BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Allah
menciptakan segala materi dan makhluk yang ada di dunia ini (Kej.
1:1-31).Sebagian besar materi ciptaan tersebut bisa menjadi materi
bisnis.Manusia tercipta sebagai “makhluk sosial” yang terkait dengan masalah
ekonomi untuk hidup.Dalam arti bahwa manusia harus berjuang untuk
“kehidupannya” melalui bidang pertanian maupun perdagangan. Akibat dosa maka manusia
akan banyak menghadapi tantangan dalam mencari makanan dan rezeki atau
berbisnis, terjadinya persaingan jutaan manusia di suatu daerah (Kej. 3:17-19).
Karena itulah perlu ada norma untuk menata dan mengatur perekonomian untuk
kesejahteraan manusia bersama.Di sinilah peran etika bisnis Kristen.
Keberadaan
etika bisnis tidak dapat dipisahkan dari etika pribadi dan etika sosial pada
diri seseorang.Etika bisnis
tergolong dalam etika normatif, dan merupakan bentuk etika
terapan.William Shaw sebagaimana
dikutip oleh Karel Sosiopater menuliskan pengertian etika bisnis adalah suatu
ilmu untuk mengetahui baik dan buruk, benar atau salah, dariperilaku manusia
dalam konteks bisnis.
Di samping
itu juga orang Kristen seringkali menemukan pertentangan ketika
menerapkan prinsip-prinsip
Alkitabiah dalam menjalankan bisnisnya.Karena tujuan daripada
bisnis adalah meraih keuntungan
sebesar-besarnya.Juga ada anggapan bahwa “bisnis itu kotor” bukanlah untuk
orang-orang jujur, saleh dan bermoral, sehingga orang percaya tidak boleh
terlibat di dalamnya.Untuk itulah muncul pertanyaan sejauh mana keterlibatan
orang Kristen dalam praktik bisnis dan bagaimana seharusnya bisnis yang
alkitabiah.Melihat dari hal tersebut, bisnis merupakan hal yang kompleks karena
terkait dengan banyak bidang kehidupan manusia dan karenanya perlu dipikirkan
dengan baik. Oleh karena itukarya ilmiah ini akan menguraikan secara umum
tentang etika bisnis berdasarkan etika Kristen.
BAB
II
A. PengertianEtika Bisnis
Etika
berasal dari kata Yunani yaitu ethos artinya kebiasaan, ada Juga berarti
kesusilaan,
perasaan batin, atau kecenderungan
hati dengan mana seseorang melaksanakan sesuatu
perbuatan.
Etika berhubungan erat dengan
kelakuan manusia dan cara manusia melakukan
perbuatannya. Itu menunjuk pada dua
hal yakni positif dan negatif.Oleh sebab itu tugas etika
adalah menyelidiki, mengontrol
perbuatan-perbuatan, mengoreksi, dan membimbing serta
mengarahkan tindakan yang seharusnya
dilakukan agar dapat memperbaiki tindakan atau perbuatannya.
Istilah bisnis berarti usaha
dagang.Bisnis merupakan hubungan antar manusia, yang saling “membutuhkan” pada
posisi yang berbeda, seperti penjual dan pembeli.Dengan adanya kegiatan bisnis
maka kebutuhannya saling terpenuhi.
Keberadaan etika bisnis tidak dapat
dipisahkan dari etika pribadi dan etika sosial pada
diri seseorang.Etika bisnis
tergolong dalam etika normatif, dan merupakan bentuk etika
terapan.William Shaw sebagaimana
dikutip oleh Karel Sosiopater menuliskan pengertian etika bisnis adalah suatu
ilmu untuk mengetahui baik dan buruk, benar atau salah, dari perilaku manusia
dalam konteks bisnis.
B.
Etika Bisnis Kristen
Alexander Hill mendefinisikan etika
Kristen sebagai aplikasi dari nilai-nilai kristiani
terhadap proses pengambilan
keputusan.Sebagaimana etika umum mengacu kepada nilai dan
norma dalam masyarakat, maka
sebaliknya etika Kristen mengacu kepada kebenaran prinsip-
prinsip firman Tuhan yang berlaku
secara universal dan tidak pernah berubah.
Kristen
merupakan usaha untuk menjelaskan dan menemukan kebenaran-kebenaran Ilahi yang
terkait dengan ekonomi dan bisnis serta perilaku di dalamnya.Kepantasan dan ketidakpantasan
dalam berbisnis serta perilaku pelaku bisnis merupakan hal yang harus ditemukan
dalam etika bisnis Kristen. Sebagaimana etika Kristen sendiri berkaitan dengan
apa yang dikehendaki Allah untuk
dilakukan manusia yang diciptakan segambar dengan-Nya. Maka prinsip-prinsip
Alkitabiah harus diterapkan dalam menjalankan bisnis tersebut.
C. Pandangan Gereja Terhadap Bisnis
Pandangan
gereja terhadap bisnis berbeda-beda.Namun dapat dikatakan bahwa
pandangan gereja terhadap bisnis ini
mengalami perkembangan ditiap masanya sebagaimana
teologijuga berkembang. Jadi, dengan
melihat sejarah gereja maka kita akan mengerti bagaimana proses perkembangan
pandagan gereja tentang bisnis.
Sejarah mencatat dunia Yunani tidak
mempunyai konsep tentang “panggilan” (vocation)
dan menganggap bekerja adalah
sebagai kutukan. Pola pikir ini sangat mempengaruhi pandangan gereja mula-mula
yang disebut zaman patriatistik, sehingga sebagian besar bapa-bapa gereja
mula-mula (kecuali Clement dari Alexandria) menerapkan pendekatan “atas dan
bawah” dalam kehidupan. Berada dalam urutan tertinggi adalah rohaniawan yang
tidak melakukan pekerjaan
biasa di dunia.Secara universal,
bidang bisnis biasanya menempati urutan kedua atau bahkan
ketiga.
Sebenarnya
ini berawal dari sikap Perjanjian Baru sendiri yang memang sama sekali
tidak menaruh kepedulian serius
terhadap baik dunia bisnis maupun dunia politik. Mereka
memahami diri sebagai “ciptaan baru”
dari “dunia baru” yang sedang dan akan didatangkan oleh Allah sendiri. Maka
dunia yang ada sekarang ini adalah dunia yang kotor, korup, dan
akanberakhir pada penghukuman Allah.
Sehingga satu-satunya kepedulian mereka adalah
bagaimana bertahan, agar di dunia
yang kotor dan korup ini mereka tetap bersih. Cukuplah jika mereka bekerja
dengan tekun, rajin, dan jujur untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari
(bnd. 2 Tes 3:6-12; Kol.3:22-25; Ef.6:5-9).
Sikap
inilah yang pertahankan oleh gereja mula-mula bahkan kadang-kadang dalam
bentuk yang jauh lebih ekstrem
lagi.Pada umumnya uang dan materi ditolak, hak milikpribadi
dianggap dosa, dan hidup miskin
dianjurkan.Hidup yang ideal adalah hidup biara.
Pada abad
ke-15, keadaan berubah agak fundamental.Masyarakat membuat struktur yang ditandai
dengan hierarki yang rumit dan berlapis.Etika Kristen pada masa itu cenderung
ingin mengatur segala sesuatu sampai hal kecil.Pada waktu ini gereja
mengeluarkan doktrin yang mengatur mengenai masalah harga dan upah dengan
maksud untuk keadilan.Namun akhirnya ekonomi adalah ekonomi. Bagaimanapun
gereja mau mengaturnya, ia mempunyai
mekanisme sendiri. Ekonomi
berkembang terutama karena berkembangnya sektor perdagangan, keuangan dan
industri dan pemikiran gereja semakin tertinggal.
Pada abad 16, hanya para rohaniawan
yang dianggap menerima panggilan sedangkan
orang percaya lainnya dianggap tidak
mempunyai panggilan.Pandangan ini mulai berubah ketika Martin Luther dan
diikuti John Calvin dan kaum Puritan mengungkapkan bahwa “kita tidak memilih,
kita dipanggil, dan kita semua dipanggil”.
Bahwa
Allah tidak hanya memanggil orang untuk mejadi imam atau guru atau pesuruh,
tetapi juga menjadi pedagang dan pengusaha. Juga doktrin”imamat am orang
percaya”. Dengan doktrin ini meruntuhkan tembok pemisah antara imam dan
awam.Menjadi pedagang tidak lebih rendah daripada menjadi imam.
usaha tidak lebih hina daripada
dilingkungan gereja.Marthin Luther mengatakan bahwa seluruh dunia ini adalah
biara kita.Seluruh karya manusia adalah ibadah.Dengan itulah dunia dan kegiatan
bisnis mempunyai tempat dan makna secara teologis.
Pandangan para reformator
benar-benar menjadi dasar bagi bisnis yang dilakukan oleh orang percaya dan
membongkar pandangan umum yang selama ini salah kaprah karena “panggilan telah
disekulerkan di dunia dan disakralkan di gereja.Walaupun konsep bekerja telah dikembalikan
ke posisinya semula melalui para reformator, dewasa ini masih ada gereja yang
berpandangan mendua tentang bisnis yang dikelompokkan ke dalam lima macam sikap
gereja:
a. Bukan urusan – ekonomi adalah
urusan duniawi, gereja tidak sepatutnya mengurusi
masalah perekonomian.
b. Krisis/Anti – berbeda dengan yang
pertama, pandangan ini tidak anti-ekonomi melainkan
anti-kapitalisme serta menekankan social
gospel.
c. Mengatur – agak jarang di
Indonesia, gereja mengatur perekonomian jemaatnya,
menerapkan pajak untuk gereja dan
tidak jarang praktek-praktek yang menggambarkan
bahwa tak bedanya sebuah perusahaan.
d. Kolaborasi – pada prinsipnya
bahwa gereja dan ekonomi saling mendukung. Seperti yang
ditemukan secara tidak disengaja
oleh Max Weber (sosiolog Jerman), tentang pengaruh
etika protestan (Calvinisme)
terhadap kemajuan ekonomi dibeberapa negara Eropa Barat
bagian utara.
e. Alternatif – reaksi dari sistem
perekonomian kapitalis yang terlalu membuka kesempatan
individu untuk meraih kesuksesan
tanpa memperdulikan pihak lain, pandangan ini
berupaya membuat alternatif lain
dalam dunia ekonomi.
Pada
gereja-gereja masa kini, meyakini bahwa melakukan bisnis adalah panggilan dari
Allah dan sama nilainya dengan panggilan yang lain. Namun, yang menjadi
pemikiran pada saat ini adalah bagaimana melakukan bisnis yang benar yang
sesuai dengan standar Alkitab.
D.
Dasar Alkitab Dan Etika Kristen
Dalam Berbisnis
Perlu
diperhatikan bahwa Alkitab sendiri memberikan dasar dalam berbisnis.Adalah
kehendak Allah bagi manusia untuk
bekerja, baik sebelum kejatuhan (Kejadian 1:28), maupun sesudah kejatuhan
manusia (Kejadian 3:17-19).Sebelum kejatuhan, pekerjaan adalah suatu anugerah
dan panggilan dari Allah sendiri.Sesudah kejatuhan, pekerjaan tetap merupakan
anugerah dan panggilan, namun sekarang akibat dosa maka pekerjaan itu dilakukan
denganpenuh persaingan.Di dalam Perjanjian Baru, Paulus menasihatkan jemaat
bahwa hendaklah bekerja.Ia juga memperingatkan bahwa, “Jika seorang tidak mau
bekerja, janganlah ia makan” (II Tesalonika 3:10b).
Jadi berkerja merupakan anugerah dan
panggilan bagi orang Kristen.Itulah sebabnya seorang Kristen harus bekerja
bahkan bekerja dengan giat dan keras.
Maka yang menjadi dasar etika
Kristen untuk bisnis adalah hukum “kasih” (Mat. 22:37-39).
Berbisnis dimaksudkan untuk
mengasihi Tuhan Allah.Artinya, sebagai ciptaan yang
diciptakan segambar dengan Allah,
bekerja atau berbisnis mempunyai makna ilahi tetapi kita
sedang melayani Allah.Berbisnis
dimaksudkan untuk mengasihi diri sendiri.Artinya, Allah
menghendaki kita menjadi produktif,
rajin bekerja dan mandiri terhadap kebutuhan pokok sendiri.
E.
Prinsip-Prinsip Etika Kristen Dalam
Berbisnis
Penting dalam kehidupan orang
percaya untuk memegang sola scriptura dengan teguh
dalam setiap bidang kehidupannya.Eka
Darmaputera menjelaskan lima pokok/prinsip yang dapat digali dari iman Kristen
untuk menilai dan melakukan bisnis yang alkitabiah berdasarkan firman Allah,
yaitu:
Pertama, Allah Pencipta segala sesuatu:
Iman, norma tingkah laku, dan
Alkitab orang Kristen berawal dengan pengakuan bahwa
Allah adalah pencipta segala sesuatu
(Kej. 1 & 2). Pengakuan ini berarti bahwa Allah adalah
sumber, penguasa, dan pemilik
satu-satunya dari segala sesuatunya maka tidak ada satu hal pun dalam kehidupan
manusia yang terlepas dari-Nya.
Oleh karena itu, bisnis bukan
merupakan tujuan akhir.Ekonomi dan bisnis adalah salah
satu fungsi di dalam kehidupan untuk
melayani dan mewujudkan kehendak serta rencana
penciptaan Allah yaitu untuk kemuliaan
Allah dan kesejahteraan seluruh ciptaan-Nya.Jadi, laba, penumpukan dan
pengembangan modal, sukses material dan sebagainya tidak boleh menjadi tujuan
akhir. Uang dan materi tidak untuk diperlakukan sebagai tuan apalagi Tuhan
melainkan sebagai alat dan pelayan bagi tujuan yang agung.
Tanggung jawab terakhir para pelaku
bisnis bukanlah kepada pemilik saham melainkan
kepada Allah.Dan bertanggungjawab
kepada Allah berarti bertanggungjawab atas kesejahteraan penuh setiap dan
seluruh ciptaan-Nya termasuk para pekerja, para pelanggan, para easing, bahkan
seluruh masyarakat dan lingkungan hidup.
Kedua, Semua ciptaan Allah adalah
baikBukan hanya segala sesuatu diciptakan oleh Allah, Ia juga menekankan bahwa
segala sesuatu yang diciptakan-Nya adalah baik (Kej. 1:4, 10, 12, 17, 24, 31).
Baik di sini tidak hanya mempunyai arti estesis, namun juga berarti fungsional,
artinya mempunyai segala potensi untuk mewujudkan “yang baik” yang dikehendaki
Allah melalui karya penciptaan-Nya. Oleh karena itu, secara tegas ditolak
anggapan bahwa “bisnis itu kotor” atau bahwauangdan materi itu jahat.Keyakinan
inilah yang membuat bisnis itu benar-benar kotor.Pada dirinya, bisnis itu tidak
kotor.Ia punya segala potensi untuk melayani tujuan ilahi yang luas dan agung.
Dan masyarakat mempunyai
tanggungjawab dan sagat berkepentingan untuk mendorong,
menghargai serta memberi keluasan
yang cukup agar dunia bisnis dapat memperkembangkan
dan mewujudkan potensi serta
fungsinya sebaik-baiknya.
Ketiga, Manusia adalah gambar Allah
Manusia diciptakan sebagai “gambar Allah” atau “citra Allah” atau “imago dei”
(Kej.1:27). Yang artinya, sebagai citra Allah, manusia mempunyai harkat dan martabat
yang terhormat. Sebagai citra Allah, manusia adalah ndividu yang memperoleh
individualitasnya yang penuh di dalam keterhubungannya dengan yang lain:dengan
Allah, sesame, alam, di samping dengan dirinya sendiri. Manusia adalah makhluk
individual yang relasional.
Oleh karena itu, dalam sektor
kehidupan manapun, termasuk bisnis, kedua dimensi ini
harus terpelihara dengan baik dan
seimbang.Pimpinan tidak boleh bertindak dan diperlakukan
sebagai “allah”. Juga orang lain
baik pekerja, pelanggan, pesaing, masyarakat seluruhnya tidak boleh
diperlakukan sebagai objek atau lahan untuk menghasilkan keuntungan semata.
Tujuanmengejar laba tidaklah salah asalkan dilakukan dengan cara-cara yang
melanggarharkat dan martabat manusia, sesuai dengan tujuan yang lebih agung dan
lebih luas dari bisnis itu sendiri.Juga perlu ditekankan bahwa para businessman
itu juga adalah citra Allah, bukanlahhanya “binatang ekonomi”.Seharusnyalah
yang bersangkutan menjaga dan memelihara status yang amat mulia ini
sebaik-baiknya.
Keempat, Manusia adalah gambar Allah yang
berdosa Alkitab menuliskan bahwa manusia yang diciptakan oleh Allah begitu baik
dan luhur, kemudian jatuh dalam dosa (Kej. 3).Sejak itulah dosa menjadi bagian
yang melekat pada diri manusia yang tidak terhindarkan (Rom. 3:23).Dosa
menghancurkan tata relasional manusia baik dengan Allah, sesama manusia,
lingkungan alam, dan diri sendiri. Dan juga manusia kehilangan
individualitasnya: ia menguasai atau dikuasai yang lain. Dosa memang tidak
menghilangkan harkat dan martabat manusia sebagai gambar Allah dan juga
kreatifitas manusia.Namun karenadosa terdapat pula unsur destruktif pada
manusia.Pengakuan bahwa dosa telah merusak manusia telah membuat upaya
berbisnis dengan bersih menjadi amat sulit.Maka etika bisnis perlu mempertimbangkan
masalah ini dan memberi tempat bagi kelemahan manusia.Bahwa manusia bukan
malaikat dan karena itu terikat pada keterbatasan.Ada kalanya sesuatu yang
secara normatif salah harus dilakukan namun bukan berarti bahwa kompromi
kebenaran tetapi jika kita dapat memilih yang benar, kita harus memilih yang
benar.
Kelima, Manusia dibenarkan, tetapi tetap
berdosa
Titik sentral iman kristiani adalah
pengakuan bahwa di dalam Yesus Kristus, manusia
yang berdosa itu telah dibenarkan
dan diampuni.Bukan dalam arti bahwa kuasa dosa tidak ada lagi melainkan telah
dipatahkan.Pada satu pihak manusia telah dibenarkan, namun dilain pihak manusia
pendosa.Apa yang seharusnya dibuat? Adalah tekad untuk berjuang.Tidak mudah
namun selalu ada harapan. Bagi etika bisnis, harus disadari bahwa dunia bisnis
adalah medan perjuangan yang berat. Jangan berhenti berjuang dan jangan
menyerah dengan mengatakan, “siapa bermain air”, “basah; siapa bemain bisnis,
kotor”.Bisnis memang bisa kotor.Bahkan kita pun kotor.Namun itu semua adalah
keadaan yang dapat kita ubah.Yang mengubah itu bukanlah sebuah etika bisnis
yang baik melaikan yang mengubahnya adalah diri kita sendiri.
BAB
III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Marthin
Luther (1483-1546), bapak Reformator menyatakan, “Lakukanlah bisnis sebagai
ibadah”. Pada dasarnya bisnis
bukanlah hal yang jahat atau kotor, bisnis bukanlah tujuan akhirmanusia,
melainkan bisnis merupakan alat untuk melayani Tuhan dan memuliakan Tuhan.Itulahdasar
etika bisnis Kristen. Penulis akan mengakhiri makalah ini dengan mengutip
tulisan Henry dan Richard Backaby dalam bukunya “God in the Market Place”,
“Orang yang mengenal siapa dirinya,
yang mengenal Tuhan dan kuasa-Nya, dapat menjadi
pribadi-pribadi yang mempunyai
pengaruh besar. Mereka tidak bergantung pada pujian dan
dukungan orang lain. Nilai sejati
diri mereka berasal dari hubungannya dengan
Allah.Mereka tidak diperbudak oleh
kesombongan.Tidak menempatkan kepentingan diri di
atas kesejahteraan perusahaan,
pegawai dan rekan kerja.Mereka rendah hati, sehingga
sanggup mengakui bila salah dan mau
menerima nasihat.Dukungan yang mereka cari yang
berasal dari Allah, sehingga
perusahaannya menjadi terbaik dan Tuhan menerima
kemuliaan.”
2.
SARAN
Dalam
melaksanakan kegatan bisnis ada baiknya kita sebagai umat Kristen melakukan nya
dengan baik dan seturut dengan keinginan Tuhan, karena Allah berkehendak bagi
Manusia untuk bekerja karena pekerjaan adalah suatu anugerah dan panggilan dari
Allah sendiri. Namun dijaman sekarang yang kemajuan teknologi banyak
mengakibatkan Manusia terjatuh kedalam
Dosa karena tidak bekerja dengan jujur, mereka seringkali mangkorupsikan uang
perusahaan tanpa meninggalkan jejak. Hal ini mengakibatkan bertambah banyaknya manusia
yang jatuh kedalam dosa, sebaiknya kita melaksanakan pekerjaan atau bisnis
sesuai dengan keinginan Allah karena Ia lebih suka melihat orang yang jujur.
Daftar
Pustaka
Backaby, Henry and Richard.God in
the Market Place.Dikutip oleh Karel Sosipater, Etika Bisnis.Jakarta: Suara
Harapan Bangsa, 2013.
Brotosudarmo, R. M. Drie. Etika
Kristen untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: ANDI, 2010. Darmaputera, Eka. Etika
Sederhana Untuk Semua Bisnis, Ekonomi, dan Penatalayanan. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2009.
Hill, Alexander. Bisnis yang Benar.
Bandung: Kalam Hidup, 2001.
Stevens, Paul. God’s Business:
Memaknai Bisnis Secara Kristiani. Jakarta: BPK, 2008.
Sosiopater, Karel. Etika Bisnis. Jakarta:
Suara Harapan Bangsa, 2013.
Ronda, Daniel. Bisnis dalam
Pandangan Alkitab. Diakses 20 Desember 2014,
http://danielronda.blogspot.com/2008/04/bisnis-dalam-pandangan-alkitab.html.
Verkuyl, J. Etika Kristen Bagian
Umum. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar