaan (Ningsih, 2005) yang menjelaskan bahwa kemandirian adalah kemampuan untuk berdiri sendiri atau menggali potensi-potensi yang ada pada dirinya, agar tidak tergantung pada orang lain, baik dalam merumuskan kebutuhan-kebutuhannya, maupun dalam mengatasi kesulitan dan tantangan yang dihadapinya serta bertanggung jawab dan berdiri sendiri. Dikemukakan pula oleh Conell (Hendriyani, 2005) bahwa “autonomy is experience of choice in the intuition, maintenance and regulation of behaviour and the experience of connectedness between one’s action and personal goa ls and values”.

            Dengan adanya kesempatan untuk mengawali, menseleksi, menjaga dan mengatur tingkah laku, menunjukan adanya suatu kebebasan pada setiap individu yang mandiri untuk menentukan sendiri perilaku yang hendak ia tampilkan, menentukan langkah hidupnya, tujuan hidupnya dan nilai-nilai yang akan dianut serta diyakininya. Lerner (Budiman, 2006) memberikan konsep mengenai kemandirian, yaitu mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak bergantung kepada orang lain, tidak terpengaruh lingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri.

             Konsep yang diberikan oleh Lerner ini hampir senada dengan yang diajukan Watson dan Lindgren (Budiman, 2006) bahwa kemandirian ialah kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, gigih dalam usaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Dengan kata lain kemandirian tersebut merupakan kemampuan dalam mengelola diri sehigga ia mampu mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki dalam berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya.

            Dinyatakan pula oleh Steinberg (1993) bahwa kemandirian adalah kemampuan individu dalam mengelola dirinya sendiri.Individu yang mandiri menurut Steinberg adalah individu yang mampu mengelola dirinya sendiri. Steinberg (1993) mengemukakan ada tiga aspek kemandirian yaitu :
1. Emotional autonomy, mengacu kepada tidak melihat orang dewasa sebagai orang yang serba tahu, tidak bergantung pada orang dewasa, individuated dengan pertimbangan sendiri
2. Behavioral autonomy, perubahan kedekatan emosional; yakni mampu membuat keputusan berdasarkan pertimbangan sendiri, mencapai keputusan yang bebas, berfikir semakin abstrak
3. Value autonomy, ditandai dengan mengemukakan pendapat benar-salah, penting dan tidak penting, keyakinan pada prinsip ideologi, keyakinan pada nilai-nilai sendiri. Konsep kemandirian yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep Steinberg (1993) yang dalam tulisannya menggunakan istilah autonomy.Menurutnya individu mandiri adalah individu yang mampu mengelola dirinya sendiri (self governing person).

            Kemampuan dalam mengelola diri sendiri ini ditandai dengan kemampuannya untuk tidak bergantung kepada dukungan emosional orang lain terutama orang tua, mampu mengambil keputusan secara mandiri dan mampu menerima akibat dari keputusan secara mandiri dan mampu menerima akibat dari keputusan tersebut, serta memiliki seperangkat prinsip tentang benar dan salah serta tentang penting dan tidak penting (Steinberg, 1993). Individu yang memiliki kemandirian akan dapat menentukan pilihannya sendiri tanpa dibingungkan oleh pengaruh-pengaruh dari luar dirinya, dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.

            Pengertian tentang kemandirian yang telah dikemukakan oleh beberapa tokoh dan pakar tersebut, dapat diambil intisarinya bahwa istilah kemandirian diartikan sebagai kemampuan untuk mengatur dan menyeleksi tingkah laku, membimbing keputusan serta berani bertanggung jawab atas keputusannya itu.

            Secara singkat dapat terlihat bahwa substansi kemandirian yaitu kemampuan :
1. Menseleksi, mengatur dan mengelola setiap tindakannya
2. Mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi,
3. Percaya pada diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, dan
4. Bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya.

              Pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah kabupaten harus meminimalisir fungsi memerintah untuk kemudian secara tegas dan jelas lebih mengedepankan fungsi melayani dan memberikan fasilitas pada usaha-usaha pemberdayaan masyarakat.
      Pada hampir daerah kabupaten di Indonesia ada beberapa fenomena kultural-politis, yang harus dicermati karena potensi besar menjadi kendala pelaksanaan otonomi daerah.Untuk itu, pemerintah daerah seharusnya konsisten untuk mengikuti perubahan paradigma pemerintahan dalam melaksanakan setiap kebijakan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

      Tekad ini seharusnya terwujud dalam segala bidang dan diupayakan seoptimalkan mungkin agar bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat daerah mau mewujudkan misi otonomisasi yaitu keadilan dan kesejahteraan masyarakat daerah.

      Menurut UU Nomor 22 tahun1999, Otonomi daerah diselenggarakan atas dasar prinsip demokratisasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, dengan tetap memperhatikan keanekaragaman dan potensi daerah. Pengaturan dan pengelolaan keuangan daerah harus didasarkan pada perimbangan keuangan pusat dan daerah yang berwujud pada sumber pendapatan daerah dan dana perimbangan.

      Ada kecenderungan kuat bahwa di sebagian kalangan Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Propinsi untuk bersikap setengah hati dalam menyerahkan kewenangan kepada Pemerintah Kabupaten. Keengganan ini akan berdampak pada proses pengalihan dan penyerahan kewenangan terutama secara psikologis birokratis, sehingga proses penyerahan kewenangan akan berlarut-larut dan mengulur jadwal pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten.
      Sementara itu, bagi masyarakat, yang penting ada perubahan pada kinerja pemerintah sehingga masyarakat akan memperoleh pelayanan yang lebih baik dan murah. Penyelenggaraan pemerintah di daerah merupakan salah satu kunci penting keberhasilan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, karena merekalah ujung tombak dan eksekutor program tersebut.

      Pelaksanaan otonomi daerah mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat, meski baru berjalan sekitar sebelas tahun, pelaksanaan otonomi daerah telah membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat di daerah. Sebagai upaya konstruktif untuk pemerataan pembangunan daerah, maka diharapkan pembangunan desa bisa lebih maju dan lebih merata, sehingga tidak kalah dari kota.

      Percayalah, Pemerintah Pusat (Jakarta) tidak akan mampu mengurus Indonesia yang sangat luas, karenanya, serahkan sebagian kewenangan kepada kepala daerah untuk membangun dan menciptakan kesejahteraan warga di daerah. Memang benar, otonomi daerah menciptakan raja-raja kecil didaerah yakni Gubernur, Walikota dan Bupati, namun raja yang dipilih secara demokratis untuk ikut menciptakan daerah otonom yang maju, sejahtera dan agamis di masing-masing daerah.

      Adanya gejala yang cukup menonjol pada hampir semua pemerintah kabupaten bahwa sikap dan mentalitas aparatur baik eksekutif maupun legislatif masih menyisakan pengaruh kebijakan pemerintah yang sentralistik, sehingga mereka lebih baik menunggu dan kurang berani mengambil inisiatif dan prakarsa untuk melaksanakan fungsi pemerintah.
      Kondisi ini tentu saja tidak menguntungkan pelaksanaan otonomi justru ketika saat ini pemerintahan daerah di Kabupaten dituntut kepeloporannya untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan otonomi itu sendiri.Sedangkan, pelaksanaan otonomi daerah dengan azas desentralisasi diharapkan mambawa implikasi luas pada masyarakat daerah ke arah yang lebih baik.

      Implementasi Otonomi seharusnya dapat mewujudkan kemandirian daerah, munculnya prakarsa daerah menghargai keanekaragaman dan potensi daerah.Sedangkan implementasi desentralisasi adalah tumbuhnya partisipasi masyarakat, adanya transparansi dan akuntabilitas kebijakan publik, dan penyelenggaraan pemerintah daerah dilaksanakan secara demokratis.

      Dengan mengacu pada target implementatif pelaksanaan otonomi daerah seperti tersebut di atas maka, Pemerintah Kabupaten bisa menempuh langkah-langkah alternatif yakni mengubah dan membangun kualitas sikap dan mentalitas aparatur
.

               Pemerintah Kabupaten, mengembangkan tradisi pemerintahan demokratis yang partisipatif, transparan dan akuntabel, menggalakkan dan menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat terhadap kebijakan otonomi daerah melalui kegiatan deseminasi dan sosialisasi terpadu di berbagai kalangan masyarakat, menumbuhkan prakarsa masyarakat untuk menuju kemandirian daerah, mengelola dan memelihara keanekaragaman masyarakat daerah dan mendayagunakannya sebagai salah satu modal pembangunan serta menggali, mengelola dan mendayagunakan potensi daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

      Dilain pihak, kesiapan pemerintah kabupaten untuk segera menyelenggarakan kewenangan pemerintah sering terhambat oleh dirinya sendiri, dimana banyak kabupaten yang kurang memiliki sumber daya, atau kurang memiliki data tentang sumber daya dan potensi daerah.

      Masih sedikit kabupaten di Indonesia yang mempunyai sumber data yang lengkap dan aplikatif serta kurang diolah dan disajikan dan bahkan jarang dipakai sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan dalam perumusan kebijakan daerah, sehingga banyak yang tidak relevan dan realistik.

      Oleh karena itu, akan manjadi salah satu tolok ukur kualitas pemerintah kabupaten dalam penyelenggaraan pemerintah pada bidang-bidang pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.

      Salah satu sisi kebijakan sentralistisme kekuasaan adalah kebijakan penyeragaman (uniformitas) pada semua bidang kehidupan masyarakat.Penyeragaman ini telah melumpuhkan semua sendi keanekaragaman daerah. 

      Akibatnya banyak potensi yang tertutup dan tidak bisa berkembang dengan baik.Padahal salah satu kunci penting otonomi daerah. Dengan konteks kultur uniformitas ini pelaksanaan otonomi daerah akan menghadapi tantangan yang berat dalam upaya penggalian dan pertumbuhan keanekaragaman dan potensi daerah.

      Sentralistik telah merenggut hampir semua kekuasaan pemerintah hanya pada pusat.Daerah tinggal memiliki kewenangan yang sedikit dan sekedar menjadi pelaksana kebijakan pusat.Daerah memiliki ketergantungan yang amat penting dengan pusat.Kebijakan otonomi mencoba membalik semua hal diatas. Tentu saja karena sudah berlangsung sangat lama, maka upaya tersebut akan memerlukan waktu yang cukup panjang, tidak bisa serta merta.

       Adalah jenis kewenangan yang penyelenggaraannya disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan masyarakat daerah.Jenis kewenangan ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat daerah atau untuk mempercepat pertumbuhan daerah.Untuk menyelenggarakan kewenangan ini kabupaten harus mengukur kemampuan sumber daya.

      Jika kabupaten kurang mampu untuk menyelenggarakan sendirian, maka perlu merintis kerjasama dengan kabupaten lain. Kerjasama antar kabupaten hendaknya lebih diprioritaskan karena dari sisi birokrasi pemerintahan lebih efisien dan akan mendorong kemandirian daerah kabupaten.

      Untuk menetapkan kewenangan-kewenangan selain kewenangan wajib dan prioritas, maka pemerintah kabupaten tidak perlu tergesa-gesa. Penetapan penyelenggaraan kewenangan nantinya akan berhubungan dengan perkembangan dan tuntutan perubahan yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian maka penetapan penyelenggaraan kewenangan pemerintah kabupaten akan lebih dinamis dan relevan.

      Berdasarkan kebijakan pokok dan penetapan penyelenggaraan kewenangan kabupaten, disusun kedudukan, tugas, susunan dan tata kerja organisasi daerah kabupaten yang merupakan perangkat daerah dalam rangka memantapkan dan melaksanakan program kerja.

      Ada permasalahan yang kompleks dalam kaitannya dengan organisasi perangkat daerah terutama implikasi personalia dan pembiayaan serta efektivitas dan efisiensinya.Belum lagi kompleksitas yang diakibatkan terjadi eksodus "orang pusat" ke daerah. Oleh karenanya proses penyusunan organisasi daerah harus benar-benar jernih, transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.

B.     SARAN
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada pemerintahan pusat.

Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang /badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.

Faktor tradisi masyarakat yang ada di tengah-tengah masyarakat memang selalu ada seperti berpesta, hidup boros, dalam melakukan hal-hal  yang kurang berguna maupun dalam menghargai waktu yang terus berjalan dan terus berlalu itu namun hal tersebut di atas tidak menutup kemungkinan kepada masyarakat setempat untuk berbuat atau melakukan suatu karya atau apapun yang menurut mereka berguna bagi diri mereka sendiri maupun untuk keluarga bahkan untuk lingkungan mereka.

 Memang kebiasaan-kebiasaan seperti itu sangat sulit untuk kita rubah karena sudah tertanam dalam jiwa mereka, tinggal bagaimana pemerintah desa dapat memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dan apabila terdapat hal-hal yang positif atau faktor tradisi-tradisi positif masyarakat seperti kemauan masyarakat untuk dapat berpartisipasi aktif, maka pemerintah desa dapat memanfaatkan potensi tersebut untuk menunjang keberhasilan kepemimpinannya serta dapat menggerakkan partisipasi masyarakat dalam setiap pelaksanaan pembangunan.

DAFTAR PUSTAKA

Dhechoriyah, Nurul. 2012. Makalah PNPM  Mandiri Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Bagi Masyarakat Pedesaan. (http://dhechoiriyah-nurul.blogspot.com/2012/05/makalah-pnpm-mandiri-sebagai-upaya.html)  diakses tanggal 23-03-2013.

Arief, Budiman, 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Adjid, D.A. 1985. Pola Partisipasi Masyarakat Perdesaan dalam Pembangunan Pertanian Berencana. Orba Shakti. Bandung

Effendi, tadjudin N dan Chris manning. 1991. Rural Development and Non-Farm Employment in Java. Resource system Institute. East-West Center.

Fu-Chen Lo. 1981. Rural-Urban Relations and Regional Development. The United nations Centre for Regional Development. Maruzen Asia Pte. Ltd. Singapore

Ginanjar Kartasasmita. 1996. Pembangunan untuk Rakyat : Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar