Selasa, 29 November 2016

Stuck In The Moment at 22 Agustus 2016



Perasaan yang dulunya mengebu-gebu dalam hati ini seakan mati tanpa aku sadari kapan ini semua terjadi, aku seakan telah ditipu oleh pikiranku sendiri selama ini. Dalam hati aku bertanya-tanya: “Ada apa denganku?” “Kenapa aku tak deg-degan lagi di dekatnya?”   Padahal dulu memikirkannya saja sudah membuatku tak dapat lagi membendung perasaanku saat itu.
Tak dapat dipungkiri aku dengannya sudah jauh lebih dari setahun, walaupun kenyataanya hubungan kami hanya sebatas teman sekelas. Mungkin untuk saat ini aku belum menemukan jawabannya, namun aku yakin cepat atau lambat aku aku mengangap semuanya memang sudah seharusnya terjadi.
Aku tak mungkin hanya terjebak dalam bayang-bayangnya saja yang membuatku lupa untuk membuka mataku sendiri. Setelah aku menemukan jawaban yang dulu aku telah lama terpendam dalam hatiku telah terbayar lunas rasanya.
Selamat tinggal My First Love , sudah cukup lama aku memendam perasaan ini. Aku tak mungkin lagi hanya berharap dalam kenyataan semu ini. Sekarang bukan waktunya mengingat masa lalu. Aku sekarang berjanji pada diriku sendiri takkan ada lagi namanya Galau karena dia.
Tak ada namanya lagi air mata yang mengisi hari-hariku, aku bahagia karena sekarang karena aku sudah benar-benar bisa melupakannya yang dulunya pernah aku sukai. Kini semua hanya akan menjadi kisah cintaku di masa lalu.
Kebahagian yang aku rasakan saat ini ternyata tak sama dengan apa yang di alami sahabatku Hansen Ufa Aruan karena dia harus merelakan kepergian sang ibu tercinta menghadap kepada Sang Pencipta. Dia adalah teman sekelasku semasa SMA dulu di SMA Negeri 1 Dolok Panribuan, kami sekelas 2 tahun.
Tak banyak yang dapat kuceritakan tentang dirinya, namun yang kutahu dia adalah teman yang baik dan pernyataan yang dapat aku kutip darinya: “Kita harus segera pulang ke rumah setelah ibadah gereja selesai supaya Firman Tuhan yang kita dengar tadi tidak hilang”.
Cukup sekian yang dapat aku ceritakan untuk saat ini.
Thank you for reader.
#LOVEYOUSOMUCH


Mengangumi Tanpa Akhir


Kringggggggggg...............
Alarm yang aku pasang semalam berdering sangat kuat yang mengakibatkan gendang telingaku ampe mau pecah.
Sungguh indah ciptaan Tuhan pagi ini gumamku sambil memandangi semerbak hamparan langit yang begitu eksostis. Sembari menunggu mobil Sinar Murni yang menjadi Angkutan Umum bagi Penumpang di daerah Kabupaten Jorlang Hataran dan Kabupaten Dolok Panribuan Aku menyempatkan untuk membaca ringkasan Biologi yang semalam aku tulis.
            Setiba di Sekolah aku sangat gembira karena bagiku sekolahku telah menjadi Rumah Kedua dan tempat aku bisa bertemu dengan sahabat-sahabatku, walaupun kadang mereka mengangap aku Orang yang nggak penting tapi aku nggak peduli karena aku hidup hanya ingin sebagaimana aku mau. Selain itu ada seseorang cowok teman sekelasku yang telah lama aku sukai yang menambah kebahagianku saat berada di Sekolah. Aku menyukai segala hal yang ada dalam Dirinya. Bagiku dialah seorang cowok yang begitu sempurna, bagi beberapa teman sekelasku berpendapat kalau alasan mereka menyukainya karena  Doi cowok yang tampan dan juga berasal dari keluarga yang berada yang menjadi karakteristik cowok idaman. Lain halnya denganku aku malah menyukai sisi yang lain dalam dirinya.  Aku menyukainya pada pandangan pertama di lapangan basket sekolahku SMA Negeri 1 Dolok Panribuan yang membuat jantungku berdegup sangat kencang untuk pertama kalinya saat menatap matanya.
Dia yang dulunya bukan siapa-siapa kini telah menjadi seorang yang pertama kalinya membuatku deg-degan saat dekat sama cowok. Ntah perasaan apa itu yang membuatku benar-benar gelisah karena mencoba  mencari  arti detak jantung yang tak terkendali ini. Dalam hati aku bertanya-bertanya namun, tak kunjung kudapati hingga aku memberanikan diri untuk bertanya dengan seorang sahabat yang telah bersamaku selama setahun ini Desi Lestari Marpaung. Aku sama Dia itu waktu kelas X sudah kenal lama sejak Kami MOS (Masa Orientasi Siswa) hingga sekarang.
Desi itu orangnya periang, baik, pengertian, dan terlebih lagi Dia itu cantik. Hanya saja dibalik semua kelebihan yang ia miliki ternyata Ia juga orangnya sulit untuk dipercayai setiap perkataannya yang membuatku terkadang ragu kalau mau curhat ama Dia kalau aku ada rasa sama doi.Dia juga ternyata memiliki banyak kemiripan yang tak terduga denganku.
Banyak hal yang tak terduga dalam jalinan hubunganku dengan doi yang telah lama kusukai. Mulai dari kebiasan nervous yang selalu aku perlihatkan padanya saat aku berada didekatnya semua aku alami karena aku ada perasaan yang spesial dengannya hingga aku menyadari daripada aku selalu menyakikiti harga diriku mengungkapkannya secara tersirat tapi doi sama sekali nggak memberikan aku respon dengan pura-pura nggak mengerti maksudku.
Sakit hati seakan telah menjadi kebiasan yang harus aku terima dalam keseharianku selama aku menyukainya. Tapi apa boleh buat aku nggak mungkin memaksakan perasaanku sendiri dengannya ataupun mengemis cinta pada orang yang sama sekali denganku.
Bodoh...Bodoh...Bodoh...
Ungkapan itulah yang selalu aku ucapkan pada diriku sendiri yang sadar atas setiap penantian tanpa ada ujungnya yang aku lakukan selama ini, sulit untuk mengakui bahwa Cinta tak harus memiliki. Dulunya aku yang tak mengenal namanya sakit hati sekarang telah merubahku menjadi pribadi yang lebih berhati-hati dalam hal perasaan.
Terima kasih atas setiap kebahagian yang telah kau berikan padaku setiap kali kita bertemu di sekolah. Aku sekarang telah menyadari sudah saatnya aku mengikhlaskan apa yang terjadi biarlah menjadi suatu hal yang harus terjadi. Aku hanya bisa mengharapkan kau bisa merasakan Cinta seperti yang aku alami denganmu, aku memang masih belum bisa menaklukan perasaanmu karena aku bukan apa-apa. Namun, aku mengharapkan suatu saat lagi ada seorang yang bisa memberikan arti Cinta yang sebernanya pada doi. Sehingga doi dapat mulai mengerti bagaimana cara menghargai perasaan seorang gadis. Biarlah apa yang telah terjadi bisa menjadi suatu pelajaran yang berharga bagiku supaya aku kelak bisa lebih bijak lagi dalam hal cinta karena menatap masa depan jauh lebih penting daripada menyesali sesuatu yang telah terjadi.