Puji dan syukur kami panjatkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa karna berkat dan bimbingannyamakalah yang berjudul “PERANAN
DAN KEDUDUKAN PEMERINTAHAN KELURAHAN DAN PEMERINTAHAN KELURAHAN DALAM
MENINGKATKAN KUALITAS OTONOMI DAERAH” ini dapat diselesaikan.
Makalah ini selain bertujuan untuk melaksanakan tugas yang
diberikan dosen, juga bertujuan untuk memperkaya pengetahuan kita dalam memahami
peranan dan kedudukan pemerintahan kelurahan dalam meningkatkan kualitas
otonomi daerah..
Akhir kata tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu, memberikan informasi dan inspirasi
serta kepada siapa saja yang berkenan memberi perhatian khusus pada makalah
ini, semoga apa yang ditulis berguna bagi kita semua.
Pematangsiantar, 30 November 2016
Penyusun
Widia Ratnasari Samosir
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................................2
DAFTAR
ISI.....................................................................................................................3
BAB I: PENDAHULUAN
1.
Harapan.............................................................................................................4-7
2.
Kenyataan........................................................................................................8-19
BAB II: PEMBAHASAN
1.
Teori Otonomi Daerah...................................................................................20-43
2.
Teori Tentang Kelurahan Dan
Desa..............................................................44-59
3.
Teori Pembangunan
Daerah.........................................................................60-65
4.
Teori
Kesejahteraan.......................................................................................66-76
5.
Teori Ekonomi
Daerah...................................................................................77-81
6.
Teori Pembangunan.......................................................................................82-90
BAB III: PENUTUP
1.
Kesimpulan..................................................................................................91-106
2.
Saran..........................................................................................................107-108
3.
Daftar Pustaka..................................................................................................109
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
HARAPAN
Program instansi tetapi lebih ditekankan kepada output,
proses, manfaat, dan dampak dari program instansi tersebut bagi kesejahteraan
masyarakat. Melalui suatu pengukuran kinerja, keberhasilan suatu instansi
pemerintah akan lebih dilihat dari kemampuan instansi tersebut.
Berdasarkan
sumber daya yang dikelolanya untuk mencapai hasil sesuai dengan rencana yang
telah dituangkan dalam perencanaan strategis.
Banyaknya komentar masyarakat
tentang keberhasilan dan ketidakberhasilan instansi pemerintah dalam
menjalankan amanah yang diberikan kepadanya menunjukkan harapan dan kepedulian
publik yang harus direspon. Namun, antara harapan masyarakat terhadap kinerja
instansi pemerintah dengan apa yang dilakukan oleh para pengelola dan pejabat
pemerintahan sering berbeda.
Artinya, terjadi kesenjangan harapan (expectation
gap) yang bisa menimbulkan ketidakharmonisan antara instansi pemerintah
dengan para direct users dari masyarakat .
Expectation
gap merupakan kesenjangan yang terjadi
karena adanya perbedaan antara harapan masyarakat dengan apa yang sebenarnya
menjadi pedoman mutu manajemen suatu organisasi yang menyediakan layanan
publik. Hal ini sebagai akibat dari belum adanya sistem pengukuran kinerja
formal yang dapat menginformasikan tingkat keberhasilan suatu instansi
pemerintah.
Para
pengelola pemerintahan sering mempunyai anggapan bahwa ukuran keberhasilan
suatu instansi pemerintah ditekankan pada kemampuan instansi tersebut dalam
menyerap anggaran.
Jadi, suatu instansi dinyatakan
berhasil jika dapat menyerap 100% anggaran pemerintah walaupun hasil maupun
dampak yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut masih berada jauh di
bawah standar.
Keberhasilan ini hanya ditekankan pada aspek
input tanpa melihat tingkat output maupun dampaknya. Sementara masyarakat
mengharapkan keberhasilan instansi pemerintah adalah tindakan nyata yang bisa
meningkatkan kesejahteraan mereka.
Pada era
reformasi saat ini, fenomena pengukuran keberhasilan yang hanya menekankan pada
input seperti di atas banyak mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak.
Oleh karena itu dipertimbangkan untuk
memperbaiki indikator keberhasilan suatu instansi pemerintah agar lebih mencerminkan
kinerja sesuangguhnya.
Dalam modul Sosialisasi Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dijelaskan bahwa tingkat keberhasilan
suatu instansi pemerintah harus memperhatikan seluruh aktivitas.
Tingkat keberhasilan harus diukur tidak semata-mata
kepada input dari program instansi tetapi lebih ditekankan kepada output,
proses, manfaat, dan dampak dari program instansi tersebut bagi kesejahteraan
masyarakat. Melalui suatu pengukuran kinerja, keberhasilan suatu instansi
pemerintah akan lebih dilihat dari kemampuan instansi tersebut berdasarkan
sumber daya yang dikelolanya untuk mencapai hasil sesuai dengan rencana yang
telah dituangkan dalam perencanaan strategis.
Tugas
pemerintah seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai
berikut:
Ø
Melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia
Ø
Memajukan kesejahteraan umum
Ø
Mencerdaskan kehidupan bangsa
Ø
Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial
Tanggung
jawab pemerintah terhadap masyarakat adalah:
Ø
Menjaga keamanan dan ketertiban
Ø
Meningkatkan taraf hidup rakyat
Ø
Pemerataan pembangunan
Ø
Menyediakan sarana perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi dan
lain-lain
Ø
Membangun dan memelihara lingkungan hidup yang sehat
Ø
Menyediakan bahan pangan, sandang, dan sarana hiburan yang terjangkau
oleh masyarakat
Ø
Memelihara anak terlantar dan membantu fakir miskin.
Pemerintah
telah memberi identitas baru atas pilihan pembangunan ekonomi yang harus
diambil. Pada isi Nawacita, sekurangnya tafsir itu terpapar di tiga cita, yakni
membangun dari pinggiran, peningkatan produktivitas ekonomi rakyat, dan
kemandirian ekonomi.
Jika
dibenturkan dengan konsep ekonomi pembangunan, ”Tricita” tersebut berteduh
dalam pohon teori ”struktural”.
Istilah
”pinggiran” (periphery) adalah frasa populer untuk membenturkan dengan
negara/wilayah ”pusat” (center) dalam tradisi Marxianeconomics.
Demikian
pula, terma ”ekonomi rakyat” dan ”kemandirian ekonomi” lekat dengan konsep yang
bersinggungan dengan mazhab tersebut, seperti yang kerap diteriakkan oleh Samir
Amin ataupun Fernando Henrique Cardoso (tentu dengan istilah yang tak
sepenuhnya persis).
Inilah
babak baru yang secara sadar diayak pemerintah setelah mengamati secara jeli
watak pembangunan (ekonomi) Indonesia sepanjang 70 tahun seusai kemerdekaan.
2.KENYATAAN
PEMERINTAH TIDAK BEKERJA KERAS UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAN
KESEJAHTERAAN RAKYAT
Tema besar yang diusung oleh
Pemerintah untuk APBN 2010 adalah “Pemulihan Perekonomian Nasional dan
Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”. Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya,
tema ini menyenangkan, memberi harapan, dan bahkan memberi kesan seolah persoalan
ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat akan selesai pada tahun
dicanangkannya tema tersebut. Dan seperti pada tahun-tahun sebelumnya yang
selalu ada jarak lebar antara tema dan realitas yang dibangun, maka muncul
pertanyaan apakah hal yang sama juga akan terjadi pada tahun 2010:
Bahwa
tema tidak sebangun dengan politik anggaran yang diselenggarakan negara, dari
tingkat perencanaan, alokasi, hingga implementasi di lapangan. Keraguan
tersebut setidaknya bisa dikemukakan dalam beberapa konfirmasi berikut ini:
- Rancangan anggaran yang disampaikan oleh pemerintah tidak menjamin sama sekali akan terjadi pergerakan ekonomi riil yang dilaksanakan masyarakat. Belanja, subsidi, dan stimulus fiskal tidak memberikan dorongan bagi tumbuhnya perekonomian riil masyarakat. Sebagai penikmat terbesar ketiga kebijakan tersebut adalah orang kaya dan atau pihak asing.
- Tekanan pertumbuhan ekonomi masih hanya difokuskan pada tingkat konsumsi dan sebagian besar disokong oleh fiskal antara lain melalui mekanisme belanja gaji. Kebijakan ekonomi tidak mendorong bagi kuatnya daya beli masyarakat, sehingga pertumbuhan yang disampaikan oleh pemerintah tidak benar-benar terjadi atau semu belaka.
- Pemerintah tidak memperhatikan sektor profesi yang sebagian besar digeluti oleh mayoritas masyarakat Indonesia, terutama dalam pertanian dan kelautan (nelayan). Pemerintah juga tidak mendukung bagi tumbuhnya industri kecil yang sehat yang merekrut banyak pegawai. Sebagian besar kebijakan negara adalah memfasilitasi tumbuhnya industri besar yang sebagian besar saham dimiliki pihak asing dan hanya merekrut sedikit pegawai, sambil mematikan usaha kecil dan menengah yang merekrut jauh lebih banyak karyawan.
- Pemerintah masih hanya melayani jajaran pegawai pemerintahan, sambil tidak fokus memperhatikan pelayanan kepada masyarakat. Kebijakan kenaikan gaji pegawai negeri 5% yang notabene merupakan kelanjutan dari kenaikan gaji 15% pada tahun sebelumnya, dan itu dilakukan kepada semua pegawai, sebenarnya bukan merupakan usulan yang strategis. Kenaikan ini tidak memperhatikan rasa keadilan masyarakat. Di tengah buruknya kinerja pelayanan dan perhatian pada tumbuhnya perekonomian dan pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, justru para pegawai negeri mendapat tambahan penghasilan. Argumen penataan birokrasi melalui kenaikan gaji merupakan simplifikasi dari problem birokrasi yang demikian akut. Selain itu, kenaikan ini memicu inflasi yang berdampak buruk pada sebanyak-banyaknya anggota masyarakat.
- Pemerintah tidak cukup serius menghitung kapasitas fiskal dan memberikan pagu besar kepada bidang strategis yang mendukung pertumbuhan ekonomi riil dan kenaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Namun, yang terjadi justru kapasitas fiskal yang rendah, yang ditandai oleh defisit besar, semakin dihamburkan oleh kebijakan kenaikan gaji pegawai negeri. Selain itu, bidang-bidang pertahanan yang selama ini selalu mendapat disklaimer dari BPK mendapat kenaikan yang sangat besar. Sementara itu, pelayanan dasar dan tunjangan sosial kepada masyarakat, baik secara langsung dalam bentuk tunai maupun pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan cenderung menurun.
- Pemerintah juga masih mengandalkan utang sebagai tumpuan pembiayaan atas defisit yang disebabkan inefisiensi dan penghamburan gaji. Tahun 2010 utang dalam negeri diperbesar dan mengurangi utang luar negeri. Namun, meskipun mengurangi rasio utang terhadap PBD, tapi tidak ada kaitan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Membesarkan utang dalam negeri juga berarti pula menambah beban yang disebabkan bunga utang yang lebih tinggi.
Keraguan tersebut setidaknya bisa
dikemukakan dalam beberapa konfirmasi berikut ini:
- Rancangan anggaran yang disampaikan oleh pemerintah tidak menjamin sama sekali akan terjadi pergerakan ekonomi riil yang dilaksanakan masyarakat. Belanja, subsidi, dan stimulus fiskal tidak memberikan dorongan bagi tumbuhnya perekonomian riil masyarakat. Sebagai penikmat terbesar ketiga kebijakan tersebut adalah orang kaya dan atau pihak asing.
- Tekanan pertumbuhan ekonomi masih hanya difokuskan pada tingkat konsumsi dan sebagian besar disokong oleh fiskal antara lain melalui mekanisme belanja gaji. Kebijakan ekonomi tidak mendorong bagi kuatnya daya beli masyarakat, sehingga pertumbuhan yang disampaikan oleh pemerintah tidak benar-benar terjadi atau semu belaka.
- Pemerintah tidak memperhatikan sektor profesi yang sebagian besar digeluti oleh mayoritas masyarakat Indonesia, terutama dalam pertanian dan kelautan (nelayan). Pemerintah juga tidak mendukung bagi tumbuhnya industri kecil yang sehat yang merekrut banyak pegawai. Sebagian besar kebijakan negara adalah memfasilitasi tumbuhnya industri besar yang sebagian besar saham dimiliki pihak asing dan hanya merekrut sedikit pegawai, sambil mematikan usaha kecil dan menengah yang merekrut jauh lebih banyak karyawan.
- Pemerintah masih hanya melayani jajaran pegawai pemerintahan, sambil tidak fokus memperhatikan pelayanan kepada masyarakat. Kebijakan kenaikan gaji pegawai negeri 5% yang notabene merupakan kelanjutan dari kenaikan gaji 15% pada tahun sebelumnya, dan itu dilakukan kepada semua pegawai, sebenarnya bukan merupakan usulan yang strategis. Kenaikan ini tidak memperhatikan rasa keadilan masyarakat. Di tengah buruknya kinerja pelayanan dan perhatian pada tumbuhnya perekonomian dan pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, justru para pegawai negeri mendapat tambahan penghasilan. Argumen penataan birokrasi melalui kenaikan gaji merupakan simplifikasi dari problem birokrasi yang demikian akut. Selain itu, kenaikan ini memicu inflasi yang berdampak buruk pada sebanyak-banyaknya anggota masyarakat.
- Pemerintah tidak cukup serius menghitung kapasitas fiskal dan memberikan pagu besar kepada bidang strategis yang mendukung pertumbuhan ekonomi riil dan kenaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Namun, yang terjadi justru kapasitas fiskal yang rendah, yang ditandai oleh defisit besar, semakin dihamburkan oleh kebijakan kenaikan gaji pegawai negeri. Selain itu, bidang-bidang pertahanan yang selama ini selalu mendapat disklaimer dari BPK mendapat kenaikan yang sangat besar. Sementara itu, pelayanan dasar dan tunjangan sosial kepada masyarakat, baik secara langsung dalam bentuk tunai maupun pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan cenderung menurun.
- Pemerintah juga masih mengandalkan utang sebagai tumpuan pembiayaan atas defisit yang disebabkan inefisiensi dan penghamburan gaji. Tahun 2010 utang dalam negeri diperbesar dan mengurangi utang luar negeri. Namun, meskipun mengurangi rasio utang terhadap PBD, tapi tidak ada kaitan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Membesarkan utang dalam negeri juga berarti pula menambah beban yang disebabkan bunga utang yang lebih tinggi.
PEMERINTAHAN
DESA ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN
Desa
yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat dan diwadahi oleh
Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa, mempunyai tanggungjawab yang
sangat berat, karena maju dan berkembangnya masyarakat desa tidak terlepas dari
peran Pemerintah Desa.
Pemerintah
Desa, yang terdiri dari Kepala Desa dan perangkat Desa yang merupakan unsur
peneyelenggara pemerintahan Desa merupakan garda terdepan yang langsung
berhadapan dengan masyarakat terutama dalam melaksanakan tugas pelayanan kepada
masyarakat yang meliputi urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Kekhawatiran
Terjadinya Penyimpangan
Salah
satu tujuan dari penggelontoran Dana Desa sebagai salah satu pelaksanaan amanat
UU Nomor 6/2014 adalah terlaksananya kegiatan pembangunan secara proporsional
sehingga dapat meraih hasil yang optimal sesuai dengan harapan semua pihak yang
dilandasi oleh pemberdayaan masyarakat guna menekan angka kemiskinan.
Terciptanya pemerintahan desa yang profesional dan mandiri dan pemerataan
pendapatan perkapita penduduk antara kota dan desa merupakan bagian dari tujuan
penerapan UU tentang desa ini.
Desa
sebagai ujung tombak keberhasilan pembangunan nasional diharapkan dapat
menatakelola seluruh kegiatan pembangunan dengan baik. Walaupun demikian,
karena berbagai keterbatasan kemampuan pengelolaan dan tingginya angka
kebutuhan, memunculkan kekhawatiran. Sebagaimana setiap program pada umumnya,
maka Dana Desa yang mulai digulirkan pemerintah pusat ke seluruh desa di
Indonesia ini pun memunculkan berbagai tanggapan positif dan negatif.
Kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya penyimpangan dana disuarakan oleh
berbagai kalangan. Wanti-wanti dari berbagai pihak tersebut kiranya dapat
menjadi bahan pertimbangan bagi kepala desa dalam mengelola dan mempertanggungjawabkan
dana desa sesuai dengan kehendak UU.
Pengalokasian
dana desa yang cukup besar pada setiap desa yang dimulai tahun 2015 harus
dikelola secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan, mengacu kepada
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang-undang ini menempatkan
Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa.
Besarnya
tanggung jawab pengelolaan keuangan tersebut memerlukan peningkatan kapasitas
atau kemampuan Kepala Desa dan perangkat desa mengenai pengelolaan keuangan
desa. Sebaliknya, undang-undang Nomor 6 tersebut menempatkan masyarakat desa
sebagai sasaran dan sekaligus pelaku pembangunan desa, dimana pemerintahan desa
berperan sebagai penggerak pembangunan dan pemberdayaan guna mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Maka yang menjadi tantangan pertama bagi pemerintahan
desa saat ini adalah kesiapan untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa (APBDes) secara tepat, terukur dan transparan. (Kata Menteri Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi/Membangun Desa Radar
Lombok 110615).
Penggelontoran
dana desa oleh pemerintah pusat membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
perlu mencermatinya. Demi antisipasi penyimpangan Dana Desa, maka diperlukan
kajian dalam pengelolaan Dana Desa. Kajian ini merupakan bagian dari program,
pencegahan KPK. Hasil pengkajian yang dilakukan sejak Januari 2015 telah
menemukan 14 potensi persoalan pengelolaan Dana Desa pada 4 aspek, yaitu aspek
regulasi dan kelembagaan, aspek tatalaksana, aspek pengawasan dan aspek sumber daya
manusia.
Pada
aspek regulasi dan kelembagaan, persoalan yang ditemukan antara lain belum
lengkapnya regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan yang diperlukan dalam
pengelolaan keuangan desa; potensi tumpang tindih kewenangan antara Kementerian
Desa dan Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri; formula
pembagian Dana Desa yang tidak cukup transparan dan hanya didasarkan pada azas
pemerataan; pengaturan pembagian penghasilan tetap bagi perangkat desa dari ADD
kurang berkeadilan serta kewajiban penyusunan laporan pertanggungjawaban oleh
desa tidak efisien akibat ketentuan regulasi yang tumpang tindih.
Pada
aspek tata laksana terdapat lima persoalan antara lain kerangka waktu siklus
pengelolaan anggaran sulit dipatuhi oleh desa; satuan harga baku barang/jasa
yang dijadikan acuan dalam menyusun APBDesa belum tersedia; transparansi
rencana penggunaan dan pertanggungjawaban APBDesa masih rendah; laporan
pertanggungjawaban yang dibuat oleh desa belum mengikuti standar dan rawan
manipulasi serta APBDesa yang disusun tidak sepenuhnya menggambarkan kebutuhan
yang diperlukan desa.
Pada
aspek pengawasan terdapat 3 potensi persoalan yakni efektifitas Inspektorat
Daerah dalam melakukan pengawasan masih rendah; saluran pengaduan masyarakat
tidak dikelola dengan baik dan ruang lingkup evaluasi dan pengawasan yang
dilakukan oleh camat belum jelas. Sedangkan pada aspek sumber daya manusia
terdapat potensi persoalan, tenaga pendamping berpotensi melakukan korupsi
memanfaatkan lemahnya aparat desa. (Kata Juru Bicara KPK/Aneka Radar Lombok
200615).
Dua
ini saja sudah cukup menjadi pemicu dalam upaya perbaikan penyelenggaraan
pengelolaan keuangan pemerintahan desa. Yang pasti semua tentu berharap dana
desa haruslah mampu memajukan desa, memelihara dan meningkatkan budaya kearifan
lokal dan mampu memberdayakan masyarakat untuk mencapai tingkat kesejahteraan
yang merata.
Dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, masyarakat berharap pelayanan yang
diberikan adalah yang terbaik dan optimal dari pemerintah desa serta
dituntut untuk dapat melaksanakan tugas, kewenangan dan kewajiban secara
maksimal.
Namun
di sisi lain, tugas dan tanggungjawab pemerintah desa harus pula diseimbangkan
dengan hak pemerintah desa agar peran dan fungsi pemerintah desa dapat berjalan
dengan baik. Bagaimana mungkin pemerintah desa dapat berperan dengan maksimal
untuk memberdayakan masyarakatnya, kalau mereka sendiri sudah tidak berdaya.
Faktor
keberdayaan pemerintahan desa, salah satunya dapat dicerminkan dari
sisi keuangan desanya, dengan sumber pendapatan sebagai berikut :
ð
Pendapatan Asli Desa;
ð
Bagi hasil pajak dan retribusi daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10%
diperuntukan bagi desa;
ð
Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
Kabupaten/Kota untuk desa paling sedikit 10% setelah dikurangi belanja pegawai
yang pembagiannya untuk Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana
desa (30% untuk biaya operasional pemerintah desa dan BPD, serta 70% untuk
kegiatan pemberdayaan masyarakat);
ð
Hiba dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
(PP
No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa)
Selanjutnya,
sesuai dengan pasal 27 PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa, Kepala Desa dan
perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan atau tunjangan
lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan desa. Penghasilan tetap dan atau
tunjangan lainnya yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa ditetapkan
setiap tahun dalam APB Desa dengan besaran paling sedikit sama dengan upah
minimum regional.
Apabila
5 sumber pendapatan tersebut di atas telah diterapkan secara konsisten, maka
harapan penghasilan tetap dan atau tunjangan Kepala Desa per bulan minimal sama
dengan Sekdes PNS dan perangkat desa minimal sama dengan UMR bukanlah suatu
yang sulit. Disamping itu pula percepatan pemberdayaan masyarakat dan
pembangunan desa yang diimpikan akan lebih mudah dicapai.
Ada
beberapa keunggulan jika sistem keuangan desa ini telah diimplementasikan
dengan baik, antara lain :
ü
Pembangunan inprastruktur skala kecil dan kegiatan pemberdayaan masyarakat
lainnya dapat diserahkan kepada desa (APB Desa);
ü
Penyediaan dana bergulir untuk usaha mikro di desa dapat diserahkan kepada desa
(APB Desa);
ü
Biaya Pilkades dapat dibebankan kepada APB Desa;
ü
Penghasilan dan atau tunjangan tetap Kepala Desa dan perangkat Desa dibebankan
kepada APB Desa ;
ü
Biaya-biaya penyelenggaraan pemerintahan desa lainnya dibebankan kepada APB
Desa.
Selama
ini, sebagai contoh pembangunan/perbaikan jalan desa, irigasi desa, sarana
pendidikan, dan kegiatan lainnya yang ada di desa dengan anggaran di bawah Rp
20 juta dianggarkan melalui SKPD tingkat Kabupaten. Penerapan sistem Keuangan
Desa sebagaimana diatur dalam PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa di atas,
bukanlah sesuatu yang memberatkan, tetapi justeru meringankan beban pemerintah
Daerah karena pada prinsifnya hanya pergeseran pos anggaran dari SKPD ke APB
Desa dalam wujud penyerahan kewenangan dari Kabupaten kepada Desa yang disertai
dengan sumber pembiayaan/anggaran.
Dengan
demikian, seandainya Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota konsisten terhadap aturan yang ada, maka pemberdayaan pemerintahan
desa bukanlah suatu yang mimpi dan imbasnya tentu saja terwujudnya pemberdayaan
masyarakat dan terwujudnya akselerasi pembangunan masyarakat perdesaan.
Adanya
rasa aman dan tertib dalam kehidupan bermasyarakat akan dapat menciptakan
kehidupan yang harmonis dikalangan masyarakat dan yang tidak kalah pentingnya
akan dapat meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan
aktifitas sehari-hari. Sebaliknya apabila kondisi strata masyarakat dihadapkan
pada kondisi tidak aman akan menganggu tatanan kehidupan bermasyarakat yang
pada gilirannya pemenuhan taraf hidup akan terganggu pula dan suasana kehidupan
mencekam/penuh ketakutan seperti yang terjadi di beberapa daerah tertentu dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dibayar mahal dengan
korban jiwa, harta dan berbagai fasilitas sarana dan prasarana.
BAB II
PEMBAHASAN
1. TEORI OTONOMI DAERAH
A.
Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi
berasal dari 2 kata yaitu , auto berarti sendiri,nomosberarti
rumah tangga atau urusan pemerintahan.Otonomi dengan demikian berarti mengurus
rumah tangga sendiri.
Dengan
mendampingkan kata ekonomi dengan kata daerah,maka istilah “mengurus rumah
tangga sendiri” mengandung makna memperoleh kekuasaan dari pusat dan mengatur
atau menyelenggarakan rumah tangga pemerintahan daerah sendiri.
Ada
juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di tetapkan oleh
Pemerintahan Daerah.
Pengertian
yang memliki kaitan dan hubungan dengan otonomi daerah yang terdapat di dalam
Undang-Undang,yaitu sebagai berikut:
-
Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.
-
Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut asas otonomi
seluas-luasya dalam prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang dimaksudkan di
dalam UUD 1945.
-
Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota, perangkat daerah seperti
Lurah,Camat serta Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan daerah tertinggi.
-
DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD duduk para wakil
rakyat yang menjadi penyalur aspirasi rakyat.Selain itu DPRD adalah suatu unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
-
Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan kewajiban suatu daerah otonom untuk
mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan mengurus berbagai
kepentingan masyarakat yang berada dan menetap di dalam daerah tersebut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
-
Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam batas-batas
wilayah dan wewenang dari pemerintahan daerah di mana prngaturan nya
berdasarkan prakarsa sendiri namum sesuai dengan sistem NKRI.
-
Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah Presiden
Republik Indonesia sebagaiman tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
B.
Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia
a) Warisan
Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial
mengeluarkan staatsblaad No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan
pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat
dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah
kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini
dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap
yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan
yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende
landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu
diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak
panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan
kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.
b)
Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang
melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina,
sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan
kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah
Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun
berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan
penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda.
Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan
undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942 yang mengatur penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki
kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa
tersebut bersifat misleading.
c)
Masa Kemerdekaan
1.
Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas dekonsentrasi, mengatur
pembentukan KND (komite Nasional Daerah) di keresidenan, kabupaten, kota
berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian
daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan
yakni:
1) Provinsi
2) Kabupaten/kota
besar
3) Desa/kota
kecil.
UU
No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja.
Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki
penjelasan.
2.
Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948
Peraturan
kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor 22
tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam
UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
a) Propinsi
b) Kabupaten/kota
besar
c) Desa/kota kecil
d) Yang berhak mengurus
dan mengatur rumah tangganya
sendiri.
3.
Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Menurut
UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra.
Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah
tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
1) Daerah
swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2) Daerah
swatantra tingkat II
3) Daerah
swatantra tingkat III.
UU
No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya
sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.
4.
Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
Penpres
No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959 menitikberatkan pada
kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen
baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal
dangan daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi
sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa kepala
daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja.
5.
Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi
dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi
(tingkat I)
2) Kabupaten
(tingkat II)
3) Kecamatan
(tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat,
kepala daerah bertugas memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisional di
daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di daerah,
melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan
kepadanya oleh pemerintah pusat.
Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah
mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah,
menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili
daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.
6.
Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
UU
ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya
berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu
daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut
tingkatannya menjadi:
1) Provinsi/ibu
kota negara
2) Kabupaten/kotamadya
3) Kecamatan
Titik
berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II
berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi
aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab.
7.
Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Pada
prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih
mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22
tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1)
Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan
berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.
2)
Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah
daerah provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi
adalah daerah kabupaten dan daerah kota.
3)
Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
4)
Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.
Secara
umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masyarakat
daerah, ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan
kesejahteraan bagi masyarakat.
8.
Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Pada
tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah
yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU
ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku
lagi. UU baru ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara
kabupaten dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas
kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah.
Pemerintah
pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan
di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu,
hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin di
pertegas dan di perjelas.
C.
Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah
1. Dasar
Hukum
Tidak hanya pengertian tentang
otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun ada dasar-dasar yang bisa
menjadi landasan.Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi
daerah,yaitu sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang
pemerintahan daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber
keuangan negara.
Selain
berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga menulis apa
saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah harus
bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di
wilayah otonomi tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh
daerah agar dapat bersain dengan daerah otonom lainnya.
2.
Landasan Teori
Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam
otonomi daerah .
a.
Asas Otonomi
Berikut
ini ada beberapa asas otonomi daerah yang saya tuliskan di sini.Asas-asas
tersebut sebagai berikut:
Ø . Asas tertib penyelenggara negara
Ø Asas Kepentingan umum
Ø Asas Kepastian Hukum
Ø Asas keterbukaan
Ø Asas Profesionalitas
Ø Asas efisiensi
Ø Asas proporsionalitas
Ø Asas efektifitas
Ø Asas akuntabilitas
b.
Desentralisasi
Desentralisasi
adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan
aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.
dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan
daerah.
Desentralisasi
sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di
definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem
pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan
dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang
menyebabkan perubahan pardigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi
juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan
sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah.
Dasar
pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan
pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung
pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah.
Hal ini akan meningkatkan relevansi antara
pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap
mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan
nasional, dari segi sosial dan ekonomi.
Inisiatif peningkatan perencanaan,
pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin
digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk
memenuhi kebutuhan lokal.
c.
Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk
penyelenggaraan negara adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang.
Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan
sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di
bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara
terhadap masyarakat.
Di
Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang
dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan
yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah.
Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman
sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat
merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan
dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi
dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan
diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan
daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan
sebagai suatu proses satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi”
itu adalah masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah
daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal
perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran
yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.
D.
Pemeran Penting Dalam Otonomi Daerah
APBD
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
Di dalam Otonomi daerah selalu identik
dengan yang namanya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang sering
disebut APBd.Di sini saya akan membahas sedikit mengenai APBD.
Keberhasilan
otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang keuangan yang merupakan salah
satu indikator penting dalam menghadapi otonomi daerah.
Kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintah sangat
penting, karena pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanan fungsinya
dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan
pembangunan dan keuangan inilah yang mrupakan salah satu dasar kriteria
untukmengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri.
Suatu
daerah otonom diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai kegiatan
pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat
mempunyai proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli Daerah harus menjadi
bagian yang terbesar dalammemobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah
daerah. Oleh karena itu,sudah sewajarnya apabila PAD dijadikan tolak ukur dalam
pelaksanaan otonomi daerah demi mewujudkan tingkat kemandirian dalam menghadapi
otonomi daerah.
Mardiasmo mendefinisikan anggaran sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja
yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran
finansial,sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan
suatu anggaran.Mardiasmo mendefinisikan nya sebagai berikut ,anggaran publik merupakan
suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang
meliputi informasi mengenai pendapatan belanja dan aktifitas
Secara singkat dapat dinyatakan bahwa
anggaran publik merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan :
1)
Berapa biaya atas rencana yang di buat(pengeluaran/belanja),dan
2)
Berapa banyak dan bagaimana cara uang untuk mendanai rencana
tersebut(pendapatan)
Sedangkan menurut UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara disebutkan bahwa
APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Lebih lanjut dijelaskan dalam PP No.58 Tahun
2005 tentang Pengelolahan Keuangan Daerah disebutkan bahwa APBD adlah rencana
keuangan tahunan Pemerintah daerah yang di bahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD,dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
ekonomi.
Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial
ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah
secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
E.
Dampak Otonomi Daerah
a.
Dampak Positif
Dampak
positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah makapemerintah daerah
akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada di
masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusatmendapatkan
respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yangberada di
daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada
yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut
memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun
program promosikebudayaan dan juga pariwisata.
b.
Dampak Negatif
Dampak
negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di
pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat
seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang
adakebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang
dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya,
atau bahkandaerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti
Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi
daerah maka pemerintahpusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di
daerah, selain itu karena memang dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan
pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan
APBD :
1)
Korupsi Pengadaan Barang Modus :
a.
Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
b.
Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2)
Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)
Modus :
-
Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
-
Menjual inventaris kantor
untuk kepentingan pribadi.
3)
Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan
pensiun dan sebagainya.
Modus :
Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
4)
Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan
dan jompo)
Modus :
-
Pemotongan dana bantuan sosial b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap
meja).
5)
Bantuan fiktif
Modus :
Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke
pihak luar.
Teori Otonomi Daerah Di Indonesia
Istilah otonomi berasal dari bahasa
Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau
aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri
Dalam Pasal 1, huruf (i), UU No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan pengertian daerah
otonom sebagai
berikut: Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam pasal 1, angka (6), UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah disebutkan pengertian daerah otonom sebagai berikut: Daerah otonom,
selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian
diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 merupakan dasar hukum pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia. Pengertian daerah otonom yang diberikan dalam kedua
Undang-Undang tersebut juga serupa, meskipun UU No. 32 Tahun 2004 merupakan
pengganti UU No. 22 Tahun 1999.
Pasal 1
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa
:
“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“
Kebijakan
otonomi daerah yang demikian itu merupakan kebijakan Negara yang mendasari
penyelenggaraan organisasi dan manajemen pemerintahan daerah. Artinya, seluruh
kebijakan dan kegiatan pemerintahan serta kebijakan dan kegiatan pembangunan di
daerah dilaksanakan menurut arah kebijakan yang ditetapkan dalam kebijakan
Negara tersebut.
Pelaksanaan
otonomi daerah itu tentu saja bukan sekedar membincangkan mekanisme bagaimana
menterjemahkan tujuan-tujuan policy kepada prosedur rutin dan teknik, melainkan
lebih jauh daripada itu, melibatkan berbagai faktor mulai dari faktor sumber
daya, hubungan antar unit organisasi, tingkat-tingkat birokrasi sampai kepada
golongan politik tertentu yang mungkin tidak menyetujui policy yang sudah
ditetapkan.
Otonomi daerah mengandung
tujuan-tujuan, yaitu:
1.
Pembagian
dan pembatasan kekuasaan.
Salah
satu persoalan pokok dalam negara hukum yang demokratik, adalah bagaimana
disatu pihak menjamin dan melindungi hak-hak pribadi rakyat dari kemungkinan
terjadinya hal-hal yang sewenang-wenang. Dengan memberi wewenang kepada daerah
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, berarti pemerintah pusat
membagi kekuasaan yang dimiliki dan sekaligus membatasi kekuasaanya terhadap
urusan-urusan yang dilimpahkan kepada kepala daerah.
2.
Efisiensi
dan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. Adalah terlalu sulit
bahkan tidak mungkin untuk meletakkan dan mengharapkan Pemerintah Pusat dapat
menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya terhadap segala persoalan apabila hal
tersebut bersifat kedaerahan yang beraneka ragam coraknya. Oleh sebab itu untuk
menjamin efisiensi dan efektivitas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya,
kepada daerah perlu diberi wewenang untuk turut serta mengatur dan mengurus pelaksanaan
tugas-tugas pemerintahan dalam lingkungan rumah tangganya, diharapkan
masalah-masalah yang bersifat lokal akan mendapat perhatian dan pelayanan yang
wajar dan baik.
3.
Pembangunan-pembangunan
adalah suatu proses mobilisasi faktor-faktor sosial, ekonomi, politik maupun
budaya untuk mencapai dan menciptakan perikehidupan sejahtera.
4.
Dengan adanya pemerintahan daerah
yang berhak mengatur dan mengurus urusan dan kepentingan rumah tangga
daerahnya, partisipasi rakyat dapat dibangkitkan dan pembangunan benar-benar
diarahkan kepada kepentingan nyata daerah yang bersangkutan, karena merekalah
yang paling mengetahui kepentingan dan kebutuhannya.
Otonomi daerah merupakan amanat dari
pasal 18 UUD 1945 yang dimuat dalam Bab VI tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal
18
*(1) Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah
propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi,kabupaten
dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang.
*
Perubahan II 18 Agustus 2000, sebelumnya berbunyi :
Pembagian
daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuksusunan
pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang, dengan
memandang
dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistim
Pemerintahan
Negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifatistimewa.
*(2) Pemerintahan
daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
*(3) Pemerintahan
daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
*(4) Gubernur,
Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi,
kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
*(5) Pemerintahan
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah.
*(6) Pemerintahan
daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
* (7) Susunan dan
tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
*
Perubahan II 18 Agustus 2000.
Pasal
18A
* (1) Hubungan
wewenang antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, kota, atau antara propinsi
dan kabupaten dan kota, diatur dengan
undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
*(2) Hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan
secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
*
Perubahan II 18 Agustus 2000.
Pasal
18B
* (1) Negara mengakui dan menghormati
satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
* (2) Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang
diatur dalam undang-undang.
*
Perubahan II 18 Agustus 2000.
Prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah :
1. Dilaksanakan
dengan aspek demokrasi, keadilan,
pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Didasarkan
pada otonomi luas dan bertanggung jawab
3. Pelaksanaan
yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kebupaten dan daerah kota, pada
daerah propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4. Harus
sesuai dengan konstitusi negara (tetap terjamin hubungan yang serasi antara
pusat dan daerah serta antar-daerah)
5. Lebih
meningkatkan kemandirian daerah otonom
6. Lebih
meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi
legislatif, pengawasan maupun anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah
7. Pelaksanaan
asaz dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai
wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang
dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan
dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintahan kepada daerah desa yang disertai
dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan
kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung-jawabkan kepada yang
menugaskan.
Pembagian
kekuasaan dalam kerangka otonomi daerah dilakukan berdasar prinsip negara
kesatuan tetapi dengan semangat federalisme. Kekuasaan yang ditangani pusat
hampir sama dengan oleh pemerintah dinegara federal, yaitu hubungan luar
negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan agama, serta berbagai
jenis urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral oleh pemerintah
pusat, seperti kebijakan makro ekonomi, standarisasi nasional.
Tujuan otonomi daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antardaerah.
Tujuan otonomi daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antardaerah.
Sebagian ahli berpendapat otonomi
daerah adalah desentralisasi itu sendiri, mempersoalkan pembagian kewenangan
kepada organ-organ penyelenggara negara, sedang otonomi menyangkut hak yang
mengikuti pembagian wewenang tersebut.
Desentralisasi (definisi PBB) terkait dengan masalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat yang berada di ibu kota negara baik melalui cara dekonsentrasi, misalnya pendelegasian, kepada pejabat dibawahnya maupun melalui pendelegasian pada pemerintah atau perwakilan di daerah.
Otonomi makna sempit ‘mandiri’. Makna luas ‘berdaya’ otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah sudah bisa maka dikatakan sudah berdaya untuk melakukan apa saja secara mandiri.
Alasan Indonesia membutuhkan desentralisasi adalah :
Desentralisasi (definisi PBB) terkait dengan masalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat yang berada di ibu kota negara baik melalui cara dekonsentrasi, misalnya pendelegasian, kepada pejabat dibawahnya maupun melalui pendelegasian pada pemerintah atau perwakilan di daerah.
Otonomi makna sempit ‘mandiri’. Makna luas ‘berdaya’ otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah sudah bisa maka dikatakan sudah berdaya untuk melakukan apa saja secara mandiri.
Alasan Indonesia membutuhkan desentralisasi adalah :
1. Kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini sangat terpusat
di Jakarta, pembangunan tidak merata;
2. Pembagian kekayaan secara tidak adil
dan tidak merata
3. Kesenjangan sosial sangat mencolok
Ciri umum
penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia sesuai dengan UUD 1945 adalah:
1) Pemerintah daerah merupakan hasil pembentukan oleh Pemerintah, bahkan dapat dihapus oleh Pemerintah melalui proses hukum apabila daerah tidak mampu menjalankan otonominya setelah melalui fasilitasi pemberdayaan;
1) Pemerintah daerah merupakan hasil pembentukan oleh Pemerintah, bahkan dapat dihapus oleh Pemerintah melalui proses hukum apabila daerah tidak mampu menjalankan otonominya setelah melalui fasilitasi pemberdayaan;
2) Dalam rangka desentralisasi, di wilayah
Indonesia dibentuk Provinsi dan di wilayah Provinsi dibentuk Kabupaten dan Kota
sebagai daerah otonom;
3) Sebagai
konsekuensi ciri butir 1 dan 2, maka kebijakan desentralisasi disusun dan
dirumuskan oleh Pemerintah, sedangkan penyelenggaraan otonomi daerah
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan
melibatkan masyarakat sebagai cerminan pemerintahan yang demokratis;
4)
Hubungan antara pemerintah daerah otonom dengan pemerintah nasional (Pusat)
adalah bersifat tergantung (dependent) dan bawahan (sub¬ordinate). Hal ini
berbeda dengan hubungan antara pemerintah negara bagian dengan pemerintah
federal yang menganut prinsip federalisme, yang sifatnya independent dan
koordinatif;
5) Penyelenggaraan desentralisasi menuntut
persebaran urusan pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom sebagai
badan hukum publik. Urusan pemerintahan yang didistribusikan hanyalah merupakan
urusan pemerintahan yang menjadi kompetensi Pemerintah dan tidak mencakup
urusan yang menjadi kompetensi Lembaga Negara yang membidangi legislatif atau
lembaga pembentuk Undang-Undang dan yudikatif ataupun lembaga Negara yang
berwenang mengawasi keuangan Negara.
2.TEORI
TENTANG KELURAHAN DAN DESA
Kelurahan adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan. Dalam konteks otonomi daerah di
Indonesia, Kelurahan merupakan wilayah kerja Lurah
sebagai Perangkat Daerah Kabupaten atau kota. Kelurahan dipimpin oleh seorang
Lurah yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Kelurahan
merupakan unit pemerintahan terkecil setingkat dengan desa.
Berbeda dengan desa, kelurahan memiliki hak mengatur wilayahnya lebih terbatas.
Dalam perkembangannya, sebuah desa dapat diubah statusnya menjadi kelurahan.
A. KELURAHAN
1.
Pengertian Kelurahan
Kelurahan merupakan
wilayah gabungan dari beberapa Rukun Warga (RW). Pemerintahan di tingkat desa
dan kelurahan merupakan unsur pemerintahan yang berhubungan langsung dengan
masyarakat. Dalam menjalankan semua perencanaan pembangunan di kelurahan
terdapat Dewan Kelurahan (Dekel). Dewan Kelurahan berfungsi sebagai pemberi
masukan kepada lurah tentang rencana pembangunan di wilayahnya.
Kelurahan adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan.
Dalam konteks otonomi daerah di Indonesia, Kelurahan merupakan wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten atau kota. Kelurahan
dipimpin oleh seorang Lurah yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Kelurahan merupakan
unit pemerintahan terkecil setingkat dengan desa.
Berbeda dengan desa, kelurahan memiliki hak mengatur wilayahnya lebih terbatas.
Dalam perkembangannya, sebuah desa dapat diubah statusnya menjadi kelurahan.
2.
Ciri – Ciri Kelurahan
a. Berada di kecamatan kota/ibukota
kabupaten/kotamadya
b. Merupakan Satuan Perangkat Kerja Daerah
c. Pendanaan jadi satu dalam APBD
d. Tidak ada otonomi
e. Tidak ada demokrasi dalam pemilihan
lurah. Lurah dipilih oleh Bupati/Walikota melalui Sekda
f. Bersifat administratif
g. Bukan bagian dr otonomi desa
3.
Fungsi Kelurahan
a. pelaksanaan kegiatan pemerintahan
kelurahan;
b. pemberdayaan masyarakat;
c. pelayanan masyarakat;
d. penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban
umum;
e. pemeliharaan prasarana dan fasilitas
pelayanan umum; dan
f. pembinaan lembaga
kemasyarakatan.
4.
Perangkat Kelurahan
Kelurahan terdiri dari Lurah dan perangkat kelurahan. Perangkat kelurahan
terdiri dari Sekretaris Kelurahan dan Seksi sebanyak-banyaknya 4 (empat) Seksi serta
jabatan fungsional.
5. Pemimpin Kelurahan
Kelurahan dipimpin oleh
seorang lurah berdasarkan Surat Keputusan Bupati/Walikota atas usulan
Camat dari Pegawai Negeri Sipil. Maka lurah bertanggung jawab kepada
Bupati/Walikota melalui Camat.
Wewenang Lurah adalah :
1. Pelaksana kegiatan pemerintahan kelurahan
2. Pemberdayaan masyarakat
3. Pelayanan masyarakat
4. Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum
5. Pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum
6. Pembinaan lembaga kemasyarakatan.
1. Pelaksana kegiatan pemerintahan kelurahan
2. Pemberdayaan masyarakat
3. Pelayanan masyarakat
4. Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum
5. Pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum
6. Pembinaan lembaga kemasyarakatan.
6. Status Jabatan Lurah
Lurah memiliki status jabatan sebagai perangkat
pemerintahan kabupaten / kota yang melakukan tugas di kelurahan yang
dipimpinnya
7. Status Kepegaiwaian
Lurah
Lurah memiliki status kepegawaian sebagai PNS (Pegawai
Negeri Sipil)
8. Proses Pengangkatan
Lurah
Lurah dipilih berdasarkan pilihan bupati / walikota
9. Masa Jabatan Lurah
Masa jabatan lurah tidak dibatasi, dan disesuaikan
dengan aturan pensiun PNS (umur 58 tahun)
10. Pembiayaan Pembangunan Kelurahan
Dana yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan
adalah berasal dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah) Kabupaten/Kota yang dialokasikan sebagaimana perangkat daerah
ataupun dari bantuan pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten
/kota dan bantuan pihak ketiga serta sumber-sumber lain yang sah dan tidak
mengikat
11. Dewan Kelurahan
Dalam Perda No. 5 tahun 2000
dinyatakan bahwa Dewan Kelurahan merupakan lembaga konsultatif perwakilan Rukun
Warga (RW), sebagai wahana partisipasi masyarakat di Kelurahan dalam
penyelenggaraan pemerintahan, sebagai perwujudan demokrasi di Kelurahan. Lebih
lanjut ditegaskan, Dewan Kelurahan merupakan mitra kerja Pemerintah Kelurahan
dalam penyelenggaraan pemrintahan dan pemberdayaan masyarakat.
B. DESA
1.
Arti Desa
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia sedanggkan Desa, ndeso, atau udik, menurut definisi universal, adalah sebuah
aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural).
Di Indonesia,
istilah desa adalah pembagian wilayah administratif
di Indonesia di bawah kecamatan,
yang dipimpin oleh Kepala Desa. Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit pemukiman
kecil yang disebut kampung {Banten, Jawa Barat} atau dusun {Yogyakarta} atau
banjar (Bali) atau jorong (Sumatera Barat). Kepala Desa dapat disebut dengan
nama lain misalnya Kepala Kampung atau Petinggi (Kalimantan
Timur), Pambakal (Kalimantan Selatan), Hukum Tua (Sulawesi Utara).
Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat
disebut dengan nama lain, misalnya di Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, dan di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan
Timur disebut dengan istilah kampung.
Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain
sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan
salah satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat
istiadat setempat.
Sedangkan menurut pendapat para ahli
Desa adalah
merupakan perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis,
sosial, ekonomis politik, kultural setempat dalam hubungan dan pengaruh timbal balik
dengan daerah lain.
Desa
merupakan kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat yang berhak
menyelenggarakan rumahtangganya sendiri merupakan pemerintahan terendah di
bawah camat.
c.
William Ogburn dan MF Nimkoff
Desa adalah
kesatuan organisasi kehidupan sosial di dalam daerah terbatas.
d.
S.D. Misra
Desa adalah
suatu kumpulan tempat tinggal dan kumpulan daerah pertanian dengan batas-batas
tertentu yang luasnya antara 50 – 1.000 are.”
e.
Paul H Landis
Desa adalah
suatu wilayah yang jumlah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan cirri-ciri
sebagai berikut :
1)
Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antra ribuan jiwa
2) Ada pertalian
perasaan yang sama tentang kesukuaan terhadap kebiasaan
3) Cara berusaha
(ekonomi) aalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam sekitar
seperti iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan
agraris adalah bersifat sambilan.
f.
UU no. 22 tahun 1999
Desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan Nasional dan berada di daerah
Kabupaten
g.
UU no. 5 tahun 1979
Desa adalah
suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat
termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi
pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2.
Fungsi Desa
Fungsi desa adalah sebagai berikut:
a. Desa
sebagai hinterland (pemasok kebutuhan bagi kota)
b. Desa merupakan sumber
tenaga kerja kasar bagi perkotaan
c. Desa merupakan
mitra bagi pembangunan kota
d. Desa sebagai bentuk
pemerintahan terkecil di wilayah Kesatuan Negara Republik Indonesia
3.
Perangkat Desa
Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya. Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa
dan Perangkat Desa Lainnya. Salah satu perangkat desa adalah Sekretaris Desa, yang diisi dari Pegawai Negeri Sipil.
Sekretaris Desa diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama
Bupati/Walikota. Perangkat Desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa dari
penduduk desa, yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. perangkat desa
juga mempunyai tugas untuk mengayomi kepentingan masyarakatnya.
4.
Ciri – ciri Desa
Desa adalah suatu wilayah yang jumlah penduduknya
kurang dari 2.500 jiwa dengan cirri-ciri sebagai berikut :
a.
Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antra ribuan jiwa
b.
Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukuaan terhadap kebiasaan
c.
Cara berusaha (ekonomi) aalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi
alam sekitar seperti iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan
yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
5.
Pemimpin Desa
Desa dipimpin oleh seorang Kepala Desa (Kades)
Wewenang Kepala Desa adalah :
a. Urusan
pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hal asal-usul desa
b. Urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada
desa
c. Tugas
pembantuan dari pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota
d. Urusan pemerintahan
lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.
6.
Status Jabatan Kepala Desa (Kades)
Kepala Desa memiliki status jabatan sebagai pemimpin
daerah atau desa tersebut
7.
Status Kepegaiwaian Kepala Desa (Kades)
Kepala Desa memiliki status kepegawaian bukan PNS
(Pegawai Negeri Sipil)
8.
Proses Pengangkatan Kepala Desa
Kepala Desa diangkat melalui PILKADES (Pemilihan
Kepala Desa) yang langsung diikuti oleh seluruh warga desa yang akan
dipimpinnya kelak. Pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman kepada
Peraturan Pemerintah.
9.
Masa Jabatan Kepala Desa
Masa jabatan kepala desa adalah 5 tahun dan apabila
masa jabatannya sudah berakhir dapat dipilih kembali dalam 1 periode
10. Pembiayaan
Pembangunan Desa
Dana yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan
adalah berasal dari prakarsa masyarakat daerah itu sendiri. Dapat juga
berasal dari: Pendapatan Asli Desa, Bagi hasil pajak daerah dan retribusi
daerah kabupaten/kota, Bantuan dari pemerintah propinsi / kabupaten / kota, dan
Hibah / sumbangan dari pihak ketiga.
11. Badan Perwakilan Desa (BPD)
Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan
keterwakilan wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi,
pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD
adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan
berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan
sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat.
No
|
Perbedaan
|
Desa
|
Kelurahan
|
1
|
Pemimpin
|
Kepala Desa (Kades)
|
Lurah
|
2
|
Status Jabatan
|
Pemimpin daerah / desa tersebut
|
Perangkat pemerintahan kabupaten / kota yang sedang bertugas di kelurahan
tersebut
|
3
|
Status Kepegawaian
|
Bukan PNS
|
PNS
|
4
|
Proses Pengangkatan
|
Dipilih oleh rakyat melalui PILKADES
|
Ditunjuk oleh bupati / walikota
|
5
|
Masa Jabatan
|
5 tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 periode
|
Tidak dibatasi dan disesuaikan dengan aturan pensiun PNS
|
6
|
Pembiayaan Pembangunan
|
Dana berasal dari prakarsa masyarakat
|
Dana berasal dari APBD
|
Konsep Desa
Desa merupakan kesatuan masyarakat ampo yang memiliki
batas–batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang di
akui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Desa, dalam definisi lainnya, adalah suatu tempat atau daerah di
mana penduduk berkumpul dan hidup bersama, menggunakan lingkungan setempat,
untuk mempertahankan, melangsungkan dan mengembangkan kehidupan mereka. Desa
adalah pola permukiman yang bersifat dinamis, di mana para penghuninya
senantiasa melakukan adaptasi spasial dan ekologis sederap kegiatannya
berpangupajiwa agraris.
Desa dalam arti ampongrative, menurut Sutardjo
Kartohadikusumo, adalah suatu kesatuan ampo di mana sekelompok masyarakat
bertempat tinggal dan mengadakan pemerintahan sendiri. Penamaan atau istilah
desa, disesuaikan dengan kondisi social budaya masyarakat setempat seperti
ampong, desa, dusun, dan sebagainya, susunan Sali tesebut bersifat
istimewa.Pengaturan mengenai pemerintahan desa telah terjadi pergeseran
kewenangan sehingga pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak lagi ikut
campur tangan secara langsung tetapi bersifat fasilitator yaitu memberikan
pedoman, arahan, bimbingan, pelatihan dan termsuk pengawasan presentatif
terhadap peraturan desa dan APBD.
PENGERTIAN PEMERINTAHAN DESA
Pemerintah
Desa menurut Dra. Sumber Saparin dalam bukunya “Tata Pemerintahan dan
Administrasi Pemerintahan Desa”, menyatakan bahwa:
“Pemerintah Desa ialah merupakan simbol formal daripada kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa diselengarakan di bawah pimpinan seorang kepala desa beserta para pembantunya (Prangkat Desa), mewakili masyarakat desa guna hubungan ke luar maupun ke dalam masyarakat yang bersangkutan”.
Pemerintah Desa mempunyai tugas membina kehidupan masyarakat desa, membina perekonomian desa, memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa, mendamaikan perselisihan masyarakat di desa, mengajukan rancangan peraturan desa dan menetapkannya sebagai peraturan desa bersama dengan BPD.
Sedangkan pengertian Pemerintah Desa menurut Peraturan Daerah tentang Pedoman Organisasi Pemerintah Desa, yang menyatakan bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa.
Menurut Peraturan Daerah Nomor 7 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa, pasal 1 nomor 7 yang dimaksud dengan Kepala Desa adalah pimpinan dari Pemerintahan Desa. sedangkan menurut pasal 1 nomor 8 yang dimaksud dengan Perangkat Desa adalah unsur staf yang melaksanakan teknis pelayanan dan atau membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Pengertian desa Pemerintah dalam hal ini merupakan suatu lembaga-lembaga yang melakukan kegiatan memerintah kepada bawahannya atau seluruh masyarakat yang didasarkan atas peraturan yang berlaku. Pengertian pemerintah dapat dibagi dalam dua pengertian, yaitu dalam arti luas adalah pemerintahan yang merupakan gabungan antara lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif, sedangkan pemerintah dalam arti sempit adalah pemerintahan yang hanya mencakup lembaga eksekutif saja.
Dari rumusan tersebut, maka pemerintah dapat diartikan sebagai Badan atau Lembaga yang mempunyai kekuasaan mengatur dan memerintah suatu negara
Soetarjo Kartohadikusumo di dalam buku yang berjudul “Desa”, mengemukakan bahwa dari segi perbendaharaan sejarah kata atau etimologi, kata Desa berasal dari bahasa sansekerta yaitu berasal dari kata Deshi yang artinya “Tanah Kelahiran” atau “Tanah Tumpah Darah”. Selanjutnya dari kata Deshi itu terbentuk kata Desa. ( Kartohadikusumo, 1988 : 16 )
Desa adalah sebagai tempat tinggal kelompok atau sebagai masyarakat hukum dan wilayah daerah kesatuan administratif, wujud sebagai kediaman beserta tanah pertanian, daerah perikanan, tanah sawah, tanah pangonan, hutan blukar, dapat juga wilayah yang berlokasi ditepi lautan/danau/sungai/irigasi/ pegunugan, yang keseluruhannya merupakan wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Hak Ulayat Masyarakat Desa.( Kartohadikusumo, 1988 : 16 )
Desa menurut Prof. Drs. HAW. Widjaja dalam bukunya “Otonomi Desa” menyatakan bahwa:“Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa, landasan pemikiran dalam mengenai Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat”. (Widjaja,2003:3).
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang pokok-pokok penyelengaraan Pemerintah Daerah, menyatakan bahwa :“Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai suatu kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. (Penjelasan Umum Undang-undang No. 5 Tahun 1974).
Hak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri ini bukanlah hak otonomi sebagaimana dimaksud Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Pada hakekatnya Pemerintahan Desa tumbuh dalam masyarakat yang diperoleh secara tradisionil dan bersumber dari hukum adat. Jadi Desa adalah daerah otonomi asli berdasarkan hukum adat yang berkembang dari rakyat sendiri menurut perkembangan sejarah yang dibebani oleh instansi atasannya dengan tugas-tugas pembantuan.
Pada masa ini Pengertian Desa yang resmi adalah pengertian yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 22 tentang Pemerintahan Desa yang didalamnya mengandung Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa (BPD), menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Desa adalah :
“Pemerintah Desa ialah merupakan simbol formal daripada kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa diselengarakan di bawah pimpinan seorang kepala desa beserta para pembantunya (Prangkat Desa), mewakili masyarakat desa guna hubungan ke luar maupun ke dalam masyarakat yang bersangkutan”.
Pemerintah Desa mempunyai tugas membina kehidupan masyarakat desa, membina perekonomian desa, memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa, mendamaikan perselisihan masyarakat di desa, mengajukan rancangan peraturan desa dan menetapkannya sebagai peraturan desa bersama dengan BPD.
Sedangkan pengertian Pemerintah Desa menurut Peraturan Daerah tentang Pedoman Organisasi Pemerintah Desa, yang menyatakan bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa.
Menurut Peraturan Daerah Nomor 7 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa, pasal 1 nomor 7 yang dimaksud dengan Kepala Desa adalah pimpinan dari Pemerintahan Desa. sedangkan menurut pasal 1 nomor 8 yang dimaksud dengan Perangkat Desa adalah unsur staf yang melaksanakan teknis pelayanan dan atau membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Pengertian desa Pemerintah dalam hal ini merupakan suatu lembaga-lembaga yang melakukan kegiatan memerintah kepada bawahannya atau seluruh masyarakat yang didasarkan atas peraturan yang berlaku. Pengertian pemerintah dapat dibagi dalam dua pengertian, yaitu dalam arti luas adalah pemerintahan yang merupakan gabungan antara lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif, sedangkan pemerintah dalam arti sempit adalah pemerintahan yang hanya mencakup lembaga eksekutif saja.
Dari rumusan tersebut, maka pemerintah dapat diartikan sebagai Badan atau Lembaga yang mempunyai kekuasaan mengatur dan memerintah suatu negara
Soetarjo Kartohadikusumo di dalam buku yang berjudul “Desa”, mengemukakan bahwa dari segi perbendaharaan sejarah kata atau etimologi, kata Desa berasal dari bahasa sansekerta yaitu berasal dari kata Deshi yang artinya “Tanah Kelahiran” atau “Tanah Tumpah Darah”. Selanjutnya dari kata Deshi itu terbentuk kata Desa. ( Kartohadikusumo, 1988 : 16 )
Desa adalah sebagai tempat tinggal kelompok atau sebagai masyarakat hukum dan wilayah daerah kesatuan administratif, wujud sebagai kediaman beserta tanah pertanian, daerah perikanan, tanah sawah, tanah pangonan, hutan blukar, dapat juga wilayah yang berlokasi ditepi lautan/danau/sungai/irigasi/ pegunugan, yang keseluruhannya merupakan wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Hak Ulayat Masyarakat Desa.( Kartohadikusumo, 1988 : 16 )
Desa menurut Prof. Drs. HAW. Widjaja dalam bukunya “Otonomi Desa” menyatakan bahwa:“Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa, landasan pemikiran dalam mengenai Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat”. (Widjaja,2003:3).
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang pokok-pokok penyelengaraan Pemerintah Daerah, menyatakan bahwa :“Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai suatu kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. (Penjelasan Umum Undang-undang No. 5 Tahun 1974).
Hak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri ini bukanlah hak otonomi sebagaimana dimaksud Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Pada hakekatnya Pemerintahan Desa tumbuh dalam masyarakat yang diperoleh secara tradisionil dan bersumber dari hukum adat. Jadi Desa adalah daerah otonomi asli berdasarkan hukum adat yang berkembang dari rakyat sendiri menurut perkembangan sejarah yang dibebani oleh instansi atasannya dengan tugas-tugas pembantuan.
Pada masa ini Pengertian Desa yang resmi adalah pengertian yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 22 tentang Pemerintahan Desa yang didalamnya mengandung Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa (BPD), menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Desa adalah :
”Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di
daerah Kabupaten”.
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan bahwa Desa tidak lagi merupakan wilayah administratif, bahkan tidak lagi menjadi bawahan atau unsur pelaksanaan daerah, tetapi menjadi daerah yang istimewa dan bersifat mandiri yang berada dalam wilayah Kabupaten sehingga setiap warga Desa berhak berbicara atas kepentingan sendiri sesuai kondisi sosial budaya yang hidup dilingkungan masyarakatnya.
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan bahwa Desa tidak lagi merupakan wilayah administratif, bahkan tidak lagi menjadi bawahan atau unsur pelaksanaan daerah, tetapi menjadi daerah yang istimewa dan bersifat mandiri yang berada dalam wilayah Kabupaten sehingga setiap warga Desa berhak berbicara atas kepentingan sendiri sesuai kondisi sosial budaya yang hidup dilingkungan masyarakatnya.
Secara
umum di Indonesia, desa (atau yang disebut dengan nama lain sesuai bahasa
daerah setempat) dapat dikatakan sebagai suatu wilayah terkecil yang dikelola
secara formal dan mandiri oleh kelompok masyarakat yang berdiam di dalamnya
dengan aturanaturan yang disepakati bersama, dengan tujuan menciptakan
keteraturan, kebahagiaan dan kesejahteraan bersama yang dianggap menjadi hak
dan tanggungjawab bersama kelompok masyarakat tersebut. Wilayah yang ada
pemerintahannya Desa/Kelurahan langsung berada di bawah Camat. Dalam sistem
administrasi negara yang berlaku sekarang di Indonesia, wilayah desa merupakan
bagian dari wilayah kecamatan, sehingga kecamatan menjadi instrumenkoordinator
dari penguasa supra desa (Negara melalui Pemerintah dan pemerintah daerah).
Pada
awalnya, sebelum terbentukya sistem pemerintahan yang menguasai seluruh bumi
nusantara sebagai suatu kesatuan negara,1 urusan-urusan yang dikelola oleh desa
adalah urusan-urusan yang memang telah dijalankan secara turun temurun sebagai
norma-norma atau bahkan sebagian dari norma-norma itu telah melembaga menjadi
suatu bentuk hukum yang mengikat dan harus dipatuhi bersama oleh masyarakat
desa, yang dikenal sebagai hukum adat.
Urusan yang dijalankan secara turun temurun
ini meliputi baik urusan yang hanya murni tentang adat istiadat, maupun urusan
pelayanan masyarakat dan pembangunan (dalam administrasi pemerintahan dikenal
sebagai urusan pemerintahan), bahkan sampai pada masalah penerapan sanksi, baik
secara perdata maupun pidana.
Menurut
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Desa atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal- usul dan
adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengertian desa dari sudut pandang sosial
budaya dapat diartikan sebagai komunitas dalam kesatuan geografis tertentu dan
antar mereka saling mengenal dengan baik dengan corak kehidupan yang relatif
homogen dan banyak bergantung secara langsung dengan alam.
Oleh karena itu, desa diasosiasikan sebagai
masyarakat yang hidup secara sederhana pada sektor agraris, mempunyai ikatan
sosial, adat dan tradisi yang kuat, bersahaja, serta tingkat pendidikan yang
rendah (Juliantara, 2005: 18).
dalam
pasal 2 ayat (1) dikatakan bahwa desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan
memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Pada ayat (2) tertulis bahwa pembentukan desa harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Jumlah Penduduk.
b. Luas Wilayah.
c. Bagian Wilayah Kerja.
d. Sarana dan Prasarana
Pemerintahan.
3.
TEORI
PEMBANGUNAN DAERAH
PEMBANGUNAN (MASYARAKAT) DESA
Sebagaimana dikemukakan di atas,
pembangunan adalah Merupakan proses perubanan yang disengaja dan direncanakan
lebih Lengkap lagi, pembangunan berarti perubahan yang disengaja atau
Direncanakan dengan tujuan untuk mengubah keadaan yang tidak dikehandaki ke
arah yang dikehendaki. Istilah pembangunan umum- nya dipadamkan dengan istilah developmen,
sekalipun istilah developmen sebenarnya berarti perkembangan tanpa
perencanaan.
Maka pembangunan masyarakat desa juga
disebut rurar development. Demikian pula istilah modemisasi juga
sering diartikan identik dengan pembangunan, yakni mengingat artinya sebagai
proses penerapan pungetahnan dan teknologi modem pada berbagai segi atau bidang
kchidupan masyarakat. Sehingga, ada pula yang mendefinisikan pcm- bnngunan sebagai
usaha yang dilakukan secara sadar untuk menciptakan. perubahan sosial melalui
modemisasi.
Di negara-negara berkembang, proses
perubahan dan perkem- bangan yang terjadi padu ntasyarakat --termasuk
masyarakat desa-- tidak lepas dari campur tangan Pemerintah. Dengan demikian
jelas bahwa yang merencanakan dan merekayasa prubahan adalah Negara (cq.
pemerintah), Campur tangan Negara ini dilakukan dengan tujuan untnk mempercepat
akselerasi pembangunan agar bangsanya tidak tertinggal dari dunia Barat. Istilah
dan pengertian pembangunan tersebut di atas tidak lazim bagi negara-negara
industri Barat yang telah maju dan modern. Hal ini dapat dimengerti karena
proses modemisasi di Barat merupakan peroses perkembangan (developmen)
intemal dan wajar lewat industri dungan sistem kapitalisasinya. Proses ini
bersifat wajar dalam arti tidak ada perencanaan, pengendalian, atau kesengajaan
terhadap jalannya proses tcrsebut. Peran Pemerintah bersifat pasif. Kalaulah
ada yang dapat diperhitungkan sebagai kekuatan pengendali yang aktif, adalah
kekuatan pasar.
Modernisasi ini, dengan industri dan
system. Kapitalisme yang melandasainya, telah mengantarkan negara- ncgara.
Barat tersebut ke tingkat kemajuan yang telah dicapainya sejauh ini. Bagaimana
dengan dunia Ke tiga, terasuk Indonesia? Mengapa pembangunan diperlukan? Hal
ini mudah dimengerti. Sebab, Negara negara berkembang (dunia ke tiga) semenjak
memperoleh kemerdekaannya; merasa bebas untuk menentukan-nasibnya sendiri. Hal
yang segera dirasakan adalah keterbelakangan dan ketertinggalan- nya dari dunia
Barat. Maka untuk memajukan Negara dan sekaligus untuk mengejar ketertinggalan
itu; proses modemisasi (dengan atau tanpa industrialisasi) yang biasa tidaklah
cukup.
Moderenisasi itu harus direncanakan, dipacu,
dan diakselerasikan, sedemikian rupa sehingga ibarat kendaraan segcra bisa
mengantar negara-negara berkembang_tersebut menjadi negara yang maju dan
sejahtera setara dengan dunia`Barat. Pembangunan secara umum mengandung penger-
tian secaman ini. Bagaimana kegiatan pembangunan nasional di Indonesia?
Scbagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa pembangunan adalah mcrupakan
kegiatan yang direncanakan. Oleh negara atau khususnya pemerintahu
Di Indonesia kegiatan pernbangunan
nasiona1 secara berencana telah dilancarkan semenjak tahun 1950-an, khususnya
lewat pcran Dewan Perancang Nasional (DEPPERNAS) yang memprioritas- kan
pembangunan di bidang ekonomi. Dengan diemikian, pemba~ nggunan nasional telah
dilancarkan semenjak jaman Orda, Orba, hingga sekarang.
Bagaimana rumusan pengertian pembangungm
nasional kita? Diawali dengana penugasan Deppernas oleh Presiden untuk
"meran- cangkan pola masyarakat 'adil' dan makmur sebagaimana dfnuaksudkan
o1ch Pembukaan_UUD 1945”, maka Undang-undang Nomor ;85,Tabun 1958 menyiratkan
pengcrtian pembangunan nasional kita sebagai usaha untuk mempertinggi
tingkat kehidupan bangsa Indonesia dengan jalan peningkatan produksi dan
pengubahm: struktur pereko- nomian yang ada-menjadi struktur perekonomian
nasional. Rurnusan semacam ini ditegaskan kembali dalam Ketetapan MPRS Nomor
II/MPRS/1960 Lentang-Garis-garis Besar Pola Pembanggunan Nasional
Semesta Berencana Tahapan Pertama
1961-1969. Rencana ini tidak berjalan seperti yang diharapkan. karena pecahnya
pemberontakan G30S PKI tahun l965. Kemudian, tahun.1966 Badan Perancang
Pembangunan Naaional (BAPPENAS) yang dibentuk tahun l967 mulai mengambil peran
dalam rancangan pembangunan nasional.
Program-program pembangunan
memperoleh landasannya lewat pelbagai keputusan politik seperti tertera dalam
Kepres Nomor 319 Tahun 1968 tentang Repelita I, Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973
tentang GBHN 1973, Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang GBHN 1978, dan
lainnya. Tap MPR Nomor II/MPR/1983 menegas- kan hakekat pembnngunan nasional
sebagai pembangunan manusiaIndonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indo-nesia. Bagaimana dengan pembangunan masyarakat desa? Dalam
rumusan pembangunan nasional tersebut ditetapkan bahwa pembangunan masyarakat
desa merupakan bagian integral dari pemba- ngangunan nasional. Secara lebih
khusus pembangunan masyarakat dcsa memiliki beberapa pengertian, antara lain:
Pembangunan "masyarakat delsa berarti pembangunan
masyarakat tradisional rnenjadi manusia modern (Horton dan Hunt, 1976, Alex
Inkeles, 1765)
Pembangunan masyarakat desa berarti membangun swadaya
masyarakat dan rasa percaya pada diri sendiri (Mukerjee dalam Bhattacharyya,
1972).
Pembangunan pcdesaan tidak lain dari pembangunan usaha tani
atau membangun pertanian (Mosher, 1974, Bertrand, 1958).
Di samping batasan-batasan tersebut,
pembangunan desa di Indonesia memiliki arti: pembangunan nasional yang
ditujukan pada usaha peningkamn taraf hidup masyarakat pedesaan, menumbuhkan
partisipasi aktif setiap anggota masyarakat terhadap pembangunan, dan
menciptakan hubungan yang selaras antara masyarakat dengan lingkungannya
(berdasarkan GBHN dan Repelita-repelita).
* Dalam pada itu, istilah asing untuk
pcmbangunan desa bukan hanya rural development (RD), rnelainkan juga community
development (CD).`Dua istilah ini sering muncul dalam berbagai wacama tentang
pembangunan masyarakat desa. Sekalipun ada yang Cenda- rung tidak
memperlihatkan perbedaannya, namun sebcnamya tcrdapat perbedaan antara dua
konsep itu.
CD merupakan pendekatan pembangunan
yang mengutamakan panisipasi aktif masyarakat. CD berlaku baik di desa maupun
di perkotaan. RD di lain pihak hanya berlaku di pedesaan, dan mengutamakan
keserasian masyarakat dengan Iing- kungannya. Sejak tahun 1977 Indonesia
mengembangkan konsep Integrated Rural Development (IRD). IRD menekankan
keterpaduan program-program pembangunan yang ada di desa, yang kalau tidak
dipadukan akan bersifat fragmentaristik, terikat pada berbagai depanernen yang
ada (Penanian, Sosial, Perindustrian, dan lainnya).
Berlandaskan Undang-undang'Nomor 5
'Tahun 1974, pemba- ngunan desa yang diIaksanakan oleh Pemerintah terutama
bertumpu pada Departemen Dalam Negeri. Pasal 80 Undang-undang itu menyai takan
bahwa Kepala Wilayah (Gubernur, Bupatit,.Camat) adalah pcnguasa tunggal di
bidang pemerintahan dan berkewajiban untuk mengkoordinasikan pembangunan dan
membina kehidupan masyara- kat di segala bidang. Departemen Dalam Negeri
rnemiliki program program pembangunan jangka pendek dan panjang.
Progranm-program jangka pendek bertujuan
untuk mensukses- kan sector-sektor yang diprioritaskan dalam skala nasional
seperti: menggerakkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalarn
pembangunan, penggunaan teknologi dan ilmu pengetahuan, pening- katan produksi
pangan (pertanian); perluasan .
kesempatan kerja, pemerataan
pendapatan dan kegiatan pembangunan, menggcrakan dan meningkatkan kegiatan
perkoperasian, menggalakkan dan meningkatkan Keluarga Berencana, Serta
meningkatkan kesehatan' masyarakat.
Program-program jangka panjang dalam'
garis besamya bertujuan untuk memajukan dan mengembangkan selumh dcsa di
Indonesia. Ukuran kemajuan didasarkan atas tipologi desa yang dikembangkan oleh
Departemen Dalam Negeri; khususnya Ditjen Pembangunan Desa (BANGDES), yakni
tipe desa swadaya, swakarya, dan swasembada. Péngembangan ini tidak terlepas
dari kerangka Pembangunan Regional dan Nasional.
Langkah-langkah yang ditempuh
Departemen Dalam Negeri dalam kaitannya dengan program-program jangka pendek
dan panjang tersebut rantara lain adalah memperluas dan menyernpurnakan
jaringan prasarana desa, meningkatkan pengetahuan dan kcterampilan
masyarakat desa, memper1uas fasilitas serta pelayanan keehatan dan
perbaikan sanitasi, pengembangan dan perbaikan pernukiman, perlu- asan
lapamgan kerja, pengembangan dan pcningkatan perkoperasian, perbaikan dalam
penggunaan dan peruntukan tanah, dam lainnya.
Desa yang
dijadikan obyek pembangunan, merupakan unit pemerintahan terkecil yang ada
dalam sistem pemerintahan Indonesia. Posisi desa yang berada pada garis
terdepan pelayanan kepada masyarakat akan sangat menentukan penampilan sistem
pemerintahan yang ada di atasnya.
Suksesnya pemerintah desa dalam menjalankan
program-program pembangunan di desa merupakan sukses pula bagi pemerintah
kecamatan, kabupaten, propinsi bahkan pemerintah pusat, karena pembangunan desa
merupakan bagian integral pembangunan nasional.
4.
TEORI
KESEJAHTERAAN
Kesejahteraan adalah salah satu
aspek yang cukup penting untuk menjaga dan membina terjadinya stabilitas sosial
dan ekonomi.kondisi tersebut juga diperlukan untuk meminimalkan terjadinya
kecemburuan sosial dalam masyarakat. Selanjutnya percepatan pertumbuhan
ekonpomi masyarakat memerlukan kebijakan ekonomi atau peranan pemerintah dalam
mengatur perekonomian sebagai upaya menjaga stabilitas perekonomian.
1). Teori Kesejahteraan sosial dan
ekonomi
Ekonomi Italia, Vilveredo Pareto,
telah menspesifikasikan suatu kondisi atau syarat terciptanya alokasi
sumberdaya secara efisien atau optimal, yang kemudian terkenal dengan istilah
syarat atau kondisi pareto (Pareto Condition). Kondisi pareto adalah
suatu alokasi barang sedemikian rupa, sehingga bila dibandingkan dengan alokasi
lainnya, alokasi tersebut takan merugikan pihak manapun dan salah satu pihak
pasti diuntungkan. Atas kondisi pareto juga bisa didefinisikan sebagai suatu
situasi dimana sebagian atau semua pihak individu takan mungkin lagi
diuntungkan oleh pertukaran sukarela.
Berdasarkan kondisi pareto inilah,
kesejahteraan sosial (sosial welfare) diartikan sebagai kelanjutan
pemikiran yang lebih utama dari konsep-konsep tentang kemakmuran (walfare
economics), (Swasono, 2005:2). Boulding dalam Swasono mengatakan bahwa “
pendekatan yang memperkukuh konsepsi yang telah dikenal sebagai sosial
optimum yaitu paretion optimum (optimalitas ala Pareto dan
Edeworth), dimana efesiensi ekonomi mencapai sosial optimum bila tidak
seorangpun bisa lagi menjadi lebih beruntung.
Teori kesejahteraan secara umum
dapat diklasifikasi menjadi tiga macam, yaitu classical utilitarian, neoclassical
welfare theory dan new contractarian approach (Albert dan Hahnel dalam
Darussalam 2005:77). Pendekatan classical utillatarial menekankan bahwa
kesenangan (pleasur) atau kepuasan (utility) seseoarang dapat
diukur dan bertambah.
Berdasarkan pada beberapa pandangan
diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan seseorang dapat terkait
dengan tingkat kepuasan (utility) dan kesenangan (pleasure) yang
dapat diraih dalam kehidupannya guna mencapai tingkat kesejahteraannya yang
diinginkan. Maka dibutuhkan suatu prilaku yang dapat memaksimalkan tingkat
kepuasa sesuai dengan sumberdaya yang tersedia.
Kesejahteraan hidup seseorang dalam
realitanya, memiliki banyak indicator keberhasilan yang dapat diukur. Dalam hal
ini Thomas dkk. (2005:15) menyampaikan bahwa kesejahteraan masyarakat menengah
ke bawah dapat di representasikan dari tingkat hidup masyarakat ditandai oleh
terentaskannya kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi, dan peningkatan produktivitas masyarakat.
Kesemuanya itu merupakan cerminan dari peningkatan tingkat pendapatan
masyarakat golongan menengah kebawah.
Todaro secara lebih spesifik
mengemukakan bahwa fungsi kesejahteraan W (walfare) dengan persamaan
sebagai berikut :
W=W(Y,I,P)
Dimna Y adalah
pendapatan perkaital I adalah ketimpangan, dan P adalah kemiskinan absolute.
Ketiga fariabel ini mempunyai signifikan yang berbeda-beda, dan selayaknya
harus dipertimbangkan secara menyeluruh untuk menilai kesejahteraan di
Negara-negara berkembang.
Berkaitan dengan fungsi persamaan
kesejahteraan diatas, diasumsikan bahwa kesejahteraan sosial berhubungan
positif dengan pendapatan perkapital, namun berhubungan negative dengan
kemiskinan.
2.Teori Kesejahtraan Masyarakat
Menurut
Walter A. Friedlander (1961) kesejahteraan
sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial
dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk
mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi
dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin
dan meningkatkan kesejahteraannya secara selaras dengan kebutuhan keluarga dan
masyarakat.
Menurut
Arthur Dunham (1965) kesejahteraan
sosial didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada
orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan didalam beberapa bidang seperti
kehidupan keluarga dan anak, kesehatan,
penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan dan
hubungan-hubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial memberi perhatian
utama terhadap individu-individu, kelompok-kelompok, komunitas-komunitas dan
kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih luas; pelayanan ini mencakup pemeliharaan
atau perawatan, penyembuhan dan pencegahan.
Harold
L. Wilensky (1965) mendefinisikan kesejahteraan sosial adalah suatu sistem yang terorganisir
dari usaha-usaha pelayanan sosial dan lembaga-lembaga sosial, untuk membantu
individu-individu dan kelompok dalam mencapai tingkat hidup serta kesehatan
yang memuaskan. Maksudnya agar individu dan relasi-relasi sosialnya memperoleh
kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan kemampuan-kemampuannya serta
meningkatkan atau menyempurnakan kesejahteraan sebagai manusia sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Alfred
J.Khan (1973) menyatakan bahwa kesejahteraan
sosial terdiri dari program-program yang tersedia selain yang tercakup dalam
kriteria pasar untuk menjamin suatu tindakan kebutuhan dasar seperti kesehatan,
pendidikan kesejahteraan, dengan tujuan meningkatkan derajat kehidupan komunal
dan berfungsinya individual, agar dapat mudah menggunakan pelayanan-pelayanan
maupun lembaga-lembaga yang ada pada umumnya serta membantu mereka yang
mengalami kesulitan dan dalam pemenuhan kebutuhan mereka.
Lalu menurut Zastrow (2000) kesejahteraan sosial adalah sebuah
sistem yang meliputi program dan pelayanan yang membantu orang agar dapat
memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang sangat
mendasar untuk memelihara masyarakat. Sebagaimana batasan PBB, kesejahteraan
sosial adalah kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang betujuan untuk membantu
individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan
meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat.
Menurut
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009, kesejahteraan Sosial
adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga
negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya, dan penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah
upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan
dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial,
pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Dimana dalam penyelanggaraannya
dilakukan atas dasar kesetiakawanan, keadilan, kemanfaatan, keterpaduan,
kemitraan, keterbukaan, akuntabilitas,partisipasi, profesionalitas dan
keberlanjutan.
Kriteria Pareto
Kriteria yang paling banyak digunakan dalam menilai ekonomi kesejahteraan adalah pareto criteria yang dikemukakan oleh ekonom berkebangsaan Italia bernama Vilfredo Pareto. Kriteria ini menyatakan bahwa suatu perubahan keadaan (eg. Intervention) dikatakan baik atau layak jika dengan perubahan tersebut ada (minimal satu) pihak yang diuntungkan dan tidak ada satu pihakpun yang dirugikan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pareto criteria adalah pareto
improvement dan pareto efficient. Kedua hal ini akan
mempengaruhi pengambilan keputusan suatu kebijakan ekonomi. Adapun yang
dimaksud dengan pareto improvement adalah jika keputusan perubahan masih
dimungkinkan menghasilkan minimal satu pihak yang better off tanpa membuat
pihak lain worse off.
4. Tingkatan Kesejahteraan Menurut
Teori Pareto
Dalam teori ekonomi mikro ada yang dikenal dengan teori Pareto yang menjelaskan tentang tiga jenis tingkatan kesejahteraan, yaitu
1.
pareto optimal. Dalam tingkatan pareto optimal terjadinya
peningkatan kesejahteraan seseorang atau kelompok pasti akan mengurangi
kesejahteraan orang atau kelompok lain.
2.
pareto non optimal. Dalam kondisi pareto non-optimal terjadinya
kesejahteraan seseorang tidak akan mengurangi kesejahteraan orang lain.
3. pareto
superior. Dalam kondisi pareto superior terjadinya peningkatan
kesejahteraan seseorang tidak akan mengurangi kesejahteraan tertinggi dari
orang lain. Menurut teori pareto tersebut, ketika kondisi kesejahteraan
masyarakat sudah mencapai pada kondisi pareto optimal maka tidak ada lagi
kebijakan pemerintah yang dapat dilakukan.
Kesejahteraan dan Permasalahannya
Ilmu ekonomi adalah Ilmu yang
dipelajari dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan dan
kemakmuran. Indikator dari kesejahteraan terpenuhinya semua kebutuhan secara
layak. Namun untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bukan suatu hal yang
mudah, karena penuh dengan permasalahan-permasalahan yang harus ditanggulangi.
1. Problema
kependudukan
Sebagian besar negara di dunia
menghadapi problema kependudukan atau demografi yakni problema tentang cepatnya
pertumbuhan penduduk, bahkan terjadi ledakan penduduk yang tidak diimbangi
dengan pertumbuhan produksi dan lapangan kerja sehingga berdampak makro di
bidang sosial dan ekonomi. Indonesia dalam bidang kependudukan juga menghadapi
problema pokok yakni : pertumbuhan penduduk yang termasuk tinggi, dan kepadatan
penduduk yang tidak merata. Problema ini tentu saja sangat berdampak pada
banyak bidang, khususnya bidang sosial dan ekonomi.
2. Pengangguran
dan Inflasi
Masalah pengangguran terjadi di
banyak negara, khususnya negara miskin dan berkembang, tentu saja termasuk
Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan
kesempatan kerja merupakan faktor dominan terjadinya pengangguran disamping
karena faktor yang lain diantaranya : rendahnya kualitas sumber daya manusia,
rendahnya investasi, kemalasan manusia, melemahnya kepercayaan pihak luar
negeri dll. Tingginya pengangguran sebagai tolok ukur rendahnya produksi dan
berakibat pada minimnya jumlah barang, bahkan terjadi kelangkaan produk yang
dibutuhkan masyarakat, tentu saja hal ini akan berdampak pada naiknya harga
barang pada umumnya yang kita kenal dengan inflasi. Negara manapun di dunia ini
akan berusaha menstabilkan perekonomiannya dengan upaya utamanya melalui
pengendalian laju inflasi.
3. Pertumbuhan
dan pencemaran
Pertumbuhan ekonomi suatu negara
akan selalu diiringi dan disebabkan oleh pertumbuhan produksi. Pertumbuhan
produksi ditandai dengan pertumbuhan beberapa sektor produksi : ekstraktip,
agraris, industri, perdagangan dan jasa. Pertumbuhan sektor produksi tersebut
khususnya sektor industri, agraris dan ekstraktip sangat mempengaruhi kualitas
lingkungan, sehingga sering kita jumpai dampak negatif dari pertumbuhan sektor
ini menimbulkan pencemaran di darat, laut maupun udara yang sangat mengganggu
pada kualitas pertumbuhan makhluk hidup.
4. Masalah
kemiskinan dan kesehatan
Rendahnya produksi, rendahnya
kesempatan kerja, tingginya angkatan kerja, tingginya jumlah pengangguran akan
berakibat pada rendahnya pendapatan individu dan masyarakat yang tentu saja
akan berakibat tingginya angka kemiskinan.
Kemiskinan akan sangat berdampak
pada rendahnya kemampuan untuk menjaga kesehatannya. Kondisi ini banyak terjadi
di negara-negara berkembang, lebih-lebih pada negara-negara miskin.
5. Krisis
energi
Energi merupakan bagian yang sangat
penting bagi perekonomian, khususnya sektor industri. Keberadaan dan
produktifitas industri suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan untuk
menyediakan energi khususnya sebagai sumber tenaga. Kemampuan menyediakan
energi ini sangat ditentukan oleh faktor alam yang dimiliki suatu negara dan
sumber daya alam yang dimiliki khususnya minyak, batu bara dan gas. Banyak
negara maju yang mengalokasikan dananya cukup besar memenuhi kebutuhan energi.
Negara
Kesejahteraan (welfare state) merupakan perwujudan para pemikir intervensionis
dimana intervensi negara terhadap masyarakat akan membantu perkembangan ekonomi
dan kesejahteraan mereka, meskipun ini mendapat kritik dari para neoliberal
(Anderson, 2002:14). Pikiran mereka tidak menghapus negara kesejahteraan, akan
tetapi para pemikir ini menyetujui intervensi negara kepada masyarakat hanya untuk
mereka yang paling miskin (Midgley, 2005:62).
Meskipun demikian halnya, kemunculan welfare
state berbeda-beda di setiap negara (Rothstein, 2002:3). Perkembangan negara
maju berlangsung dengan perdebatan tersendiri tentang kemajuan ekonomi politik
dari dua pemikiran di atas. Bagaimana pun hasil perdebatan ini membuahkan hasil
perbaikan kesejahteraan masyarakatnya hingga sekarang ini.
Pikiran
interventif inilah jiwa dari pemikiran pembangunan yang berlangsung di negara
berkembang. Keadaan yang berlangsung di negara berkembang agak berlainan.
Intervensi negara dalam perencanaan pembangunan guna meningkatkan perekonomian
dan kesejahteraan masyarakat hasilnya berbeda.
Program dan proyek pembangunan dalam
kenyatannya lebih menguntungkan para agen pembangunan, baik pemerintah, bisnis
maupun organisasi sosial, dari pada masyarakat pada umumnya (Tabb, 2001:65).
Meskipun para neoliberalis ini tidak menyukai intervensi negara secara
berlebihan dalam perkembangan masyarakat modern di Eropa dan Amerika, akan tetapi
sikap intervisonis para neoliberalis ini lebih banyak dimainkan terhadap negara
berkembang, yang membuat negara berkembang semakin tergantung pada pola
pembangunan yang disponsorinya melalui pendanaan hutang luar negeri. Bagaimana
pun ini semua dilakukan atas dasar kepentingan perluasan pasar produk
industrial yang telah diciptakan.
Kebijakan
pembangunan di negara berkembang banyak dicampuri agar mengikuti kepentingan
mereka, yang dikaitkan dengan kebijakan hutang luar negeri. Ada dua skema yang
dilakukan untuk mempengaruhi kebijakan pembangunan di negara berkembang, yakni
melalui pemberian hutang dan yang lain melalui pendanaan hibah lewat NGOs
internasional yang bekerjasama dengan NGOs nasional dan regional.
Isu dan program pembangunan negara berkembang
disesuaikan dengan konseptualisasi mereka (Edward, 2004:15). Oleh sebab itu
pikiran neoliberalis yang menguasai perekonomian dunia dan yang tergabung dalam
perusahaan atau korporasi sejagad (Multi National Corporation dan Trans
National Corporation) mendanai dan sekaligus menentukan konsep pembangunan.
Setiap orang yang mendefinisikan pembangunan memang
cenderung normatif, sesuatu yang diharapkan terhadap perubahan kekinian maupun
dimasa depan. Namun jika pembangunan itu mengakibatkan keadaan buruk yang tidak
diharapkan, tidak menghasilkan perbaikan masyarakat secara berarti. Demikan
juga terjadi pengkutuban hasil pembangunan oleh sebagian kecil warga negara
yang kekayaannya melimpah sedang sebagian besar warga negara menikmati sebagian
sisa dari apa yang telah dinikmati oleh orang kaya, akankah definisi normatif
itu selalu dipuja-puja?
Dalam
realitas seperti ini maka orang mengatakan bahwa pembangunan adalah sebuah
bentuk eksploitasi milik publik ke dominasi individu atau kelompok tentang
hasil pembangunan. Hal yang sama juga bisa dikatakan bahwa pembangunan itu
adalah dominasi Barat atas negara-negara berkembang yang semula adalah daerah
koloni mereka. Kalau dulu koloni adalah tempat pengambilan bahan baku, hasil
perkebunan dan berbagai tambang untuk perdagangan internasional, kini
keberadaan yang dahulu adalah koloni, negara itu secara yuridis adalah negara
merdeka, akan tetapi pada umumnya mereka secara sosiologis tidak merdeka karena
kekayaan dan pasarnya sudah dimiliki oleh negara yang mendanai pembangunan
negara tersebut. Kebanyakan konsep pembangunan yang berlangsung di negara
berkembang adalah berasal dari konseptualisasi pendonor pembangunan.
Para
pemikir generasi kedua tentang teori ketergantungan mengatakan bahwa
pembangunan tidak akan membebaskan negara berkembang dari ketergantungan mereka
terhadap negara maju. Industrialisasi negara berkembang hanya diraih oleh
sebagian kecil negara, itu pun tidak muncul dari pembangunan negara berkembang
akan tetapi itu berasal dari negara maju. Ini semua adalah maksud dari
perusahaan di negara maju untuk mendapat perlindungan pasar di negara
berkembang dengan cara mendapatkan buruh murah atau negara maju akan mengekspor
teknologi industri padat modal ke negara berkembang, yang sedikit menciptakan tenaga
kerja yang semuanya itu dilakukan oleh
orang asing (Rapley, 2007:27).
5.TEORI EKONOMI DAERAH
Peranan pemerintah dalam pelaksanaan
pembangunan terutama di Negara-negara berkembang atau Dunia Ketiga bekas
jajahan harus benar-benar aktif dan positif.karena pemerintah harus mempnyai
sasaran utama bagi rakyatnya terutama yang berkenaan dengan upaya meningkatkan
taraf hidup atau tingkat kemakmuran rakyatnya. Apalagi pemerintah mempunyai
sumber daya alam yang abnyak dan bernilai tinggi.karenanya pnjajah melakukan
penjajahan di banyak Negara terbelakang yang kaya akan sumber daya alamnya.
Dalam zaman yang segalanya serba
global,peranan pemerintah untuk melakukan pembangunan ekonomi khususnya
merupakan kunci menuju masyarakat yang lebih makmur.bahkan pada waktunya
diharapkan bisa menjadi Negara yang maju/industry.masalah Negara terbelakang
atau Negara berkembang begitu besarnya dan masalah itu tidak bias diserahkan
begitu saja pada mkanisme bebas kekuatan-kekuatan ekonomi.
Untuk itu dalam upaya menyeimbangkan
pertumbuhan berbagai sector perekonomian hingga penawaran harus sesuai dengan
permintaan.untuk itu dibutuhkan pengawasan dan pengaturan oleh Negara atau
pemerintah dalam upaya mencapai pertumbuhan yang seimbang.karena kesimbangan
membutuhkan suatu pengawasan terhadap produksi,distribusi dan konsumsi
komoditas.untuk itu pemerintah harus membuat suatu rencana pengawasan fisik
serta langkah-langkah fiscal dan moneter yang perlu dilakukan.langkah-langkah
tersebut tidak dapat dihindarkan dalam upaya mengurangi ketidak seimbangan
ekonomi dan social yang mengancam Negara berkembang.mengatasi perbedaan social
dan menciptakan psikologis,ideology,social,dan politik yang menguntungkan bagi
pembangunan ekonomi menjadi tugas penting pemerintah.
Oleh karena itu ruang lingkup
tindakan pemerintah sangat luas dan menyeluruh.menurut Arthur Lewis
lingkup itu menyangkut masalah :
A.
Penyelenggaraan pelayanan umum
Di negara yang sedang berkembang
seperti di Indonesia, kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada kemampuan
mereka dalam mengakses dan menggunakan pelayanan publik, akan tetapi permintaan
akan pelayanan tersebut umumnya jauh melebihi kemampuan pemerintah untuk dapat
memenuhinya.Sebaliknya, pemusatan segala urusan publik hanya kepada negara,
pada kenyataannya hanya sebuah retorika, sebab urusan pelayanan publik yang
demikian kompleks, mustahil dapat dikerjakan semua hanya oleh pemerintah.
Menurut Miftah Thoha, pelayanan
publik dapat dipahami sebagai suatu usaha oleh seorang/ kelompok orang, atau
institusi tertentu untuk memberikan kemudahan dan bantuan kepada masyarakat
dalam rangka mencapai tujuan tertentu (1991).Hanya saja, dalam rangka melakukan
optimalisasi pelayanan publik yang dilakukan oleh birokrasi pemerintahan
bukanlah tugas yang mudah mengingat usaha tersebut menyangkut berbagai aspek
yang telah membudaya dalam lingkaran birokrasi pemerintahan. Oleh karena itu
kemudian peran swasta sangat diharapkan untuk melengkapi pemerintah dalam
menciptakan kualitas pelayanan publik yang optimal.
Nurcholis
(2005: 180) secara rinci membagi fungsi pelayanan publik ke dalam bidang-bidang
sebagai berikut:
a.
Pendidikan.
b.
Kesehatan.
c.
Keagamaan.
d.
Lingkungan: tata kota, kebersihan, sampah, penerangan.
e.
Rekreasi: taman, teater, musium, turisme.
f.
Sosial.
g.
Perumahan.
h.
Pemakaman/krematorium.
i.
Registrasi penduduk: kelahiran, kematian.
Tujuan akhir dari pelayanan publik
adalah terciptanya tatanan kehidupan masyarakat yang berdaya untuk mengurus
persoalannya masing-masing
B.
Penentuan sikap
Dalam hal ini pemerintah dalam
melihat berbagai permasalahan ekonomi hendaknya tanggap serta sensitive
terhadap berbagai masalah masyarakatnya.misalnya dalam penanggulangan masalah
kemiskinan.Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah dalam upaya penanggulangan
masalah kemiskinan pada pembangunan nasional,yaitu:
v
Kebijakan pemenuhan hak-Hak Dasar Masyarakat.
Pemerintah terus aktif melakukan
kewajibannya dalam memenuhi hak-hak dasar masyarakat seperti ketahanan pangan,
penyadiaan perumahan murah, layanan kesehatan dan layanan pendidikan. Kebijakan
ini terlihat dari program penyediaan distribusi bahan makanan, program wajib
belajar 9 tahun, pembangunan perumahan rakyat, dan lain-lain.
v
Pembangunan pemerintah dan usaha kecil.
Sektor pertanian dan usaha kecil
memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan.
v
Pembangunan SDM.
Pembangunan sumber daya manusia
dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya
akan meningkatkan produktifitas terutama untuk golongan penduduk miskin.
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dilakukan melalui program pendidikan
dan kesehatan.
v
Peraturan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Peranan LSM penting bagi program
pengurangan kemiskinan.Mereka justru mampu menjangkau golongan kelompok miskin.
C.
Pembentukan lembaga-lembaga ekonomi
Lembaga ekonomi ialah pranata yang mempunyai
kegiatan dalam bidang ekonomi demi terpenuhinya kebutuhan masyarakat pada
umumnya.Fungsi lembaga ekonomi:
v
Memberi pedoman untuk mendapatkan bahan pangan
v
Memberi pedoman untuk barter dan jual beli barang
v
Memberi pedoman untuk menggunakan tenaga kerja dan cara pengupahan
v
Memberi pedoman tentang cara pemutusan hubungan kerja
Contoh
Masalah:
Pada umumnya masyarakat Desa Koreng memiliki mata pencaharian sebagai petani, dengan bertani mereka merasa kebutuhan masih belum mencukupi dan ada juga yang beberapa mengharuskan mereka agar bekerja di luar desa.
Seperti warga yang tidak sempat berpartisipasi karena masih banyak warga yang kalau mereka tidak bekerja dalam beberapa hari, maka mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan sandang pangan mereka. Dan karena yang lain belum mempunyai wilayah garapannya sendiri mengharuskan mereka untuk keluar daerah .
5.
TEORI
PEMBANGUNAN
A. Konsep Pembangunan
Istilah pembangunan juga menunjukan
hasil proses pembangunan itu sendiri. Secara etimologi, pembangunan berasal
dari kata bangun,di awalan “pe “
dan akhiran “ an “, guna
menunjukan perihal orang membangun, atau perihal bagaimana pekerjaan
membangun itu dilaksanakan. Kata bangun
setidak-tidaknya mengandung tiga arti. Bangun dalam arti sadar atau siuman.
Kedua, berarti bentuk. Ketiga, bangun berarti kata kerja, membangun berarti
mendirikan. Dilihat dari segi ini, konsep, pembangunan meliputi ketiga arti
tersebut. Konsep itu menunjukan pembangunan sebagai :
1.
Masukan, kesadaran kondisi mutlak bagi berhasilnya perjuangan bangsa.
2.
Proses, yaitu membangun atau mendirikan berbagai kebutuhan bardasarkan
nasional.
Keluaran, yaitu
berbagai bentuk bangun sebagai hasil perjuangan, baik fisik maupun non fisik
(Taliziduhu Ndraha, 1987:1-2).
Para ahli banyak mengunakan berbagai
istilah dalam mendefinisikan pembangunan. Antara lain dengan menggunakan kata
Modernisasi, perubahan ampon (ampon change), development, pertumbuhan (growth)
dan lain sebagainya. Kata pembangunan seperti yang diungkapkan oleh beberapa
ahli sangatlah bervariasi. Antara lain seperti yang dikatakan oleh Bimantoro
Tjokoamidjojo dan Mustopadidjaja yang menyebutkan bahwa pembangunan adalah
suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Sondang P. Siagian
mengemukakan pendapatnya mengenai pembangunan itu adalah suatu usaha
pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan oleh suatu bangsa secara
sadar, Negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.
Dari berbagai definisi yang di kemukakan
di atas, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa pembangunan ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan, kebersamaan, kesempatan, kemandirian dan saling
ketergantungan masyarakat, yang pada akhirnya untuk meningkatkan kesejateraan
masyarakat itu sendiri.
Apabila
kita cermati keadaan yang terjadi di sekitar lingkungan kita, masyarakat kecil
atau masyarakat kelas bawah ternyata bukanlah masyarakat yang secara
keseluruhan hanya mampu menggantungkan kehidupannya pada pihak lain, dalam hal
ini terutama pada pemerintah. Mereka juga bukan seluruhnya dapat dikatakan akan
menjadi beban pembangunan bangsa. Kenapa bisa dikatakan seperti itu, bukan lain
karena diantara mereka juga pada dasarnya tumbuh semangat untuk mandiri dan
lepas dari ketergantungan pada pihak lain.
Kasus di Jakarta menunjukkan,
ternyata partisipasi masyarakat terhadap perekonomian cukup berarti bagi
kelangsungan roda pertumbuhan ekonomi, minimal mengurangi beban yang seharusnya
menjadi tanggungan pemerintah.
Dalam kasus ini, Biro Pusat Statistik (BPS)
DKI Jakarta menghitung, ternyata pedagang kaki lima Jakarta menyetor pungutan
liar sebesar Rp 53,4 milyar/tahun, dengan omzet Rp 42,3 milyar/hari!. Dari aset
dan omzet yang ada, ternyata sektor ini tidak begitu miskin, artinya angka yang
dihasilkan oleh mereka ternyata juga cukup besar.
Jadi
dalam kasus tadi, sikap para pedagang kaki lima ternyata menunjukkan bahwa
mereka mampu eksis di tengah gelombang terpaan krisis ekonomi yang terjadi.
Jelas sikap kewirausahaan semacam itu akan cukup signifikan bagi peningkatan
kemampuan masyarakat secara keseluruhan. Sedangkan di beberapa kota lainnya,
kita bisa menyaksikan, betapa di jalan-jalan utama kota tadi, kini telah tumbuh
pusat-pusat ekonomi informal yang juga ternyata mampu membantu menaikan
pendapatan ekonomi warga masyarakat serta diyakini kedepannya akan berimplikasi
pada peingkatan kehidupan dan kesejahteraan para pedagang yang ada di sana.
Makanya
tidak seluruhnya benar ungkapan yang mengatakan bahwa penyebab keterpurukan
ekonomi bangsa ini adalah karena adanya ketidakmampuan untuk menumbuhkan modal
(capital). Dari segi ekonomi, modal adalah memang salah satu kekuatan
pertumbuhan ekonomi. Namun tanpa dibarengi dengan kekuatan untuk berusaha
dengan keras, tetap saja akan kurang signifikan dengan peningkatan produktivitas.
Sebagaimana para pedagang kaki lima tadi, dengan modal terbatas, akhinya mereka
tetap mampu eksis. Dengan mereka eksis, minimal mereka akan mampu memenuhi
kebutuhan-kebuuhan dasar kehidupan keluarganya.
Diharapkan
dari peningkatan tersebut, akan meningkatkan pula kesejahteraan keluarga
mereka. Dengan begitu, pemerintah tinggal mendorong semangat berwirausaha ini
menjadi semangat kolektif yang terus pula dikembangkan menjadi lebih luas lewat
pembinaan-pembinaan kelompok usaha-kelompok usaha yang ada di masyarakat, atau
paling tidak memberikan arahan-arahan bagi pengembangan usaha mereka secara
personal.
Adapun,
kalau kita jabarkan secara singkat dan sederhana, peran apa saja yang dilakukan
masyarakat dalam berpartisipasi dalam peningkatan pembangunan daerah adalah,
diantarnya :
a. Peran di Bidang Pendidikan
Pendidikan
adalah permasalahan besar yang menyangkut nasib dan masa depan bangsa dan
negara. Karena itu, tuntutan reformasi politik, ekonomi, sosial, hak azasi
manusia, sistem pemerintahan dan agraria tidak akan membuahkan hasil yang baik
tanpa reformasi sistem pendidikan. Krisis multidimensi yang melanda negara dan
bangsa Indonesia dewasa ini, tidak hanya disebabkan oleh krisis ekonomi, sosial
dan politik, melainkan juga oleh krisis pada sistem pendidikan nasional.
Upaya
pemerintah memberikan bantuan darurat dalam bentuk materi baik melalui program
“jaring pengaman sosial” maupun melalui proyek “Padat Karya” ternyata belum
mampu memberdayakan masyarakat miskin secara maksimal. Tentu saja masyarakat
lapisan bawah sangat memerlukan bantuan semacam ini. Akan tetapi, fakta-fakta
di lapangan menunjukkan bahwa upaya tersebut masih sarat dengan korupsi,
kolusi, dan nepotisme. Bantuan yang seharusnya menjadi porsi dan hak masyarakat
lapisan bawah justru sebaliknya kadangkala dinikmati mereka yang tidak berhak.
Pola
partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan seharusnya memang bukan pola
yang bersifat top-down intervention yang terkadang mengandung nuansa
kurang menjunjung tinggi aspirasi dan potensi masyarakat untuk melakukan
kegiatan swadaya. Akan tetapi yang relatif lebih sesuai dengan masyarakat lapisan
bawah terutama yang tinggal di desa adalah pola pemberdayaan yang sifatnya bottom-up
intervention yang di dalamnya ada nuansa penghargaan dan pengakuan bahwa
masyarakat lapisan bawah memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhannya,
memecahkan permasalahannya, serta mampu melakukan usaha-usaha pendidikan dengan
prinsip swadaya dan kebersamaan.
Bagaimana
peran partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan formal dan nonformal untuk
melahirkan SDM yang berkualitas tentu saja menjadi pekerjaan rumah semua pihak.
Masalahnya
adalah bagaimana pemerintah menjadi motivator dan akselerator yang baik bagi
tumbuhnya lembaga-lembaga pendidikan milik masyarakat sehingga mampu menjadi
daya dukung pembangunan SDM yang berkualitas.
Pada tataran ini pula, pemerintah harus
mendorong secara maksimal agar masyarakat mampu meningkatkan kualitas
pendidikan yang lebih baik, yang didalamnya terdapat tujuan mulia untuk
mengubah perilaku masyarakat, yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan
menjadi seorang insan yang utama .
b. Peran di Bidang Ekonomi
Sebagian
besar masyarakat Indonesia adalah petani dan buruh. Ironisnya, sejumlah besar
petani kita, bekerja dan hidup di atas lahan yang bukan milik mereka sendiri.
Mereka yang merasa “memiliki” lahan pun kadangkala tanpa hak kepemilikan yang
resmi. Legalisasi serta sertifikasi tanah yang ada baru mencakup sebagian kecil
dari lahan yang diolah para petani. Di tengah kondisi itu, pemerintah belum
mengupayakan perbaikan maksimal nasib para petani. Wajarlah ketika akhirnya di
Jawa Tengah para petani yang kecewa kepada pemerintah membakar gabah yang
merupakan hasil panen dari kerja keras dan banting tulang mereka selama ini.
c.
Peran di Bidang Politik
Pada
dataran konseptual, banyak pihak yang menyangka bahwa politik pada dasarnya
adalah hal yang hanya berurusan dengan kekuasaan. Padahal secara substansial,
politik sebenarnya menyangkut juga kehidupan manusia secara luas. Makanya dalam
kehidupan praktis, kita menjumpai istilah politik ekonomi, politik pendidikan
serta istilah politik lain yang dihubungkan dengan persoalan yang terjadi.
Namun begitu, dalam konteks pembicaraan politik saat ini, kita akan memfokuskan
pada dua hal pembahasan.
Pertama,
politik yang kita maknai sebagai wahana (arena) perjuangan tempat elemen dalam
masyarakat bersaing mendapat porsi dalam kekuasaan yang ada dalam bentuk
institusi legislatif dan eksekutif yang adadi berbagai tingkatan. Kedua,
ketika masalah pertama tadi telah dilampaui, maka keadaannya menjadi bergeser
ke dalam manajemen kekuasaan tersebut. Secara substansi harusnya kekuasaan
mampu memberikan jawaban kepada publik, akan diarahkan kemana kekuasaan yang
telah diraih.
Secara
ideal, siapapun yang pada akhirnya berkuasa secara syah sekaligus secara legal
formal aturan demokrasi bisa terpenuhi harusnya mengarahkan kekuasaan yang ada
pada pencapaian sebesar-besarnya bagi pengurusan kepentingan masyarakat. Secara
spsifik berarti memperbesar legitimasi dan fokus awal (yang ada pada kelompok
atau elemen pendukung awal; bisa berupa satu partai atau gabungan) untuk
sanggup melintasi tujuan bersama yang lebih baik, yakni menuju masyarakat
berkualitas yang dalam kehidupannya tercipta keadilan, kemakmuran, dan
kesejahteraan.
Masyarakat yang dalam hidupnya pula tercipta
rasa aman, damai sentausa, tanpa takut pada tekanan atau intimidasi pihak lain.
Untuk mewujudkan hal yang seperti di
atas, pada dasarnya di masyarakat sendiri sebenarnya telah terbangun
sendi-sendi kehidupan yang mengarah ke sana. Di tengah masyarakat pula, kita
saksikan ada banyak tokoh masyarakat, baik yang berlatar belakang tokoh agama
(kyai, ulama atau ustadz), tokoh sosial, aparat pemerintahan maupun para
pemimpin informal lainnya yang selalu saja akan segera sigap membantu
penyelesaian masalah begitu terjadi kesalahpahaman atau persoalan-persoalan
lain yang terjadi di tengah masyarakat. Potensi inilah yang secara khusus harus
kita syukuri, mengingat perselisihan pandangan atau perbedaan politik seperti
apapun yang terjadi di masyarakat kita, akan segera selesai ketika para tokoh
masyarakat sedera ikut serta membantu penyelesaian masalah yang terjadi.
d. Peran di Bidang Sosial Budaya
Karya sastra
dan kesenian yang tumbuh di tengah masyarakat ternyata kadangkala mampu membuat
banyak orang terpengaruh, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Pengaruh
ini, baik sebatas visi dan pandangan hidup atau malah pada perilaku keseharian.
Dengan begitu kesan yang mungkin ditimbulkan oleh sebuah produk kesenian
haruslah mampu terkontrol. Artinya, seni dan produk berkesian secara ideal
seyogianya berada dalam koridor tatanan normatif yang mampu menjembatani
kebebasan berekspresi dan etika yang berlaku di tengah masyarakat. Ini haruslah
dilakukan, mengingat Indonesia adalah negara yang secara nyata menjadikan
dasar-dasar kehidupan masyarakatnya berada di atas landasan moral dan spiritual
yang baik. Jika tidak terjadi keseimbangan seperti itu, maka dikhawatirkan akan
terjadi polemik berkepanjangan tanpa penyelesaian. Ini terjadi sebagaimana pada
beberapa waktu yang lalu, yang dimungkinkan karena berbedanya cara pandang
terhadap seni dan produk kesenian yang ada di tengah masyarakat.
e.
Peran di Bidang Mental Spiritual (Keagamaan)
Untuk
meningkatkan kehidupan keberagamaan masyarakat, diperlukan sistem yang tepat,
terpadu dan sistemik. Untuk membangun hal tersebut, tentu saja pemerintah tidak
bisa berdiri sendiri, diperlukan peran masyarakat yang lebih luas. Pendidikan
agama yang selama ini berjalan tentu saja tidak akan memadai untuk sekedar
memahamkan orang.
Dan memang,
pendidikan agama bukanlah segala-galanya, tetapi ia lebih sebagai stimulan
untuk mengembangkan pendidikan nilai-nilai kemanusiaan yang hakiki. Kita semua
mengetahui bahwa dinamika pendidikan yang terjadi berjalan sangat cepat,
sementara perbaikan sistem yang bisa dilakukan terbatas dan butuh waktu yang
tidak sedikit. Dinamika ini pula kadangkala tidak bisa direspon sesegera
mungkin secara cepat. Oleh karena itu, kerjasama mutlak diperlukan oleh semua
pihak. Tidaklah cukup kalau hanya dilakukan kerja-kerja yang sifatnya parsial.
Maka dibutuhkan upaya pendidikan agama secara terpadu untuk menutupi kebutuhan
ini.
f.
Peran di Bidang Keamanan, Ketertiban dan
Keindahan
Orang
barat seringkali mengatakan Indonesia is a violent country. Itulah
kata-kata penyunting Freek Colombijn dan J. Thomas Lindblad ketika memberi
pengantar sebuah buku yang berjudul Roots of Violence in Indonesia
(menelusuri akar-akar kekerasan di Indonesia). Mereka dalam buku tersebut
mengatakan bahwa geneologi kekerasan itu sendiri ternyata berakar cukup kuat di
Indonesia. Terutama sejak jatuhnya rezim orde baru. Kekerasan menurut mereka
seperti menjadi ritualitas masyarakat Indonesia yang diproduksi dan
direproduksi kembali. Kekerasan bulan Mei, Situbondo, Sambas, Ketapang, Sampit,
Maluku, dan seterusnya, cukup jelas menunjukkan bahwa Indonesia menurut mereka
adalah violent country.
Teori Pembangunan adalah serangkaian
teori yang digunakan sebagai acuan untuk membangun sebuah masyarakat. Ide
tentang pentingnya perhatian terhadap teori pembangunan pada awalnya muncul
ketika adanya keinginan dari negara-negara maju untuk mengubah kondisi
masyarakat dunia ketiga yang baru merdeka yang menurut negara maju masih miskin
dan terbelakang. Ada tiga Teori Pembangunan antara lain; Teori Modernisasi,
Teori Ketergantungan (Dependensi), dan Teori Sistem Dunia (World
System Theory).
Teori mainstream merupakan teori
modernisasi yang lahir pada abad ke-20, sekitar tahun 1950-an di Amerika
Serikat. Teori mainstream atau teori modernisasi adalah teori-teori yang
menjelaskan bahwa kemiskinan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor yang
terdapat di dalam negara yang bersangkutan. Sedangkan, teori dependensi secara
gasir besar adalah suatu keadaan dimana keputusan-keputusan utama yang
mempengaruhi kenajuan ekonomi di negara berkembang seperti keputusan mengenai
harga komoditi, pola investasi, hubungan moneter, dibuat oleh individu atau
institusi di luar negara yang bersangkutan.teori ini muncul di Amerika Latin.
BAB
III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka setiap
daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada
pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan
daerah tersebut apabila Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik
dalam merencanan suatu program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa
saja yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang
baik apabila orang /badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau
kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta
analisis dampak yang akan terjadi.
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik
dari hasil penelitian adalah sebagai berikut :
1. Peranan
pemerintah desa dalam menungkatkan partisipasi masyarakat bagi terlaksananya
pembangunan sudah berperan dengan baik dalam rangka mengimplementasikan
kebijakan sehubungan dengan peningkatan partisipasi masyarakat.
2. Kemudian
dilihat dari segi kemampuan pemerintah desa dalam menggerakkan partisipasi
masyarakat sudah mampu, sesuai dengan informasi yang ada.
3. Terdapat
beberapa faktor penghambat, namun hal yang demikian masih dapat diantisipasi
oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah kepala desa atau dengan sebutan lain
hukum tua lewat motivasimotivasi yang disampaikan langsung serta selalu
meningkatkan efektifitas kerja dan setiap aparatur pemerintah.
4. Dalam pelaksanaan
tugas pemerintah sebagai administrator dalam bidang pembangunan dan
kemasyarakatan sudah dapat dikategorikan berhasil, karena para pemerintah desa
dan aparatur pemerintah sering terjun langsung ke lapangan untuk memantau
ataupun untuk mengawasi langsung setiap kegiatan pembangunan yang sementara
dilaksanakan.
Analisis
Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Pemerintah Dalam Mengontrol Otonomi Daerah:
1.
Merumuskan kerangka hukum yang memenuhi aspirasi untuk otonomi di tingkat
propinsi dan sejalan dengan strategi desentralisasi secara bertahap.
2.
Menyusun sebuah rencana implementasi desentralisasi dengan memperhatikan
faktor-faktor yang menyangkut penjaminan kesinambungan pelayanan pada
masyarakat,perlakuan perimbangan antara daerah-daerah,dan menjamin kebijakan
fiskal yang berkelanjutan.
3.
Untuk mempertahankan momentum desentralisasi,pemerintah pusat perlu menjalankan
segera langkah desentralisasi,akan tetapi terbatas pada sektor-sektor yang
jelas merupakan kewenangan Kabupaten dan Kota dan dapat segera diserahkan.
4.
Proses otonomi tidak dapat dilihat sebagai semata-mata tugas dan tanggung jawab
dari menteri negara otonomi atau menteri dalam negeri,akan tetapi menuntut
koordinasi dan kerjasama dari seluruh bidang dalam kabinet (Ekuin,Kesra &
Taskin, dan Polkam).
Upaya Yang
Menurut Saya harus Dilakukan Pejabat Daerah Untuk Mengatasi Ketimpangan
Yang Terjadi :
1.
Pejabat harus dapat melakukan kebijakan tertentu sehingga SDM yang berada di
pusat dapat terdistribusi ke daerah.
2.
Pejabat harus melakukan pemberdayaan politik warga masyarakat dilakukan melalui
pendidikan politik dan keberadaan organisasi swadaya masyarakat, media massa
dan lainnya.
3.
Pejabat daerah harus bisa bertanggung jawab dan jujur.
4.
Adanya kerjasama antara pejabat dan masyarakat.
5. Dan
yang paling penting pejabat harus tahu prinsip-prinsip otonomi.
Memperhatikan nilai-nilai yang terkandung
dalam proses pemberdayaan masyarakat: kemandirian, partisipasi, pendekatan
kelompok, upaya yang terarah dan lain sebagainya; maka tujuan dari proses
pemberdayaan masyarakat tidaklah jauh dari proses yang bertujuan untuk mencapai
eksistensi masyarakat; yaitu : perubahan terencana, transformasi struktural,
otonomi dan berkelanjutan. Sayangnya, nilai-nilai tersebut belum nampak nyata
di masyarakat yang merupakan subyek dan obyek proses pembangunan.
Hal tersebut lebih disebabkan ketidakmampuan
pemerintah dan pihak swasta dalam mengelola masyarakat dibandingkan kelemahan
yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Respon masyarakat yang muncul
kemudian adalah dengan membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang
merupakan wujud proses interaksi evolusif dan bersifat natural untuk
meningkatkan taraf hidupnya.
Ketidakmampuan pemerintah dan pihak
swasta dalam pelayanan publik – ternyata – juga diendus sebagai peluang oleh
sebagian masyarakat lainnya dengan mendirikan Organisasi Non-Pemeintah (ORNOP)
atau Non-Governmental Organization (NGO). Dengan berbagai macam latar
dan visi-misi yang berbeda, sebagian besar Ornop di Indonesia – yang beroposisi
terhadap pemerintah dan mempunyai jaringan kerjasama dengan lembaga donatur
internasional – menjadi lembaga pelayanan publik alternatif dengan mengusung
konsep besar demokrasi dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat.
Keberadaan LSM dan NGO sebagai
lembaga pelayanan publik di dalam suatu masyarakat mempunyai kesamaan dalam hal
tujuan umumnya, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui proses
pemberdayaan masyarakat. Namun demikian, diantara kedua lembaga tersebut juga
mempunyai perbedaan dalam banyak hal yang disebabkan oleh prebedaan “siapa” dan
berposisi sebagai “apa” yang kemudian akan menentukan “bagaimana” langkah yang
akan ditempuh dalam mencapai tujuannya. Di samping itu, penghargaan atas hak
masyarakat untuk terlibat dalam setiap tahapan pembangunan merupakan syarat
mutlak tercapainya eksistensi masyarakat melalui proses pemberdayaan masyarakat.
Peranan
Pemerintah Desa dalam memberdayakan masyarakat meliputi 3 hal yaitu pembinaan
masyarakat, pelayanan terhadap masyarakat dan pengembangan terhadap masyarakat.
Ketiga variabel tersebut telah berjalan secara maksimal. Pembinaan terhadap
masyarakat meliputi kegiatan keagamaan, kegiatan sosial budaya dan pelayanan
kesehatan, Pelayanan masyarakat meliputi pelayanan di bidang pertanian,
kesehatan dan perekonomian, sedangkan pengembangan masyarakat lebih banyak
difokuskan pada pengembangan SDM melalui pembangunan infrastruktur baik formal
maupun non formal, termasuk pula diantaranya pengembangan ekonomi kerakyatan.
Faktor-faktor
penghambat pengembangan organisasi pemerintahan Desa Sederhana yang dapat
diidentifikasi meliputi 2 (dua) faktor yaitu faktor internal terdiri dari aspek
sumber daya manusia atau aparat pelaksana yang masih kurang baik secara
kualitas maupun kuantitasnya. Ketersediaan sarana dan prasarana kerja yang
belum memadai, rendahnya kualitas SDM aparat pemerintah desa yang rata-rata
hanya tamat sampai tingkat SMA, faktor pendanaan yang tersedia bagi organisasi
bersangkutan yang masih minim untuk dapat digunakan dalam pengelolaan
organisasi serta sikap kepala desa yang terkesan lebih mementingkan orang
lain bila terdapat proyek untuk pembangunan
desa, Sedangkan faktor eksternal yang menjadi penghambat adalah partisipasi
masyarakat dalam mentaati aturan Desa Hubungan antar status. Secara umum dapat
dikatakan bahwa status bergantung pada seberapa besar seseorang memberikan
sumbangannya bagi terciptanya tujuan seseorang yang memberikan jasa terbesar
cenderung berusaha mendapatkan status yang tinggi. Sebaliknya seseorang yang
memberikan jasa yang tidak begitu besar biasanya bersedia menerima status yang
lebih rendah
Kebijakan perencanaan pembangunan
desa merupakan suatu pedoman-pedoman dan ketentuan-ketentuan yang dianut atau
dipilih dalam perencanaan pelaksanakan (memanage) pembangunan di desa yang
mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga dapat
mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.
Pembangunan Masyarakat Desa pada
dasarnya adalah bertujuan untuk mencapai suatu keadaan pertumbuhan dan
peningkatan untuk jangka panjang dan sifat peningkatan akan lebih bersifat
kualitatif terhadap pola hidup warga masyarakat, yaitu pola yang dapat
mempengaruhi perkembangan aspek mental (jiwa),
Fisik (raga), intelegensia
(kecerdasan) dan kesadaran bermasyarakat dan bernegara. Akan tetapi pencapaian
objektif dan target pembangunan desa pada dasarnya banyak ditentukan oleh
mekanisme dan struktur yang dipakai sebagai sistem pembangunan desa.
Pengertian pembangunan itu sangat
luas bukan hanya sekedar bagaimana menaikkan pendapatan nasional saja.
Pembangunan ekonomi itu tidak bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang
dilakukan negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup.
Melihat beberapa penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa pembangunan pedesaan memang sangat penting.Dengan
melakukan berbagai progam yang mengutamakan kepentingan masyaraka.Hal ini,
menjadikan masyarakat lebih sejahtera dan makmur serta menjadikan bangsa
Indonesia mempunyai kekuatan yang tangguh karena pembangunan desa yang merata
dengan berbagai macam strategi yang mendukung progam pembangunan
pedesaan.Investasi prasarana pun menjadi prioritas utama yang memobilitasi
seluruh aktivitas kehidupan masyarakat pedesaan.
Seperti yang kita ketahui bahwa sejak
dahulu kala sampai sekarang desa merupakan dan tetap berfungsi sebagai tulang
punggung kehidupan social politik Indonesia.Maka dari itu, sangatlah penting
pembanguna desa dalam kondisi sekarang ini.
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka setiap
daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada
pemerintahan pusat.
Hal
ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila
Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu
program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi
dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang
/badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui
mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta analisis dampak
yang akan terjadi.
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik
dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Peranan
pemerintah desa dalam menungkatkan partisipasi masyarakat bagi terlaksananya
pembangunan sudah berperan dengan baik dalam rangka mengimplementasikan
kebijakan sehubungan dengan peningkatan partisipasi masyarakat.
2. Kemudian
dilihat dari segi kemampuan pemerintah desa dalam menggerakkan partisipasi
masyarakat sudah mampu, sesuai dengan informasi yang ada.
3. Terdapat
beberapa faktor penghambat, namun hal yang demikian masih dapat diantisipasi
oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah kepala desa atau dengan sebutan lain
hukum tua lewat motivasimotivasi yang disampaikan langsung serta selalu
meningkatkan efektifitas kerja dan setiap aparatur pemerintah.
4. Dalam pelaksanaan
tugas pemerintah sebagai administrator dalam bidang pembangunan dan
kemasyarakatan sudah dapat dikategorikan berhasil, karena para pemerintah desa
dan aparatur pemerintah sering terjun langsung ke lapangan untuk memantau
ataupun untuk mengawasi langsung setiap kegiatan pembangunan yang sementara dilaksanakan.
Pernyataan
tersebut dikuatkan oleh Siahaan (Ningsih, 2005) yang menjelaskan bahwa
kemandirian adalah kemampuan untuk berdiri sendiri atau menggali
potensi-potensi yang ada pada dirinya, agar tidak tergantung pada orang lain,
baik dalam merumuskan kebutuhan-kebutuhannya, maupun dalam mengatasi kesulitan
dan tantangan yang dihadapinya serta bertanggung jawab dan berdiri sendiri.
Dikemukakan pula oleh Conell (Hendriyani, 2005) bahwa “autonomy is experience
of choice in the intuition, maintenance and regulation of behaviour and the
experience of connectedness between one’s action and personal goa ls and
values”.
Dengan
adanya kesempatan untuk mengawali, menseleksi, menjaga dan mengatur tingkah
laku, menunjukan adanya suatu kebebasan pada setiap individu yang mandiri untuk
menentukan sendiri perilaku yang hendak ia tampilkan, menentukan langkah
hidupnya, tujuan hidupnya dan nilai-nilai yang akan dianut serta diyakininya.
Lerner (Budiman, 2006) memberikan konsep mengenai kemandirian, yaitu mencakup
kebebasan untuk bertindak, tidak bergantung kepada orang lain, tidak
terpengaruh lingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri.
Konsep yang diberikan oleh Lerner ini hampir
senada dengan yang diajukan Watson dan Lindgren (Budiman, 2006) bahwa
kemandirian ialah kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan,
gigih dalam usaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang
lain. Dengan kata lain kemandirian tersebut merupakan kemampuan dalam mengelola
diri sehigga ia mampu mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki dalam berusaha
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dinyatakan
pula oleh Steinberg (1993) bahwa kemandirian adalah kemampuan individu dalam
mengelola dirinya sendiri.Individu yang mandiri menurut Steinberg adalah
individu yang mampu mengelola dirinya sendiri. Steinberg (1993) mengemukakan
ada tiga aspek kemandirian yaitu :
1. Emotional autonomy, mengacu kepada tidak melihat orang
dewasa sebagai orang yang serba tahu, tidak bergantung pada orang dewasa,
individuated dengan pertimbangan sendiri
2. Behavioral autonomy, perubahan kedekatan emosional; yakni
mampu membuat keputusan berdasarkan pertimbangan sendiri, mencapai keputusan
yang bebas, berfikir semakin abstrak
3. Value autonomy, ditandai dengan mengemukakan pendapat
benar-salah, penting dan tidak penting, keyakinan pada prinsip ideologi,
keyakinan pada nilai-nilai sendiri. Konsep kemandirian yang digunakan dalam
penelitian ini mengacu pada konsep Steinberg (1993) yang dalam tulisannya
menggunakan istilah autonomy.Menurutnya individu mandiri adalah individu yang
mampu mengelola dirinya sendiri (self governing person).
Kemampuan
dalam mengelola diri sendiri ini ditandai dengan kemampuannya untuk tidak
bergantung kepada dukungan emosional orang lain terutama orang tua, mampu
mengambil keputusan secara mandiri dan mampu menerima akibat dari keputusan
secara mandiri dan mampu menerima akibat dari keputusan tersebut, serta
memiliki seperangkat prinsip tentang benar dan salah serta tentang penting dan
tidak penting (Steinberg, 1993).
Individu yang memiliki kemandirian akan dapat
menentukan pilihannya sendiri tanpa dibingungkan oleh pengaruh-pengaruh dari
luar dirinya, dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.
Pengertian
tentang kemandirian yang telah dikemukakan oleh beberapa tokoh dan pakar
tersebut, dapat diambil intisarinya bahwa istilah kemandirian diartikan sebagai
kemampuan untuk mengatur dan menyeleksi tingkah laku, membimbing keputusan
serta berani bertanggung jawab atas keputusannya itu.
Secara singkat dapat terlihat bahwa substansi
kemandirian yaitu kemampuan :
1. Menseleksi, mengatur dan mengelola setiap tindakannya
2. Mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah
yang dihadapi,
3. Percaya pada diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, dan
4. Bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya.
Pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah
kabupaten harus meminimalisir fungsi memerintah untuk kemudian secara tegas dan
jelas lebih mengedepankan fungsi melayani dan memberikan fasilitas pada
usaha-usaha pemberdayaan masyarakat.
Pada hampir daerah kabupaten di Indonesia ada beberapa fenomena kultural-politis, yang harus dicermati karena potensi besar menjadi kendala pelaksanaan otonomi daerah.Untuk itu, pemerintah daerah seharusnya konsisten untuk mengikuti perubahan paradigma pemerintahan dalam melaksanakan setiap kebijakan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
Tekad ini seharusnya terwujud dalam segala bidang dan diupayakan seoptimalkan mungkin agar bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat daerah mau mewujudkan misi otonomisasi yaitu keadilan dan kesejahteraan masyarakat daerah.
Menurut UU Nomor 22 tahun1999, Otonomi daerah diselenggarakan atas dasar prinsip demokratisasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, dengan tetap memperhatikan keanekaragaman dan potensi daerah.
Pada hampir daerah kabupaten di Indonesia ada beberapa fenomena kultural-politis, yang harus dicermati karena potensi besar menjadi kendala pelaksanaan otonomi daerah.Untuk itu, pemerintah daerah seharusnya konsisten untuk mengikuti perubahan paradigma pemerintahan dalam melaksanakan setiap kebijakan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
Tekad ini seharusnya terwujud dalam segala bidang dan diupayakan seoptimalkan mungkin agar bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat daerah mau mewujudkan misi otonomisasi yaitu keadilan dan kesejahteraan masyarakat daerah.
Menurut UU Nomor 22 tahun1999, Otonomi daerah diselenggarakan atas dasar prinsip demokratisasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, dengan tetap memperhatikan keanekaragaman dan potensi daerah.
Pengaturan
dan pengelolaan keuangan daerah harus didasarkan pada perimbangan keuangan
pusat dan daerah yang berwujud pada sumber pendapatan daerah dan dana
perimbangan.
Ada kecenderungan kuat bahwa di sebagian kalangan Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Propinsi untuk bersikap setengah hati dalam menyerahkan kewenangan kepada Pemerintah Kabupaten. Keengganan ini akan berdampak pada proses pengalihan dan penyerahan kewenangan terutama secara psikologis birokratis, sehingga proses penyerahan kewenangan akan berlarut-larut dan mengulur jadwal pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten.
Sementara itu, bagi masyarakat, yang penting ada perubahan pada kinerja pemerintah sehingga masyarakat akan memperoleh pelayanan yang lebih baik dan murah. Penyelenggaraan pemerintah di daerah merupakan salah satu kunci penting keberhasilan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, karena merekalah ujung tombak dan eksekutor program tersebut.
Pelaksanaan otonomi daerah mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat, meski baru berjalan sekitar sebelas tahun, pelaksanaan otonomi daerah telah membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat di daerah. Sebagai upaya konstruktif untuk pemerataan pembangunan daerah, maka diharapkan pembangunan desa bisa lebih maju dan lebih merata, sehingga tidak kalah dari kota.
Percayalah, Pemerintah Pusat (Jakarta) tidak akan mampu mengurus Indonesia yang sangat luas, karenanya, serahkan sebagian kewenangan kepada kepala daerah untuk membangun dan menciptakan kesejahteraan warga di daerah. Memang benar, otonomi daerah menciptakan raja-raja kecil didaerah yakni Gubernur, Walikota dan Bupati, namun raja yang dipilih secara demokratis untuk ikut menciptakan daerah otonom yang maju, sejahtera dan agamis di masing-masing daerah.
Adanya gejala yang cukup menonjol pada hampir semua pemerintah kabupaten bahwa sikap dan mentalitas aparatur baik eksekutif maupun legislatif masih menyisakan pengaruh kebijakan pemerintah yang sentralistik, sehingga mereka lebih baik menunggu dan kurang berani mengambil inisiatif dan prakarsa untuk melaksanakan fungsi pemerintah.
Kondisi ini tentu saja tidak menguntungkan pelaksanaan otonomi justru ketika saat ini pemerintahan daerah di Kabupaten dituntut kepeloporannya untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan otonomi itu sendiri.Sedangkan, pelaksanaan otonomi daerah dengan azas desentralisasi diharapkan mambawa implikasi luas pada masyarakat daerah ke arah yang lebih baik.
Implementasi Otonomi seharusnya dapat mewujudkan kemandirian daerah, munculnya prakarsa daerah menghargai keanekaragaman dan potensi daerah.Sedangkan implementasi desentralisasi adalah tumbuhnya partisipasi masyarakat, adanya transparansi dan akuntabilitas kebijakan publik, dan penyelenggaraan pemerintah daerah dilaksanakan secara demokratis.
Dengan mengacu pada target implementatif pelaksanaan otonomi daerah seperti tersebut di atas maka, Pemerintah Kabupaten bisa menempuh langkah-langkah alternatif yakni mengubah dan membangun kualitas sikap dan mentalitas aparatur.
Ada kecenderungan kuat bahwa di sebagian kalangan Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Propinsi untuk bersikap setengah hati dalam menyerahkan kewenangan kepada Pemerintah Kabupaten. Keengganan ini akan berdampak pada proses pengalihan dan penyerahan kewenangan terutama secara psikologis birokratis, sehingga proses penyerahan kewenangan akan berlarut-larut dan mengulur jadwal pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten.
Sementara itu, bagi masyarakat, yang penting ada perubahan pada kinerja pemerintah sehingga masyarakat akan memperoleh pelayanan yang lebih baik dan murah. Penyelenggaraan pemerintah di daerah merupakan salah satu kunci penting keberhasilan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, karena merekalah ujung tombak dan eksekutor program tersebut.
Pelaksanaan otonomi daerah mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat, meski baru berjalan sekitar sebelas tahun, pelaksanaan otonomi daerah telah membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat di daerah. Sebagai upaya konstruktif untuk pemerataan pembangunan daerah, maka diharapkan pembangunan desa bisa lebih maju dan lebih merata, sehingga tidak kalah dari kota.
Percayalah, Pemerintah Pusat (Jakarta) tidak akan mampu mengurus Indonesia yang sangat luas, karenanya, serahkan sebagian kewenangan kepada kepala daerah untuk membangun dan menciptakan kesejahteraan warga di daerah. Memang benar, otonomi daerah menciptakan raja-raja kecil didaerah yakni Gubernur, Walikota dan Bupati, namun raja yang dipilih secara demokratis untuk ikut menciptakan daerah otonom yang maju, sejahtera dan agamis di masing-masing daerah.
Adanya gejala yang cukup menonjol pada hampir semua pemerintah kabupaten bahwa sikap dan mentalitas aparatur baik eksekutif maupun legislatif masih menyisakan pengaruh kebijakan pemerintah yang sentralistik, sehingga mereka lebih baik menunggu dan kurang berani mengambil inisiatif dan prakarsa untuk melaksanakan fungsi pemerintah.
Kondisi ini tentu saja tidak menguntungkan pelaksanaan otonomi justru ketika saat ini pemerintahan daerah di Kabupaten dituntut kepeloporannya untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan otonomi itu sendiri.Sedangkan, pelaksanaan otonomi daerah dengan azas desentralisasi diharapkan mambawa implikasi luas pada masyarakat daerah ke arah yang lebih baik.
Implementasi Otonomi seharusnya dapat mewujudkan kemandirian daerah, munculnya prakarsa daerah menghargai keanekaragaman dan potensi daerah.Sedangkan implementasi desentralisasi adalah tumbuhnya partisipasi masyarakat, adanya transparansi dan akuntabilitas kebijakan publik, dan penyelenggaraan pemerintah daerah dilaksanakan secara demokratis.
Dengan mengacu pada target implementatif pelaksanaan otonomi daerah seperti tersebut di atas maka, Pemerintah Kabupaten bisa menempuh langkah-langkah alternatif yakni mengubah dan membangun kualitas sikap dan mentalitas aparatur.
Pemerintah Kabupaten, mengembangkan tradisi
pemerintahan demokratis yang partisipatif, transparan dan akuntabel,
menggalakkan dan menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat terhadap kebijakan
otonomi daerah melalui kegiatan deseminasi dan sosialisasi terpadu di berbagai
kalangan masyarakat, menumbuhkan prakarsa masyarakat untuk menuju kemandirian
daerah, mengelola dan memelihara keanekaragaman masyarakat daerah dan
mendayagunakannya sebagai salah satu modal pembangunan serta menggali,
mengelola dan mendayagunakan potensi daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran
dan kesejahteraan masyarakat.
Dilain pihak, kesiapan pemerintah kabupaten untuk segera menyelenggarakan kewenangan pemerintah sering terhambat oleh dirinya sendiri, dimana banyak kabupaten yang kurang memiliki sumber daya, atau kurang memiliki data tentang sumber daya dan potensi daerah.
Masih sedikit kabupaten di Indonesia yang mempunyai sumber data yang lengkap dan aplikatif serta kurang diolah dan disajikan dan bahkan jarang dipakai sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan dalam perumusan kebijakan daerah, sehingga banyak yang tidak relevan dan realistik.
Oleh karena itu, akan manjadi salah satu tolok ukur kualitas pemerintah kabupaten dalam penyelenggaraan pemerintah pada bidang-bidang pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.
Salah satu sisi kebijakan sentralistisme kekuasaan adalah kebijakan penyeragaman (uniformitas) pada semua bidang kehidupan masyarakat.Penyeragaman ini telah melumpuhkan semua sendi keanekaragaman daerah.
Akibatnya banyak potensi yang tertutup dan tidak bisa berkembang dengan baik.Padahal salah satu kunci penting otonomi daerah. Dengan konteks kultur uniformitas ini pelaksanaan otonomi daerah akan menghadapi tantangan yang berat dalam upaya penggalian dan pertumbuhan keanekaragaman dan potensi daerah.
Sentralistik telah merenggut hampir semua kekuasaan pemerintah hanya pada pusat.Daerah tinggal memiliki kewenangan yang sedikit dan sekedar menjadi pelaksana kebijakan pusat.Daerah memiliki ketergantungan yang amat penting dengan pusat.
Dilain pihak, kesiapan pemerintah kabupaten untuk segera menyelenggarakan kewenangan pemerintah sering terhambat oleh dirinya sendiri, dimana banyak kabupaten yang kurang memiliki sumber daya, atau kurang memiliki data tentang sumber daya dan potensi daerah.
Masih sedikit kabupaten di Indonesia yang mempunyai sumber data yang lengkap dan aplikatif serta kurang diolah dan disajikan dan bahkan jarang dipakai sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan dalam perumusan kebijakan daerah, sehingga banyak yang tidak relevan dan realistik.
Oleh karena itu, akan manjadi salah satu tolok ukur kualitas pemerintah kabupaten dalam penyelenggaraan pemerintah pada bidang-bidang pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.
Salah satu sisi kebijakan sentralistisme kekuasaan adalah kebijakan penyeragaman (uniformitas) pada semua bidang kehidupan masyarakat.Penyeragaman ini telah melumpuhkan semua sendi keanekaragaman daerah.
Akibatnya banyak potensi yang tertutup dan tidak bisa berkembang dengan baik.Padahal salah satu kunci penting otonomi daerah. Dengan konteks kultur uniformitas ini pelaksanaan otonomi daerah akan menghadapi tantangan yang berat dalam upaya penggalian dan pertumbuhan keanekaragaman dan potensi daerah.
Sentralistik telah merenggut hampir semua kekuasaan pemerintah hanya pada pusat.Daerah tinggal memiliki kewenangan yang sedikit dan sekedar menjadi pelaksana kebijakan pusat.Daerah memiliki ketergantungan yang amat penting dengan pusat.
Kebijakan otonomi
mencoba membalik semua hal diatas. Tentu saja karena sudah berlangsung sangat
lama, maka upaya tersebut akan memerlukan waktu yang cukup panjang, tidak bisa
serta merta.
Adalah jenis kewenangan yang penyelenggaraannya disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan masyarakat daerah.Jenis kewenangan ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat daerah atau untuk mempercepat pertumbuhan daerah.Untuk menyelenggarakan kewenangan ini kabupaten harus mengukur kemampuan sumber daya.
Jika kabupaten kurang mampu untuk menyelenggarakan sendirian, maka perlu merintis kerjasama dengan kabupaten lain. Kerjasama antar kabupaten hendaknya lebih diprioritaskan karena dari sisi birokrasi pemerintahan lebih efisien dan akan mendorong kemandirian daerah kabupaten.
Untuk menetapkan kewenangan-kewenangan selain kewenangan wajib dan prioritas, maka pemerintah kabupaten tidak perlu tergesa-gesa.
Adalah jenis kewenangan yang penyelenggaraannya disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan masyarakat daerah.Jenis kewenangan ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat daerah atau untuk mempercepat pertumbuhan daerah.Untuk menyelenggarakan kewenangan ini kabupaten harus mengukur kemampuan sumber daya.
Jika kabupaten kurang mampu untuk menyelenggarakan sendirian, maka perlu merintis kerjasama dengan kabupaten lain. Kerjasama antar kabupaten hendaknya lebih diprioritaskan karena dari sisi birokrasi pemerintahan lebih efisien dan akan mendorong kemandirian daerah kabupaten.
Untuk menetapkan kewenangan-kewenangan selain kewenangan wajib dan prioritas, maka pemerintah kabupaten tidak perlu tergesa-gesa.
Penetapan penyelenggaraan kewenangan nantinya
akan berhubungan dengan perkembangan dan tuntutan perubahan yang terjadi di
masyarakat. Dengan demikian maka penetapan penyelenggaraan kewenangan
pemerintah kabupaten akan lebih dinamis dan relevan.
Berdasarkan kebijakan pokok dan penetapan penyelenggaraan kewenangan kabupaten, disusun kedudukan, tugas, susunan dan tata kerja organisasi daerah kabupaten yang merupakan perangkat daerah dalam rangka memantapkan dan melaksanakan program kerja.
Ada permasalahan yang kompleks dalam kaitannya dengan organisasi perangkat daerah terutama implikasi personalia dan pembiayaan serta efektivitas dan efisiensinya.
Berdasarkan kebijakan pokok dan penetapan penyelenggaraan kewenangan kabupaten, disusun kedudukan, tugas, susunan dan tata kerja organisasi daerah kabupaten yang merupakan perangkat daerah dalam rangka memantapkan dan melaksanakan program kerja.
Ada permasalahan yang kompleks dalam kaitannya dengan organisasi perangkat daerah terutama implikasi personalia dan pembiayaan serta efektivitas dan efisiensinya.
Belum lagi kompleksitas
yang diakibatkan terjadi eksodus "orang pusat" ke daerah. Oleh
karenanya proses penyusunan organisasi daerah harus benar-benar jernih,
transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.
2.
SARAN
Upaya untuk mengoptimalkan
pelaksanaan fungsi Kepala Desa terhadap pengembangan organisasi pemerintahan
Desa Sederhana dari hasil temuan penelitian dapat direkomendasi saran untuk
peningkatannya sebagai berikut:
1. Masih
perlu dilakukan sosialisasi oleh aparat pemerintah Desa mengenai pentingnya
pengembangan organisasi terutama bagi masyarakat yang berdomisili di Desa
tersebut.
2. Peranan Kepala Desa terhadap pemberdayaan masyarakat
pemerintah Desa Sederhana Kecamatan Khusus Kabupaten Umum hendaknya dilakukan
secara konsisten dan berkesinambungan.
3. Perlu
dilakukan pengawasan yang secara rutin terutama terhadap kegiatan masyarakat yang
menunjukkan adanya kegiatan pembangunan.
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka setiap
daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada
pemerintahan pusat.
Hal
ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila
Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu
program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi
dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang
/badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui
mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta analisis dampak
yang akan terjadi.
Faktor tradisi masyarakat yang ada
di tengah-tengah masyarakat memang selalu ada seperti berpesta, hidup boros,
dalam melakukan hal-hal yang kurang
berguna maupun dalam menghargai waktu yang terus berjalan dan terus berlalu itu
namun hal tersebut di atas tidak menutup kemungkinan kepada masyarakat setempat
untuk berbuat atau melakukan suatu karya atau apapun yang menurut mereka
berguna bagi diri mereka sendiri maupun untuk keluarga bahkan untuk lingkungan
mereka.
Memang kebiasaan-kebiasaan seperti itu sangat
sulit untuk kita rubah karena sudah tertanam dalam jiwa mereka, tinggal
bagaimana pemerintah desa dapat memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dan
apabila terdapat hal-hal yang positif atau faktor tradisi-tradisi positif
masyarakat seperti kemauan masyarakat untuk dapat berpartisipasi aktif, maka
pemerintah desa dapat memanfaatkan potensi tersebut untuk menunjang
keberhasilan kepemimpinannya serta dapat menggerakkan partisipasi masyarakat
dalam setiap pelaksanaan pembangunan.
Sistem ekonomi di Indonesia pada
masa sebelum orde baru menunjukkan pembangunan dalam segala bidang, namun dalam
kenyataannya perekonomian Indonesia malah semakin parah karena KKN (Kolusi,
Korupsi, dan Nepotisme). Ditinjau pada masa sekarang Indonesia sistem
pembangunan di Indonesia tidak bisa terlepas dari ketergantungan dari negara
lain. Seperti bahan bakar minyak bumi yang mana Indonesia masih belum bisa
mengelolah minyak bumi sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
DR. Kaloh J, 2007, Mencari Bentuk
otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal Dan Tantangan
Global, Jakarta, Rhineka Cipta.
Arifin Nor H.M. 1997, Ilmu Sosial
Dasar, Jakarta, Pustaka Setia
Cohen Bruce J. 1983, Sosiologi
Suatu Pengantar, Jakarta, Bina Aksara
Craib Ian. 1986, Teori-Teori
Sosial Modern; Dari Parson sampai Habermas, Jakarta, Rajawali Pers.
Giddens Anthony dan David Held,
1981, Pendekatan Klasik dan Kontemporer mengenai Kelompok, Kekuasaan, dan
Konflik; Teori Sosial Kontemporer, Jakarta, Rajawali Pers.
Kasryno Faisal dan Yoseph F.
Stepanek, 1985, Dinamika Pembangunan Pedesaan, Jakarta, PT. Gramedia.
Koentjaraningrat, 1982, Masalah-Masalah
Pembangunan; Bunga Rampai Antropologi Terapan, Jakarta, LP3ES.
Laeyendecker L. 1991, Tata,
Perubahan, dan Ketimpangan; Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi, Jakarta, PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Long, Norman, 1987, Sosiologi
Pembangunan Pedesaan, Jakarta, Bina Aksara.
Mubyarto dan Sartono Kartodirdjo,
1988, Pembangunan Pedesaan Di Indonesia, Yogyakarta, Liberty.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar