Senin, 17 April 2017

Etika Bisnis Kristen






BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Allah menciptakan segala materi dan makhluk yang ada di dunia ini (Kej. 1:1-31).Sebagian besar materi ciptaan tersebut bisa menjadi materi bisnis.Manusia tercipta sebagai “makhluk sosial” yang terkait dengan masalah ekonomi untuk hidup.Dalam arti bahwa manusia harus berjuang untuk “kehidupannya” melalui bidang pertanian maupun perdagangan. Akibat dosa maka manusia akan banyak menghadapi tantangan dalam mencari makanan dan rezeki atau berbisnis, terjadinya persaingan jutaan manusia di suatu daerah (Kej. 3:17-19). Karena itulah perlu ada norma untuk menata dan mengatur perekonomian untuk kesejahteraan manusia bersama.Di sinilah peran etika bisnis Kristen.
Keberadaan etika bisnis tidak dapat dipisahkan dari etika pribadi dan etika sosial pada
diri seseorang.Etika bisnis tergolong dalam etika normatif, dan merupakan bentuk etika
terapan.William Shaw sebagaimana dikutip oleh Karel Sosiopater menuliskan pengertian etika bisnis adalah suatu ilmu untuk mengetahui baik dan buruk, benar atau salah, dariperilaku manusia dalam konteks bisnis.

Di samping itu juga orang Kristen seringkali menemukan pertentangan ketika
menerapkan prinsip-prinsip Alkitabiah dalam menjalankan bisnisnya.Karena tujuan daripada
bisnis adalah meraih keuntungan sebesar-besarnya.Juga ada anggapan bahwa “bisnis itu kotor” bukanlah untuk orang-orang jujur, saleh dan bermoral, sehingga orang percaya tidak boleh terlibat di dalamnya.Untuk itulah muncul pertanyaan sejauh mana keterlibatan orang Kristen dalam praktik bisnis dan bagaimana seharusnya bisnis yang alkitabiah.Melihat dari hal tersebut, bisnis merupakan hal yang kompleks karena terkait dengan banyak bidang kehidupan manusia dan karenanya perlu dipikirkan dengan baik. Oleh karena itukarya ilmiah ini akan menguraikan secara umum tentang etika bisnis berdasarkan etika Kristen.




BAB II

A.    PengertianEtika Bisnis

Etika berasal dari kata Yunani yaitu ethos artinya kebiasaan, ada Juga berarti kesusilaan,
perasaan batin, atau kecenderungan hati dengan mana seseorang melaksanakan sesuatu
perbuatan.
Etika berhubungan erat dengan kelakuan manusia dan cara manusia melakukan
perbuatannya. Itu menunjuk pada dua hal yakni positif dan negatif.Oleh sebab itu tugas etika
adalah menyelidiki, mengontrol perbuatan-perbuatan, mengoreksi, dan membimbing serta
mengarahkan tindakan yang seharusnya dilakukan agar dapat memperbaiki tindakan atau perbuatannya.
Istilah bisnis berarti usaha dagang.Bisnis merupakan hubungan antar manusia, yang saling “membutuhkan” pada posisi yang berbeda, seperti penjual dan pembeli.Dengan adanya kegiatan bisnis maka kebutuhannya saling terpenuhi.
Keberadaan etika bisnis tidak dapat dipisahkan dari etika pribadi dan etika sosial pada
diri seseorang.Etika bisnis tergolong dalam etika normatif, dan merupakan bentuk etika
terapan.William Shaw sebagaimana dikutip oleh Karel Sosiopater menuliskan pengertian etika bisnis adalah suatu ilmu untuk mengetahui baik dan buruk, benar atau salah, dari perilaku manusia dalam konteks bisnis.

B.     Etika Bisnis Kristen

Alexander Hill mendefinisikan etika Kristen sebagai aplikasi dari nilai-nilai kristiani
terhadap proses pengambilan keputusan.Sebagaimana etika umum mengacu kepada nilai dan
norma dalam masyarakat, maka sebaliknya etika Kristen mengacu kepada kebenaran prinsip-
prinsip firman Tuhan yang berlaku secara universal dan tidak pernah berubah.

Kristen merupakan usaha untuk menjelaskan dan menemukan kebenaran-kebenaran Ilahi yang terkait dengan ekonomi dan bisnis serta perilaku di dalamnya.Kepantasan dan ketidakpantasan dalam berbisnis serta perilaku pelaku bisnis merupakan hal yang harus ditemukan dalam etika bisnis Kristen. Sebagaimana etika Kristen sendiri berkaitan dengan

apa yang dikehendaki Allah untuk dilakukan manusia yang diciptakan segambar dengan-Nya. Maka prinsip-prinsip Alkitabiah harus diterapkan dalam menjalankan bisnis tersebut.

C.    Pandangan Gereja Terhadap Bisnis

Pandangan gereja terhadap bisnis berbeda-beda.Namun dapat dikatakan bahwa
pandangan gereja terhadap bisnis ini mengalami perkembangan ditiap masanya sebagaimana
teologijuga berkembang. Jadi, dengan melihat sejarah gereja maka kita akan mengerti bagaimana proses perkembangan pandagan gereja tentang bisnis.
Sejarah mencatat dunia Yunani tidak mempunyai konsep tentang “panggilan” (vocation)
dan menganggap bekerja adalah sebagai kutukan. Pola pikir ini sangat mempengaruhi pandangan gereja mula-mula yang disebut zaman patriatistik, sehingga sebagian besar bapa-bapa gereja mula-mula (kecuali Clement dari Alexandria) menerapkan pendekatan “atas dan bawah” dalam kehidupan. Berada dalam urutan tertinggi adalah rohaniawan yang tidak melakukan pekerjaan
biasa di dunia.Secara universal, bidang bisnis biasanya menempati urutan kedua atau bahkan
ketiga.
Sebenarnya ini berawal dari sikap Perjanjian Baru sendiri yang memang sama sekali
tidak menaruh kepedulian serius terhadap baik dunia bisnis maupun dunia politik. Mereka
memahami diri sebagai “ciptaan baru” dari “dunia baru” yang sedang dan akan didatangkan oleh Allah sendiri. Maka dunia yang ada sekarang ini adalah dunia yang kotor, korup, dan
akanberakhir pada penghukuman Allah. Sehingga satu-satunya kepedulian mereka adalah
bagaimana bertahan, agar di dunia yang kotor dan korup ini mereka tetap bersih. Cukuplah jika mereka bekerja dengan tekun, rajin, dan jujur untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari (bnd. 2 Tes 3:6-12; Kol.3:22-25; Ef.6:5-9).
Sikap inilah yang pertahankan oleh gereja mula-mula bahkan kadang-kadang dalam
bentuk yang jauh lebih ekstrem lagi.Pada umumnya uang dan materi ditolak, hak milikpribadi
dianggap dosa, dan hidup miskin dianjurkan.Hidup yang ideal adalah hidup biara.
Pada abad ke-15, keadaan berubah agak fundamental.Masyarakat membuat struktur yang ditandai dengan hierarki yang rumit dan berlapis.Etika Kristen pada masa itu cenderung ingin mengatur segala sesuatu sampai hal kecil.Pada waktu ini gereja mengeluarkan doktrin yang mengatur mengenai masalah harga dan upah dengan maksud untuk keadilan.Namun akhirnya ekonomi adalah ekonomi. Bagaimanapun gereja mau mengaturnya, ia mempunyai

mekanisme sendiri. Ekonomi berkembang terutama karena berkembangnya sektor perdagangan, keuangan dan industri dan pemikiran gereja semakin tertinggal.
Pada abad 16, hanya para rohaniawan yang dianggap menerima panggilan sedangkan
orang percaya lainnya dianggap tidak mempunyai panggilan.Pandangan ini mulai berubah ketika Martin Luther dan diikuti John Calvin dan kaum Puritan mengungkapkan bahwa “kita tidak memilih, kita dipanggil, dan kita semua dipanggil”.
Bahwa Allah tidak hanya memanggil orang untuk mejadi imam atau guru atau pesuruh, tetapi juga menjadi pedagang dan pengusaha. Juga doktrin”imamat am orang percaya”. Dengan doktrin ini meruntuhkan tembok pemisah antara imam dan awam.Menjadi pedagang tidak lebih rendah daripada menjadi imam.
usaha tidak lebih hina daripada dilingkungan gereja.Marthin Luther mengatakan bahwa seluruh dunia ini adalah biara kita.Seluruh karya manusia adalah ibadah.Dengan itulah dunia dan kegiatan bisnis mempunyai tempat dan makna secara teologis.
Pandangan para reformator benar-benar menjadi dasar bagi bisnis yang dilakukan oleh orang percaya dan membongkar pandangan umum yang selama ini salah kaprah karena “panggilan telah disekulerkan di dunia dan disakralkan di gereja.Walaupun konsep bekerja telah dikembalikan ke posisinya semula melalui para reformator, dewasa ini masih ada gereja yang berpandangan mendua tentang bisnis yang dikelompokkan ke dalam lima macam sikap gereja:
a. Bukan urusan – ekonomi adalah urusan duniawi, gereja tidak sepatutnya mengurusi
masalah perekonomian.
b. Krisis/Anti – berbeda dengan yang pertama, pandangan ini tidak anti-ekonomi melainkan
anti-kapitalisme serta menekankan social gospel.
c. Mengatur – agak jarang di Indonesia, gereja mengatur perekonomian jemaatnya,
menerapkan pajak untuk gereja dan tidak jarang praktek-praktek yang menggambarkan
bahwa tak bedanya sebuah perusahaan.
d. Kolaborasi – pada prinsipnya bahwa gereja dan ekonomi saling mendukung. Seperti yang
ditemukan secara tidak disengaja oleh Max Weber (sosiolog Jerman), tentang pengaruh
etika protestan (Calvinisme) terhadap kemajuan ekonomi dibeberapa negara Eropa Barat
bagian utara.
e. Alternatif – reaksi dari sistem perekonomian kapitalis yang terlalu membuka kesempatan
individu untuk meraih kesuksesan tanpa memperdulikan pihak lain, pandangan ini
berupaya membuat alternatif lain dalam dunia ekonomi.

Pada gereja-gereja masa kini, meyakini bahwa melakukan bisnis adalah panggilan dari Allah dan sama nilainya dengan panggilan yang lain. Namun, yang menjadi pemikiran pada saat ini adalah bagaimana melakukan bisnis yang benar yang sesuai dengan standar Alkitab.

D.    Dasar Alkitab Dan Etika Kristen Dalam Berbisnis

Perlu diperhatikan bahwa Alkitab sendiri memberikan dasar dalam berbisnis.Adalah
kehendak Allah bagi manusia untuk bekerja, baik sebelum kejatuhan (Kejadian 1:28), maupun sesudah kejatuhan manusia (Kejadian 3:17-19).Sebelum kejatuhan, pekerjaan adalah suatu anugerah dan panggilan dari Allah sendiri.Sesudah kejatuhan, pekerjaan tetap merupakan anugerah dan panggilan, namun sekarang akibat dosa maka pekerjaan itu dilakukan denganpenuh persaingan.Di dalam Perjanjian Baru, Paulus menasihatkan jemaat bahwa hendaklah bekerja.Ia juga memperingatkan bahwa, “Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan” (II Tesalonika 3:10b).
Jadi berkerja merupakan anugerah dan panggilan bagi orang Kristen.Itulah sebabnya seorang Kristen harus bekerja bahkan bekerja dengan giat dan keras.
Maka yang menjadi dasar etika Kristen untuk bisnis adalah hukum “kasih” (Mat. 22:37-39).
Berbisnis dimaksudkan untuk mengasihi Tuhan Allah.Artinya, sebagai ciptaan yang
diciptakan segambar dengan Allah, bekerja atau berbisnis mempunyai makna ilahi tetapi kita
sedang melayani Allah.Berbisnis dimaksudkan untuk mengasihi diri sendiri.Artinya, Allah
menghendaki kita menjadi produktif, rajin bekerja dan mandiri terhadap kebutuhan pokok sendiri.

E.     Prinsip-Prinsip Etika Kristen Dalam Berbisnis

Penting dalam kehidupan orang percaya untuk memegang sola scriptura dengan teguh
dalam setiap bidang kehidupannya.Eka Darmaputera menjelaskan lima pokok/prinsip yang dapat digali dari iman Kristen untuk menilai dan melakukan bisnis yang alkitabiah berdasarkan firman Allah, yaitu:

Pertama, Allah Pencipta segala sesuatu:
Iman, norma tingkah laku, dan Alkitab orang Kristen berawal dengan pengakuan bahwa
Allah adalah pencipta segala sesuatu (Kej. 1 & 2). Pengakuan ini berarti bahwa Allah adalah
sumber, penguasa, dan pemilik satu-satunya dari segala sesuatunya maka tidak ada satu hal pun dalam kehidupan manusia yang terlepas dari-Nya.
Oleh karena itu, bisnis bukan merupakan tujuan akhir.Ekonomi dan bisnis adalah salah
satu fungsi di dalam kehidupan untuk melayani dan mewujudkan kehendak serta rencana
penciptaan Allah yaitu untuk kemuliaan Allah dan kesejahteraan seluruh ciptaan-Nya.Jadi, laba, penumpukan dan pengembangan modal, sukses material dan sebagainya tidak boleh menjadi tujuan akhir. Uang dan materi tidak untuk diperlakukan sebagai tuan apalagi Tuhan melainkan sebagai alat dan pelayan bagi tujuan yang agung.
Tanggung jawab terakhir para pelaku bisnis bukanlah kepada pemilik saham melainkan
kepada Allah.Dan bertanggungjawab kepada Allah berarti bertanggungjawab atas kesejahteraan penuh setiap dan seluruh ciptaan-Nya termasuk para pekerja, para pelanggan, para easing, bahkan seluruh masyarakat dan lingkungan hidup.

Kedua, Semua ciptaan Allah adalah baikBukan hanya segala sesuatu diciptakan oleh Allah, Ia juga menekankan bahwa segala sesuatu yang diciptakan-Nya adalah baik (Kej. 1:4, 10, 12, 17, 24, 31). Baik di sini tidak hanya mempunyai arti estesis, namun juga berarti fungsional, artinya mempunyai segala potensi untuk mewujudkan “yang baik” yang dikehendaki Allah melalui karya penciptaan-Nya. Oleh karena itu, secara tegas ditolak anggapan bahwa “bisnis itu kotor” atau bahwauangdan materi itu jahat.Keyakinan inilah yang membuat bisnis itu benar-benar kotor.Pada dirinya, bisnis itu tidak kotor.Ia punya segala potensi untuk melayani tujuan ilahi yang luas dan agung.
Dan masyarakat mempunyai tanggungjawab dan sagat berkepentingan untuk mendorong,
menghargai serta memberi keluasan yang cukup agar dunia bisnis dapat memperkembangkan
dan mewujudkan potensi serta fungsinya sebaik-baiknya.

Ketiga, Manusia adalah gambar Allah Manusia diciptakan sebagai “gambar Allah” atau “citra Allah” atau “imago dei” (Kej.1:27). Yang artinya, sebagai citra Allah, manusia mempunyai harkat dan martabat yang terhormat. Sebagai citra Allah, manusia adalah ndividu yang memperoleh individualitasnya yang penuh di dalam keterhubungannya dengan yang lain:dengan Allah, sesame, alam, di samping dengan dirinya sendiri. Manusia adalah makhluk individual yang relasional.
Oleh karena itu, dalam sektor kehidupan manapun, termasuk bisnis, kedua dimensi ini
harus terpelihara dengan baik dan seimbang.Pimpinan tidak boleh bertindak dan diperlakukan
sebagai “allah”. Juga orang lain baik pekerja, pelanggan, pesaing, masyarakat seluruhnya tidak boleh diperlakukan sebagai objek atau lahan untuk menghasilkan keuntungan semata. Tujuanmengejar laba tidaklah salah asalkan dilakukan dengan cara-cara yang melanggarharkat dan martabat manusia, sesuai dengan tujuan yang lebih agung dan lebih luas dari bisnis itu sendiri.Juga perlu ditekankan bahwa para businessman itu juga adalah citra Allah, bukanlahhanya “binatang ekonomi”.Seharusnyalah yang bersangkutan menjaga dan memelihara status yang amat mulia ini sebaik-baiknya.

Keempat, Manusia adalah gambar Allah yang berdosa Alkitab menuliskan bahwa manusia yang diciptakan oleh Allah begitu baik dan luhur, kemudian jatuh dalam dosa (Kej. 3).Sejak itulah dosa menjadi bagian yang melekat pada diri manusia yang tidak terhindarkan (Rom. 3:23).Dosa menghancurkan tata relasional manusia baik dengan Allah, sesama manusia, lingkungan alam, dan diri sendiri. Dan juga manusia kehilangan individualitasnya: ia menguasai atau dikuasai yang lain. Dosa memang tidak menghilangkan harkat dan martabat manusia sebagai gambar Allah dan juga kreatifitas manusia.Namun karenadosa terdapat pula unsur destruktif pada manusia.Pengakuan bahwa dosa telah merusak manusia telah membuat upaya berbisnis dengan bersih menjadi amat sulit.Maka etika bisnis perlu mempertimbangkan masalah ini dan memberi tempat bagi kelemahan manusia.Bahwa manusia bukan malaikat dan karena itu terikat pada keterbatasan.Ada kalanya sesuatu yang secara normatif salah harus dilakukan namun bukan berarti bahwa kompromi kebenaran tetapi jika kita dapat memilih yang benar, kita harus memilih yang benar.

Kelima, Manusia dibenarkan, tetapi tetap berdosa
Titik sentral iman kristiani adalah pengakuan bahwa di dalam Yesus Kristus, manusia
yang berdosa itu telah dibenarkan dan diampuni.Bukan dalam arti bahwa kuasa dosa tidak ada lagi melainkan telah dipatahkan.Pada satu pihak manusia telah dibenarkan, namun dilain pihak manusia pendosa.Apa yang seharusnya dibuat? Adalah tekad untuk berjuang.Tidak mudah namun selalu ada harapan. Bagi etika bisnis, harus disadari bahwa dunia bisnis adalah medan perjuangan yang berat. Jangan berhenti berjuang dan jangan menyerah dengan mengatakan, “siapa bermain air”, “basah; siapa bemain bisnis, kotor”.Bisnis memang bisa kotor.Bahkan kita pun kotor.Namun itu semua adalah keadaan yang dapat kita ubah.Yang mengubah itu bukanlah sebuah etika bisnis yang baik melaikan yang mengubahnya adalah diri kita sendiri.


BAB III
  PENUTUP


1.      KESIMPULAN

Marthin Luther (1483-1546), bapak Reformator menyatakan, “Lakukanlah bisnis sebagai
ibadah”. Pada dasarnya bisnis bukanlah hal yang jahat atau kotor, bisnis bukanlah tujuan akhirmanusia, melainkan bisnis merupakan alat untuk melayani Tuhan dan memuliakan Tuhan.Itulahdasar etika bisnis Kristen. Penulis akan mengakhiri makalah ini dengan mengutip tulisan Henry dan Richard Backaby dalam bukunya “God in the Market Place”,
“Orang yang mengenal siapa dirinya, yang mengenal Tuhan dan kuasa-Nya, dapat menjadi
pribadi-pribadi yang mempunyai pengaruh besar. Mereka tidak bergantung pada pujian dan
dukungan orang lain. Nilai sejati diri mereka berasal dari hubungannya dengan
Allah.Mereka tidak diperbudak oleh kesombongan.Tidak menempatkan kepentingan diri di
atas kesejahteraan perusahaan, pegawai dan rekan kerja.Mereka rendah hati, sehingga
sanggup mengakui bila salah dan mau menerima nasihat.Dukungan yang mereka cari yang
berasal dari Allah, sehingga perusahaannya menjadi terbaik dan Tuhan menerima
kemuliaan.”

2.      SARAN
Dalam melaksanakan kegatan bisnis ada baiknya kita sebagai umat Kristen melakukan nya dengan baik dan seturut dengan keinginan Tuhan, karena Allah berkehendak bagi Manusia untuk bekerja karena pekerjaan adalah suatu anugerah dan panggilan dari Allah sendiri. Namun dijaman sekarang yang kemajuan teknologi banyak mengakibatkan Manusia terjatuh  kedalam Dosa karena tidak bekerja dengan jujur, mereka seringkali mangkorupsikan uang perusahaan tanpa meninggalkan jejak. Hal ini mengakibatkan bertambah banyaknya manusia yang jatuh kedalam dosa, sebaiknya kita melaksanakan pekerjaan atau bisnis sesuai dengan keinginan Allah karena Ia lebih suka melihat orang yang jujur.







Daftar Pustaka

Backaby, Henry and Richard.God in the Market Place.Dikutip oleh Karel Sosipater, Etika Bisnis.Jakarta: Suara Harapan Bangsa, 2013.

Brotosudarmo, R. M. Drie. Etika Kristen untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: ANDI, 2010. Darmaputera, Eka. Etika Sederhana Untuk Semua Bisnis, Ekonomi, dan Penatalayanan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

Hill, Alexander. Bisnis yang Benar. Bandung: Kalam Hidup, 2001.

Stevens, Paul. God’s Business: Memaknai Bisnis Secara Kristiani. Jakarta: BPK, 2008.

Sosiopater, Karel. Etika Bisnis. Jakarta: Suara Harapan Bangsa, 2013.

Ronda, Daniel. Bisnis dalam Pandangan Alkitab. Diakses 20 Desember 2014,
http://danielronda.blogspot.com/2008/04/bisnis-dalam-pandangan-alkitab.html.
Verkuyl, J. Etika Kristen Bagian Umum. Jakarta












Tidak ada komentar:

Posting Komentar